- “Kanda, Dinda ingin mengatakan sesuatu. Tapi, sebelumnya Dinda mohon maaf jika nantinya ada perkataan Dinda yang menyinggung perasaan Kanda,” kata Putri Giri Larang.
- “Ada apa yang ingin kamu katakan, Adikku?” ujar Pangeran Giri Layang,
- “Begini, Kanda. Dinda sudah lama membantu Kanda mengelola negeri ini dan sudah banyak pula ilmu yang Dinda peroleh dari Kanda. Tapi, Dinda merasa perlu banyak belajar lagi. Sekiranya Kanda mengizinkan, Dinda ingin pergi merantau untuk menambah ilmu.”
- “Adikku, engkaulah satu-satunya yang Kanda sayangi. Tapi, jika itu sudah menjadi tekadmu, Kanda merestui kepergian Dinda. Semoga Dinda tidak mendapat rintangan apa pun,” kata Pangeran Giri Layang,
- “Ingat pesan Kanda, jika berjalan ke arah timur, Dinda jangan sampai melampaui perbatasan.”
- “Baik, Kanda. Terima kasih atas doa restu Kanda,” ucap Putri Giri Larang.
- “Oh, pemandangan yang sungguh indah. Tapi, kenapa ada taman di tengah hutan ini?” heran sang Putri,
- “Siapa yang membuatnya?”
“Sebaiknya aku mandi saja di kolam ini untuk menghilangkan rasa letih,” gumamnya.
“Cantik sekali putri itu, bagaikan bidadari dari kahyangan,” kagum patih itu, “Tapi, siapa putri itu dan dari mana asalnya?”
“Raja pasti tertarik pada putri itu,” pikirnya.
- “Ampun, Gusti. Hamba mempersembahkan sebuah bingkisan untuk Gusti,” sembah patih itu.
- “Hai, pakaian siapa ini?” tanya sang Raja heran.
- “Pakaian itu milik seorang putri. Putri itu sedang mandi di kolam Gusti,” ungkap patih itu,
- “Putri itu cantik jelita bagai bidadari. Barangkali saja Gusti tertarik padanya.”
- “Wah, kamu memang Patih yang pengertian. Mana putri itu?” tanya sang Raja.
“Hai, pencuri. Cepat kembalikan pakaianku!” serunya, “Dasar kalian tidak sopan. Beraninya mencuri pakaian wanita yang sedang mandi.”
- “Maafkan kami atas perlakuan patihku, Putri cantik,” ucap sang Raja.
- “Hai, pencuri. Cepat kembalikan pakaianku! Kalau tidak, aku hancurkan seluruh isi keraton ini!” ancam sang Putri.
- “Sabar, Putri,” ujar sang Raja dengan tenang, “Kami tidak ingin mencari keributan. Sebaiknya Putri beristirahat dulu, setelah itu kami akan menyerahkan pakaian Putri.”
“Maaf, Putri. Kalau boleh saya tahu, siapa sebenarnya Putri dan berasal dari mana?” tanya sang Raja.
“Begini. Sebenarnya aku memang sedang mencari istri untuk kujadikan permaisuri. Kebetulan sekali aku telah bertemu dengan Putri yang selama ini kudambakan. Bersediakah Putri menjadi
permaisuriku?” pinang sang Raja.
“Baiklah, aku terima lamaran Gusti. Tapi, dengan syarat kaum laki-laki tidak mencampuri urusan perempuan,” pinta sang Putri.
“Engkau telah melanggar janjimu. Engkau telah berani membuka rahasia perempuan,” hardik sang Putri.
“Maafkan Dinda! Dinda tidak menghiraukan nasehat Kanda,” tangis sang Putri.
- “Sudahlah, Dinda. Lupakanlah semua kejadian yang sudah lalu,” ujar Giri Layang,
- “Beristirahatlah, kasian bayi yang ada di dalam kandunganmu.”
- “Hai, di mana Raja kalian?” tanya Patih Mangkunagara,
- “Kami ke mari mencari Putri Larang dan putranya.”
- “Maaf, Tuan-Tuan! Pangerang Giri Layang dan Putri Giri Larang sudah wafat.
“Para prajuritku, jangan ada yang pulang ke istana!” ujar patih itu, “Malulah rasanya pulang dengan tangan hampa. Sebaiknya kita ngalawung (bertemu berhadap-hadapan) saja di sini sambil menunggu Putri Giri Larang keluar sebab aku yakin ia bersembunyi.”
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja