Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Sastra Lisan Kalimantan Timur Kutai, Kalimantan Timur
“AJI JAWA” SASTRA LISAN RAKYAT KUTAI
- 23 Februari 2017

 

A. Pendahuluan

Produk sastra lisan yang merupakan karya sastra, adalah cerminan angan-angan kolektifnya (Dananjaya: 1991 ), serta dapat dianggap sebagai dokumen sejarah pemikiran, dan filsafat (Wellek, 1966). Dipahami, bahwa karya sastra (khususnya bentuk lisan) dapat menggambarkan keinginan, angan-angan, dan cara berpikir kolektifnya. Hal inilah, yang mendudukannya sebagai dokumen yang sangat penting dalam perkembangan kesusastraan secara khusus, dan kebudayaan bangsa secara umum.

Indonesia yang terdiri atas beraneka ragam suku bangsa, sudah tentu kaya pula dengan berbagai cerita rakyat bentuk lisan. Semi (1993), menjelaskan bahwa sastra lisan yang terdapat pada masyarakat suku bangsa di Indonesia telah lama ada, bahkan setelah tradisi tulis berkembang, sastra lisan masih dijumpai. Baik dari segi kualitas maupun dari segi kuantitas, sastra lisan di Indonesia luar biasa kayanya, dan luar biasa ragamnya. Setiap suku sebagai suatu kolektif tertentu di Indonesia, pasti memiliki khasanah sastra lisan, baik itu bentuk prosa maupun bentuk puisi. Thomson (1977), mengatakan bahwa sastra lisan tidak terbatas hanya pada satu tempat, atau lingkungan satu budaya tertentu saja.

Seperti suku-suku lainnya di Nusantara ini, suku Kutai pun memiliki sastra lisan, baik bentuk puisi, prosa, maupun bentuk drama tradisional. Salah satu bentuk prosanya, adalah cerita Aji Jawa.

Cerita Aji Jawa merupakan salah satu cerita rakyat Kutai yang mulai ‘langka’. Cerita ini mulai tidak dikenal oleh generasi muda dari kolektifnya karena para pencerita cerita Aji Jawa ini sudah lanjut usianya, dan malah sudah banyak yang meninggal. Selain itu para pencerita ini mulai meninggalkan tradisi bercerita secara lisan kepada anak cucu mereka. Akibatnya, cerita Aji Jawa ini tidak terwariskankepada generasi berikutnya.

 

B. Cerita “Aji Jawa”

Judul cerita Aji Jawa ini diambil dari nama tokoh utama dalam cerita, yaitu Aji Jawa. Kata Aji Jawa bukanlah nama gelar kebangsawanan dan tidak ada pula hubungannya dengan suku Jawa. Menurut salah seorang informan, Bapak Drs. H. Syahrani Effendi, kata Aji Jawa berasal dari olok-olok masyarakat sekitarnya kepada tokoh cerita yang selalu mengaku keturunan bangsawan Kutai yang bergelar Aji. Sang tokoh selalu mengatakan bahwa ia adalah Aji jua (bhs. Kutai) yang artinya dalam bahasa Indonesia Aji juga. Dari kata Aji jua oleh masyarakat sekitar tokoh diplesetkan menjadi Aji Jawa. Maka melekatlah nama Aji Jawa pada tokoh cerita Aji Jawa ini. Dongeng Aji Jawa ini sangat populer pada masa lalu sebelum sarana hiburan lain muncul, seperti radio, televisi, parabola, VCD, dan teknologi komunikasi canggih lainnya.

Cerita Aji Jawa tergolong cerita dongeng, tetapi cerita ini memiliki tiga macam genre, yaitu cerita binatang, cerita istanacentris (dongeng biasa), dan cerita jenaka (humor).

Cerita “Aji Jawa ngan Pelandok” atau “Aji Jawa ngan Berok Tunggal” merupakan dua contoh dongeng binatang (fabel) dalam cerita Aji Jawa. Pada cerita ini digambarakan Aji Jawa merupakan tokoh yang berprilaku sebagai manusia biasa. Tokoh ini dideskripsikan bukan sebagai manusia super atau yang memiliki kelebihan sehingga dapat mengatasi semua permasalahan yang dihadapinya seperti lazimnya cerita-cerita dongeng. Walaupun teks Aji Jawa ini termasuk klasifikasi cerita dongeng binatang, tokoh sentralnya tetap digambarkan sebagai manusia biasa yang penuh dengan berbagai kelemahan, dan kesalahan. Prilaku sebagai manusia biasa, lugu, dan terlalu mempercayai seseorang. Keluguan, dan rasa percaya yang berlebihan inilah menjadikan tokoh Aji Jawa terlihat lemah, dan bodoh. Lemah dan bodoh menimbulkan motif-motif cerita(Sutrisno, 1983) yang menjadi penggerak cerita Aji Jawa

Bini Aji Jawa Beliuran Enda Makan Gangan Keladi” atau “Aji Jawa ngan Putri Tikus” adalah contoh varian dongeng biasa (cerita istanacentris) dari cerita Aji Jawa. Pada dongeng biasa ini tokoh Aji Jawa merupakan seorang raja. Begitu pula pada cerita “Putri Subang Sepasang” diceritakan Aji Jawa adalah seorang raja yang memiliki dua orang putra yang bernama Ahmad dan Muhammad.

Ingkar janji bukan gambaran tokoh hero lazimnya dalam dongeng, tetapi itulah gambaran watak manusia untuk melindungi sesuatu yang sangat disayanginya. Aji Jawa mengingkari janjinya karena sangat sayangnya pada Putri Bungsu Jawa. Dia tidak rela putrinya dijadikan istri oleh seekor ular naga. Padahal dalam cerita “Bini Aji Jawa Beliuran Enda Makan Gangan Keladi” ini tokoh Aji Jawaadalah seorang raja yang memerintah di sebuah negeri.

Pada akhir cerita tokoh Aji Jawa harus rela menepati janjinya. Dia tidak berdaya melawan kekuatan ular naga, tetapi dengan menepati janjinya tokoh Aji Jawa mendapat imbalan kebahagian karena ternyata ular naga itu adalah seorang pangeran tampan yang sangat sesuai disandingkan dengan Putri Bungsu Jawa.

Cerita “Bini Aji Jawa Beliuran Enda Makan Gangan Keladi” ini menunjukkan bahwa tokoh Aji Jawa walaupun seorang raja, dia tetaplah manusia biasa yang punya rasa sayang. Sehingga karena rasa sayang pada putrinya mempengaruhi keluhuran budinya sebagai raja.

Salah satu fungsi cerita Aji Jawa adalah sebagai sarana hiburan. Hal ini tergambar pada varian cerita humor (dongeng humor) “Aji Jawa Dikerongoi” atau “Aji Jawa Kehabisan Nyaman”. Walaupun kedua contoh cerita ini berfungsi sebagai sarana hiburan tetapi tetap saja memiliki pesan yang ingin disampaikan pencerita kepada para penikmat cerita tersebut. Pesan yang disampaikan bisa saja mengandung fungsi pendidikan maupun fungsi kritik sosial.

 

C. Penutup

Cerita “Aji Jawa” merupakan proyeksi masyarakat suku Kutai; baik itu merupakan buah pikiran, kepercayaan, prilaku, kebiasaan, adat-istiadat, maupun pandangan hidup. Hal ini sesuai dengan pendapat A. Teeuw (1984) bahwa sebuah karya sastra tidak lahir dalam kekosongan budaya.

 

 

Daftar Pustaka :

Danandjaya, James. 1991. Folklor Indonesia. Ilmu Gosip, Dongeng, dan lain-lain. Jakarta: PT. Temprint.

Semi, M. Atar. 1993. Metode Penelitian Sastra. Bandung: Penerbit Angkasa.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Thomson, Stith. 1977. The Folktale. Oxford: University of Calofornia Press.

Wellek, Rene and Austin Werren. 1966. Theory of Literature. Penguin Books: Harmondsworth, Middlesex, England.

 

*) Staf Pengajar Program Studi Pend. Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah, FKIP Univ. Mulawarman

Materi seminar sastra ini disajikan pada seminar sastra yang dilaksanakan oleh Yayasan Kaki Langit pada tanggal 23 Februari 2011 di Taman Budaya Samrinda.

 

sumber : (http://senibudayakutai.blogspot.co.id)

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline