|
|
|
|
ADAT PERNIKAHAN SUKU TIDUNG Tanggal 03 May 2018 oleh Miftah Faris. |
Suku Tidung Merupakan suku yang tanah asalnya berada di bagian utara kalimantan timur. Suku ini juga merupakan anak negeri di Sabah, jadi merupakan suku bangsa yang terdapat di indonesia maupun malaysia (negeri Sabah). Suku Tidung semula memiliki kerajaan yang disebut Kerajaan Tidung. Tetapi akhirnya punah karena adanya politik adu domba oleh pihak Belanda.
Bahasa Tidung dialek Tarakan merupakan bahasa Tidung yang pertengahan karena dipahami oleh semua warga suku Tidung. Beberapa kata bahasa Tidung masih memiliki kesamaan dengan bahasa Kalimantan lainnya. Kemungkinan suku Tidung masih berkerabat dengan suku Dayak rumpun Murut (suku-suku Dayak yang ada di Sabah). Karena suku Tidung beragama Islam dan mengembangkan kerajaan Islam sehingga tidak dianggap sebagai suku Dayak, tetapi dikategorikan suku yang berbudaya Melayu (hukum adat Melayu) seperti suku Banjar, suku Kutai, dan suku Pasir.
Sama halnya dengan suku lain, suku Tidung juga memiliki banyak tradisi yang kerap dilakukan dalam berbagai kesempatan. Salah satu diantaranya ialah tradisi pernikahan. Seperti pada umumnya, pernikahan diantara kedua pengantin diawali dengan berbagai prosesi. Diantaranya prosesi lamaran, akad nikah, hingga resepsi. Begitu juga dengan suku Tidung. Uniknya, setelah melakukan prosesi lamaran hingga resepsi, ada beberapa rangkaian tradisi lagi yang harus dilakukan oleh pengantin Tidung. Seperti Kiwon Talu Landom; Bendiuk; hingga Nyembaloy.
Kiwon Talu Landom merupakan tradisi dengan menggelar acara kumpul-kumpul bersama keluarga dan tamu undangan yang dilakukan pada malam ketiga setelah prosesi akad nikah berlangsung. Kiwon Talu Landom, bukan hanya sekadar acara untuk berkumpul keluarga dan kerabat. Namun juga diisi dengan berbagai hiburan, seperti tari Jepin. Tari Jepin merupakan tarian khas suku Tidung dengan menyanyikan satu lagu daerah yang berjudul Bebalon. Lebih uniknya lagi, di malam Kiwon Talu Landom terdapat acara Sedulang. Pada acara Sedulang ini, peralatan makan yang telah dibersihkan akan dibagikan kepada para keluarga ataupun kerabat terdekat.
Setelah malam Kiwon Talu Landom berlalu, selanjutnya digelar tradisi Bendiuk yang dilakukan di subuh hari. Bendiuk merupakan prosesi memandikan pengantin perempuan. Sang pengantin perempuan akan dimandikan oleh beberapa tetua dengan musik Hadrah yang mengiringinya. Seperti yang kita ketahui, beberapa suku (khususnya yang beragama Islam) mewajibkan pengantin untuk menamatkan bacaan Al-Qur’annya terlebih dahulu ketika hendak menikah. Di dalam tradisi suku Tidung, menamatkan Al-Qur’an disebut dengan Betamot. Acara ini dapat dilakukan pada pagi hari setelah Bendiuk kelar.
Tradisi Nyembaloy merupakan acara kunjungan pengantin wanita kerumah mertuanya. Nyembaloy merupakan istilah untuk ajang silaturahmi pengantin wanita beserta keluarganya untuk bertandang ke rumah mempelai pria. Dalam bahasa Tidung, baloy berarti rumah. Nyembaloy dapat dilakukan pada siang hari usai Betamot ataupun tiga hari setelah akad nikah berlangsung. Pada saat Nyembaloy, kedua mempelai akan melakukan upacara adat yang dinamai Kidau Batu dan Gabut Lading. Selain itu, mempelai pria akan meminum air putih yang konon merupakan simbol keteguhan dalam menjalani rumah tangga nantinya. Ketika acara Nyembaloy dilaksanakan, akan dilakukan pembongkaran tenda dan peralatan acara resepsi lainnya dirumah mempelai wanita. Ini merupakan penanda bahwa semua acara telah selesai dilaksanakan.
Ada ritual unik yang tak boleh dilewatkan dari serangkaian prosesi pernikahan. Mungkin yang paling menggemaskan dari prosesi adalah adat di mana pengantin pria tidak diperbolehkan melihat wajah pengantin wanita sampai dia menyanyikan beberapa lagu cinta. Tirai yang semula dipasang dan memisahkan keduanya akan disingkap dan keduanya dapat melihat satu sama lain setelahnya. Sebelumnya, syarat lain juga harus dipenuhi oleh pihak mempelai wanita, yakni dia tidak diizinkan meninggalkan batas-batas rumahnya selama periode pertunangan. Ada juga aturan yang meMberlakukan denda berupa perhiasan bagi mempelai pria jika datang terlambat ke pernikahan.
Namun itu semua kalah unik karena pasangan pengantin dilarang buang air selama 3 hari 3 malam. Hal ini mungkin terdengar menyiksa bagi masyarakat luar, namun tidak bagi orang-orang Tidung. Adat kebiasaan ini sangatlah normal dan alami bagi mereka. Mereka percaya jika tidak menjalankan larangan ini maka nasib buruk akan menimpa pasangan pengantin. Pernikahan akan rusak, rumah tangga akan tertimpa kasus perselingkuhan, atau kematian yang mengintai bagi anak yang akan dilahirkan. Oleh karena itu syarat tidak buang air besar diantisipasi dengan hanya makan atau minum sedikit. Tradisi dalam tiga hari tiga malam itu juga melibatkan beberapa orang lain untuk mengawasi pasangan agar berhasil
sumber :
http://nzrmaulana.blogspot.co.id/2015/05/sejarah-dan-kebudayaan-suku-tidung.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Tidung
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |