×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Ornamen

7_ GOA GAJAH, PENINGGALAN SEJARAH HINDU DAN BUDHA

Tanggal 17 May 2018 oleh Sobat Budaya.

Salah satu daya tarik wisata yang dimiliki Kabupaten Gianyar adalah wisata budaya berwujud situs-situs peninggalan yang sudah berusia sampai belasan abad. Satu diantaranya adalah Gua Gajah yang berada di Banjar Gua, Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh. Di kawasan ini, bisa ditemukan 2 (dua) kompleks peribadatan dari 2 (dua) agama. Letak 2 (dua) kompleks peribadatan ini saling berdampingan. Keberadaan dari keduanya menjadi bukti bahwa kerukunan di dalam beragama sudah ada di Nusantara sejak berabad-abad yang lalu.

Gua Gajah sendiri merupakan kawasan yang menyimpan peninggalan arkeologi dari masa perkembangan agama Hindu dan Buddha di pulau Bali. Keberadaan situs ini pertama kali diketahui oleh seorang pejabat dari pemerintah Hindia – Belanda, yaitu L.C. Heyting, pada tahun 1923. Heyting di dalam laporannya menyebutkan adanya sebuah gua dengan dinding luarnya yang penuh ornamen pahatan. Gua berornamen inilah yang menjadi sumber penamaannya, yaitu Goa Gajah.

Gua Gajah mempunyai kedalaman sejauh 9 meter. Pada bagian ujung, lorong gua terpecah ke sisi kanan dan kiri membentuk huruf T. Dari ujung barat (kiri) sampai ujung timur (kanan), panjang lorong ini yaitu 13,5 meter, dengan lebar 2,5 meter dan juga tinggi hampir 2 meter. Di mulut gua, ada pahatan batu berbentuk wajah raksasa dengan mata yang melirik ke kanan, hidung besar, dan juga mulut menganga. Pahatan tersebut dihiasi oleh motif dedaunan, raksasa, babi, dan juga kera. 

Pada sisi timur mulut gua, terdapat 2 (dua) baris tulisan “Kumon” dan “Sahy(w)angsa”, yang ditulis dengan menggunakan aksara kuno kadiri kwadrat. Aksara tersebut diperkirakan berasal dari sekitar abad ke-11. Sementara, pada depan mulut gua, ditemukan 6 (enam) arca wanita yang kemudian direkonstruksi sebagai kolam petirtaan. Ada 7 (tujuh) buah ceruk di sepanjang sisi sebelah utara lorong. Ceruk terbesar berada di tengah lorong, menghadap langsung ke mulut gua dengan tinggi sekitar 130 cm dan kedalaman kurang lebih 1,5 meter.

Di ujung lorong sebelah kiri, ada arca Ganesha, yaitu tokoh mitologi Hindu berkepala gajah dengan 4 (empat) tangan yang merupakan pengawal dari Dewa Syiwa. Di ujung lorong sebelah kanan, ada arca Trilingga (tiga lingga) yang merupakan simbolisasi dari 3 (tiga) dewa utama Hindu, yakni Brahma, Wisnu, dan Syiwa. Pada bagian tengah persimpangan lorong tersebut, ada pecahan arca lain yang disebut dengan “Ardachandrakapala” dan juga fragmen arca Dewa Syiwa.

Pada tahun 1931, Conrad Spies melaporkan temuan baru yang berupa relief stupa bercabang 3 (tiga) pada dinding batu yang berada di bawah jurang di selatan Goa Gajah. Di kawasan yang dinamakan kompleks Tukad Pangkung ini juga ditemukan sebuah arca Dyani Buddha Amitabha dan juga relief payung bersusun 13 (tiga belas). Dari temuan ini, para arkeolog menduga bahwa di masa lalu Tukad Pangkung merupakan tempat meditasi dari para biksu Buddha. Saat ini, untuk memudahkan para wisatawan dan para peziarah, dibangunlah sebuah tangga beton dari pelataran Gua Gajah sampai ke Tukad Pangkung serta jalan setapak menuju ke beberapa situs lainnya.

Berdasar penelusuran yang dilakukan oleh para arkeolog, situs Gua Gajah ini diperkirakan sudah ada sejak abad ke-11. Hal tersebut diperkuat dengan keterangan yang ada pada Prasasti Badung berangka tahun 1071 Masehi. Di prasasti ini, ada keterangan antakunjarapadda (“kunjara” berarti gajah) sebagai tempat peribadatan bagi umat Hindu dan Buddha dimasa Dinasti Warmadewa yang berkuasa antara abad 10 sampai 14 Masehi.

Sementara, kompleks Tukad Pangkung ini diperkirakan berusia lebih tua. Hal tersebut didasarkan atas kesamaan antara arca Buddha yang berada di Tukad Pangkung dengan arca Dyani Buddha yang berada di Candi Borobudur. Berdasarkan hal tersebut, Tukad Pangkung ini diperkirakan dibangun pada abad 9 Masehi.

Bukti penguat lainnya ada pada Prasasti Blanjong di daerah Sanur. Di prasasti yang berangka tahun 917 Masehi ini, ada ornamen berupa stupa bercabang 3 (tiga). Stupa bercabang 3 (tiga) bisa ditemukan si situs Gua Gajah. Bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa Gua Gajah merupakan pusat aktivitas dari 2 (dua) agama yang berbeda, yakni Hindu Syiwa dan Buddha. Belasan abad yang lalu, kompleks ini pernah menjadi tempat pertapaan untuk umat dari kedua agama tersebut. Para pendeta Hindu dan juga biksu Buddha sudah hidup berdampingan.

Pesan moral yang dapat diambil para pengunjung dan para peziarah adalah perbedaan keyakinan di dalam agama tidak seharusnya menghalangi terciptanya kerukunan dan juga kehidupan yang harmonis dalam masyarakat yang majemuk.

 

 

Referensi:

  1. Kamera Budaya (http://www.kamerabudaya.com/2017/04/goa-gajah-peninggalan-sejarah-hindu-dan-budha-di-gianyar-bali.html)

DISKUSI


TERBARU


ASAL USUL DESA...

Oleh Edyprianto | 17 Apr 2025.
Sejarah

Asal-usul Desa Mertani dimulai dari keberadaan Joko Tingkir atau Mas Karebet atau Sultan Hadiwijaya yang menetap di Desa Pringgoboyo, Maduran, Lamong...

Rumah Adat Karo...

Oleh hallowulandari | 14 Apr 2025.
Rumah Tradisional

Garista adalah Rumah Adat Karo di Kota medan yang dikenal sebagai Siwaluh Jabu. Rumah adat ini dipindahkan dari lokasi asalnya di Tanah Karo. Rumah A...

Kearifan Lokal...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Setiap Kabupaten yang ada di Bali memiliki corak kebudayaan yang berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lainnya. Salah satunya Desa Adat Tenga...

Mengenal Sejara...

Oleh Artawan | 16 Mar 2025.
Budaya

Pura Lempuyang merupakan salah satu tempat persembahyangan umat hindu Bali tertua dan paling suci di Bali. Terletak di lereng Gunung Lempuyang, di Ka...

Resep Layur Bum...

Oleh Masterup1993 | 24 Jan 2025.
Makanan

Ikan layur yang terkenal sering diolah dengan bumbu kuning. Rasa ikan layur yang dimasak dengan bumbu kuning memberikan nuansa oriental yang kuat...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dal...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...