Adalah seorang anak jejaka. Anak itu tidak dapat mengaji maupun sembahyang. Tapi ia ingin memperisterikan anak pak kyai. Pak kyai mempunyai dua orang anak.
Ia pernah mendengar kata-kata pak kyai itu kepada anaknya : ”Nak, kalau engkau ingin bersuami, suamimu harus hafal isi Qur'an yang tiga puluh jus. Kalau tidak, aku tidak mau meneri manya.”
Jejaka itu salah tafsir terhadap kata-kata pak kyai. Ia mengira bahwa yang harus menjadi suami anak pak kyai itu ialah laki-laki yang memiliki Qur'an banyak sekali.
Maka ia mencuri Qur'an banyak sekali, dipikul lewat di depan rumah pak kyai.
Pak kyai pun bertanya : ”Nak, apa itu?”
Jejaka menjawab : ”Kitab.” Pak kyai : ”Singgahlah sebentar. Anak dari mana?”
Jejaka : ”Saya dari Banyuwangi. Baru pulang belajar mengaji.”
Pak kyai : ”Oooo ...! Sekarang begini. Anak dari Banyuwangi? Jangan pulang dulu.”
Jejaka : ”Saya tergesa-gesa, pak.” Pak kyai : ”Nanti saya bayar ongkos perjalananmu.”
Jejaka : ”Tidak usah, pak. Saya akan pulang saja.”
Pak kyai : ”Kalau anak memaksa pulang, ini saya beri ongkos perjalanan. Tapi barang itu tinggalkan di sini. Kembalilah ke mari tiga hari lagi.”
Jejaka : ”Baiklah, pak.” Kemudian ia pun terus pulang.
Tiga hari kemudian, ia pun kembali ke rumah pak kyai. Maka pak kyai bertanya : ”Nak, kamu masih jejaka atau sudah punya keluarga?”
Jejaka : ”Saya masih jejaka, pak kyai.”
Pak kyai : ”Kalau begitu, engkau kukawinkan dengan anakku, saja. Maukah engkau?”
Jejaka : ”Entahlah. Saya pikir dulu,” jawabnya. Sebenarnya hatinya sangat senang.
Kemudian ia pun berkata kepada pak kyai : ”Baiklah. Saya bersedia pak kyai.”
Pak kyai : ”Engkau di sini tidak usah bekerja. Saya sangat ber sukur kalau engkau mau mengamalkan ilmumu. Tiap pagi engkau hanya keliling di sawah, tidak usah bekerja.”
Jejaka : ”Baiklah.”
Setelah kawin, resmilah ia menjadi menantu pak kyai. Dia dengan istrinya dibuatkan rumah sendiri. Kurang lebih setengah tahun ia menjadi menantu pak kyai, tetapi sama sekali tidak per nah terdengar suaranya mengaji. Maka pak kyai bertanya kepada anaknya yang kecil : ”Selama kakakmu di sini, kok tidak pernah membaca Al Qur'an?”
Anak : ”Ya, benar pak. Sebenarnya dia mempunyai Qur'an. Tapi tidak pernah terdengar suaranya mengaji.”
Kemudian adiknya bertanya : ”Kak, ayah ingin sekali mendengar suara kakak.”
Kakak (jejaka) : ”Suara yang bagaimana dik? Apakah saya di suruh marah?”
Adik : ”Tidak, tidak apa-apa. Kakak kan orang pandai.” jawabnya.
Kira-kira jam 12 malam terdengarlah suara kakaknya menga ji : ”Bismillah hirrokhmanirrahim. Kul kollu. Gellondhang kol lu. Gempol pait.”
Berulang-ulang ia mengaji. Yang dibaca tetap seperti itu. Dia sedang mengaji, mertua (pak kyai) sibuk mencari surat apa yang dibaca menantunya. Tetapi tidak ada dalam Qur'an. Paginya pak kyai bertanya : ”Nak.”
Menantu (jejaka) : ”Ya, pak.”
Pak kyai : ”Saya akan bertanya jangan salah paham. Surat apa yang kau baca semalam?”
Menantu : ”Di sini, pak.”
Dibukalah tiap-tiap halaman Qur'an, menantu tetap menga takan : ”Di sini pak, di sini,” sebenarnya memang tidak ada dan ia tidak dapat mengaji. Maka akhirnya pak kyai tidak senang, dan kemudian berkata : ”Kalau begitu, pergilah engkau dari sini. Kalau isterimu ikut, bawalah, Kalau tidak, tinggalkan saja.”
Maka ia pun pergi dari situ. Sebelumnya ia berkata kepada isterinya : ”Dik.” Isteri : ”Ya, kak.”
Suami (jejaka) : ”Saya sekarang diusir oleh bapak. Kalau engkau ikut, baik. Kalau tidak ikut, tidak apa.”
Akhirnya isterinya ikut juga. Mereka menyewa sebuah rumah di pinggir sawah. Suaminya berkata : ”Bagaimana dik. Tempat kita semula baik, sekarang jadi begini.”
Isteri : ”Biarlah kak. Asal kakak tetap baik kepadaku, aku pun demikian pula.”
Makin lama hidup mereka makin sulit. Akhirnya suaminya berkata : "Dik, pekerjaanmu kok sembahyang saja. Berhentilah Sembahyang.”
Isteri : ”Tidak bisa kak. Kalau saya belum mati saya tidak akan berhenti.”
Suami : ”Kalau begitu, makanlah dengan sembahyang itu.”
Kemudian suaminya pergi ke hutan mencari ular. Ular diba wa pulang agar menggigit isterinya. Ia baru pulang ketika hari sudah senja. Saat itu isterinya sedang sembahyang. Maka ia pun berkata kepada ular : ”Gigitlah orang itu.” Sambil berkata begitu ia meletakkan ular itu di depan isterinya yang sedang sembahyang. Isterinya tetap meneruskan sembahyangnya. Setelah selesai, di panggillah suaminya : ”Kak, ambillah ini.”
Suaminya datang, mengambil benda di depan isterinya. Ter nyata ular yang telah diletakkannya tadi telah berubah menjadi emas. Maka mereka pun bersenang-senang. Hidup berfoya-foya, sampai akhirnya emas itu pun habislah. Dan hidup mereka susah kembali.
Karena sudah tidak punya apa-apa lagi, maka ia bermaksud menyuruh isterinya menjual anjingnya.
Katanya : ”Dik.” Isteri : ”Ya, kak.”
Suami : ”Juallah anjing ini ke pasar.”
Isteri : ”Baiklah, kak.”
Anjing diikat, dimasukkan keranjang, kemudian dibawa ke pasar akan dijual kepada seorang Cina.
Isteri : "Tuan, belilah anjing ini.”
Cina : ”Coba saya lihat anjingnya.”
Isteri : ”Silahkan,” jawabnya. Cina ”Berapa harganya?”
Isteri : "Terserah tuan saja.”
Cina : "Sekarang begini saja. Toko ini saya serahkan kepada mu, dan anjing ini saya ambil.”
Isteri : ”Jangan bergurau, tuan. Tapi kalau tuan memang bersungguh-sungguh, harus ada saksinya.”
Maka dipanggillah beberapa orang untuk menyaksikan penu karan antara anjing dengan toko. Toko menjadi hak penjual anjing dan anjing menjadi hak pemilik toko. Sebenarnya anjing yang dibawanya tadi telah berubah menjadi emas.
Beberapa hari suaminya menunggu di rumah, tetapi isterinya tidak pulang. Akhirnya ia menyusul. Ia akan mencarinya di pasar. Ia mencari ke sana-ke mari, tidak juga bejumpa. Akhirnya di se buah toko, ia seperti melihat isterinya tetapi ia ragu-ragu. Kalau memang betul isterinya, mengapa berada di situ. Ia berjalan mon dar-mandir di situ sambil memperhatikan perempuan itu barangka li memang betul isterinya. Tak lama kemudian perempuan itu pun memanggilnya.: ”Kak, kemarilah.”
Suami : ”Dik, mengapa engkau ada di sini?”
Isteri : ”Anjing yang akan saya jual itu, ditukar dengan toko ini.”
Suami : ”Oooo ......! Jadi kalau demikian toko ini milikmu.”
Isteri : ”Bukan milik saya. Yang memiliki adalah kakak de ngan saya. Tapi kakak harus menurut apa yang saya katakan. Ini sudah kupilihkan pakaian yang baik.”
Suami : ”Bagaimana dik. Saya tidak mengerti apa-apa.”
Isteri : ”Belajarlah. Saya yang akan memberi pelajaran.”
Kemudian suaminya belajar sembahyang dan pelajaran lain yang baik. Dan akhirnya mereka pun hidup seperti orang lain dan berbahagia. Selesai.
Sumber: https://play.google.com/books/reader?id=gJkACwAAQBAJ&pg=GBS.PA52
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja