Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Tengah Sulawesi Tengah
5_Legenda Ikan Payol Dari Sulawesi Tengah
- 21 Mei 2018
Cerita Legenda Ikan Payol Dari Sulawesi Tengah ~ Mulanya kampung sipayo masih merupakan tanah kosong artinya belum ada penghuninya. Asal mula penduduk kampung ini menurut riwayat, adalah orang dari pantai Barat yakni sepasang suami isteri dan satu orang anak.
 



Riwayat kejadiannya, mula-mula mereka pergi ke Napo suatu pulau yang tidak ditumbuhi oleh kayu-kayuan. Tujuan mereka untuk mencari kina. Sesampai di Napo mereka pun turunlah. Perahu, mereka tinggalkan tanpa ditambatkan. Rupanya setelah air laut naik, perahu tersebut hanyut. Mereka pun terdampar di tengah laut tanpa dapat berbuat apa-apa. Akhirnya mereka mengumpulkan batu yang disusun sampai tinggi. Maksudnya agar mereka tidak sampai terendam dengan air laut.

Dalam keadaan demikian itu, mereka lalu memohon pertolongan kepada Yang Maha Kuasa, karena mereka tidak dapat berbuat apa-apa lagi.

Dengan tiba-tiba datang seekor ikan besar yang disebut ”Payol”. Begitu datang ikan Payol tersebut terus mendekati mereka. Mereka pun menyambutnya lalu mengeluarkan kepalanya sambil berkata. "Kalau engkau hendak menolong kami bertiga, rapatlah di timbunan batu ini."

Begitu ikan merapat, mereka pun naiklah. Setelah mereka  naik berangkatlah mereka. Setelah tujuh hari tujuh malam dalam perjalanan tanpa diketahui arahnya, mereka lalu terdampar di suatu tempat yang kemudian dinamakan Sipayo.

Setibanya mereka di tempat itu, maka berpesanlah ikan tersebut kepada mereka agar tempat ini diberi nama Payol. "Dan pergilah ke atas ke ulu. Tinggallah di sini." kata ikan tersebut.
 
Mereka pun pergilah dan setiba ditempat itu sama sekali tidak ada makanan. Untunglah selama mereka dalam perjalanan tujuh hari tujuh malam, mereka sedikit pun tidak merasa lapar. Setelah tiga malam, mereka di tempat itu, barulah terasa perut mereka lapar. Namun ditempat itu belum juga diketemukan seorang manusia. Mereka beristirahat dan duduk-duduk sebentar. Tidak lama kemudian mereka mencium bau api. Lalu berkata laki-laki itu. "Rupanya ada api. Di mana api ini?". Maka pergilah mereka mencarinya. Tidak berapa lama mereka mencarinya. Rupanya perapian itu baru saja dibuat orang.

Maka diambilnya satu batang kayu api yang masih membara dan dibawanya ke tempat mereka duduk tadi. Setibanya di tempat itu, berkatalah laki-laki tersebut. "Api sudah ada, tetapi makanan belum ada." Tiba-tiba kedengaran pula orang batuk-batuk, lalu dicarinya orang itu, orang itu ditemukan di suatu kebun jagung. Rupanya itulah orang Tajio, penduduk pertama di tempat itu. Tetapi ia pun hanya hidup bersama isterinya. Mereka saling bersamaan, bercakap-cakap dan saling bertanya Orang Tajio itu tanya, "Saudara dari mana?"  "Kami dari Pantai Barat."

Maka berceritalah orang yang ditolong ikan Payol tersebut kepada orang Tajio itu. Berkata orang Tajio kepada si pendatang bahwa hanya merekalah suami-isteri yang hidup di tempat ini. Oleh sebab itu mereka mengajak si pendatang untuk tinggal di situ bersama mereka. Kemudian mereka mengantar pendatang itu ke atas gunung ke kebun mereka yang lain. 

Karena pertolongan itulah maka mereka bertiga yang dibantu oleh ikan Payol itu sudah dapat hidup, karena sudah ada makanan.

Setelah berapa lama mereka hidup di tempat itu, di kebun yang diberikan oleh orang Tajio itu, maka berkatalah sang isteri kepada suaminya. "Sudah sekian lama kita berada di tempat ini, apa gunanya kita selalu kesepian begini. Berusahalah mencari jalan keluar agar terlepas dari kesunyian di tempat ini."

Adapun sang suami bernama Daesala, orang itu bernama Daesumandi sedangkan sang anak bernama Daemaji.

Setelah mendengar perkataan isterinya itu, maka Daesaala pergi ke gunung. Sebelum berangkat, ia berkata kepada isterinya, "Kamu tinggal di tempat, saya pergi ke gunung", sesampai di lereng gunung tersebut, dengan segera ia mendaki sampai ke puncak. Di puncak tersebut, dipanjatnya pula kayu yang paling tinggi lalu melihat ke bawah. Kelihatanlah kampung disebelah baratnya. Katanya dalam hati, "Barangkali itulah kampung saya, kampung Dando."

Setelah diamatinya baik-baik, maka turunlah ia dengan segera, lalu pergi menemui isterinya. Setibanya di tempatnya ia berkata kepada isterinya, "Marilah kita berangkat. Kita berangkat ke Dando." Setibanya di Dando ia pun menemukan kembali keluarganya dan diajaknya ke Sipayo sejumlah tujuh belas rumah tangga. Di Sipayo mereka membuka kebun.

Hingga sekarang, turunan dari orang yang pernah ditolong oleh ikan Payol itu tidak lagi dibolehkan makan ikan Payol, bahkan menyentuh pun tidak boleh. Ikan Payol adalah sejenis ikan yu.

Sesudah Belanda datang, kampung Payol diubah namanya menjadi Sipayol, sampai sekarang.

Sumber : Cerita Rakyat Daerah Sulawesi Tengah
http://alkisahrakyat.blogspot.co.id/2016/03/cerita-legenda-ikan-payol-dari-sulawesi-tengah.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Vila Van Resink
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Gereja Kristen Jawa Pakem Kertodadi
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Cepet Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Situs Potro
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Sambal Matah
Makanan Minuman Makanan Minuman
Bali

Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati

avatar
Reog Dev