Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Utara Sulawesi Utara
5_Cerita Puteri Ngiangnilighide Ditawan oleh Himbawo Raja Siau
- 21 Mei 2018
Alkisah Rakyat ~ Menurut cerita orang-orang tua, tuturang datuk moyang, putri Ngiangnilighide bersemayam di suatu tempat yang berbukit batu. Pada suatu waktu saudaranya yang bernama Araro dan Makakundai sibuk membuat perahu di tempat yang bernama Singkaha (dekat dusun Ataurano sekarang). Yang menemani putri Ngiangnilighide pada saat itu hanyalah saudaranya yang bernama Dalinsar dan hambanya Wuso.
ilustrasi : puteri ngiangnilighide
Sekonyong-konyong nampaklah rombongan penyerang dari Siau, raja Himbawo (pada waktu itu berkedudukan di Pehe) dan pahlawannya yang terdiri dari Mehade, Limbe dan hambanya Wuso. Setelah puteri Ngiangnilighide melihat perahu rombongan penyerang yang berada di laut itu ia merasa takut dan cemas sehingga ber"Kelantok"lah ia sebagai berikut:
"Hai Araro, tidakkah anda bermimpi,
Hai Kundai, tidakkah anda berangan,
Tidak mengimpikan saudari,
Tidak mengangankan putri,
Mahligai 'kan hanyut,
Puri 'kan terbawa arus,
Terhanyut oleh seruling,
Terbawa oleh siulan?"
Raja Himbawo bersiap untuk mendarat dengan penuh harapan akan hasrat hatinya yang menjadi idaman sepanjang hari dan impian sepanjang malam yakni ingin mempersunting seorang putri yang cantik. Ber"Kelantok"lah ia kepada Mahade agar turun kedarat demikian :
"Berserulah hai rekan Mahade
Menyeranglah hai Rumingang Solang
Terjunlah ke depan
Meloncatlah duluan
Terjunlah ke medan perang”
Setelah Mahade mendengar "Kelantok" yang dibawakan raja Himbawo ia segera terjun melawan Dalinsar. Mahade tewas dibunuh Dalinsar dan mayatnya dibujurkan Dalinsar di atas pertahanan batu. Sementara itu berkelantoklah dan bersyairlah raja Himbawo melepaskan perwiranya.
"Bertepiklah hai kawan Limbe
Menyerbulah hai Lumbalung
Terjunlah ke muka
Meloncatlah pertama
Terjunlah ke gelanggang tempur"
Limbe pun memasuki medan pertempuran, tetapi tiba-tiba kembalilah ia, surutlah langkahnya dengan cepat karena dilihatnya Mahade telah terbunuh dan terletak di atas susuan batu. Setelah raja Himbawo melihat Limbe kembali maka mulailah ia dan berkelantok:
"Kutetak kau Limbe
Kusayat kau Limbalung
Limbe lari kecemasan
Pontang panting ketakutan".
Limbe pun segera menjawab, menyampaikan pembelaannya.
"Tidaklah lari kecemasan, pontang-panting katakutan Tuan. Tapi datang menyampaikan warta, Kembali mempersembahkan berita mengkhabarkan rekan Mahade, telah tewas medan bakti."
Setelah mendengar peristiwa tersebut raja Himbawo berkelantok memanggil Mawal :
"Terbanglah hai teman Mawal, sergaplah hai Manensundang. Meloncatlah ke awal, terjun ke arena pertarungan."
Si Mawal segera melibatkan diri dan Dalinsar tewas oleh tangannya.
 
 
Sesudah Dalinsar terbunuh, Wuso melarikan diri. Dengan demikian maka putri Ngianghilighide ditawan Himbawo, muat ke dalam perahu dan dibawa ke Siau. Namun karena Ngianghilighide sakti, setelah tiba di Pehe menjelmalah ia menjadi air. Seluruh diinya melebur menjadi cair. Untung dapat diselamatkan ditadah dalam piring Maluku (piring pusaka kerajaan).

Kembali kepada Araro dan Makakundai, kita lihat bahwa pada waktu itu pada Araro dan Makakundai telah sampai bertentang ditawannya saudara perempuan mereka oleh Himbawo. Dengan serta merta mereka menyusul ke Pehe bersama hamba mereka Wuso. Wuso menyamar sebagai wanita. Berkain, membawa puan, bersanggul bagaikan datuk leluhur, rambutnya menarik. Benar-benar sebagai seorang wanita dan untuk buah dad*nya digunakan tempurung.

Ketika ia tiba di Pehe, hari telah malam. Di sana banyak orang tengah bernyanyi-nyanyi sambil memukul gendang memuja untuk membangkitkan gairah seolah-olah membangunkan Ngianghilighide menjagakannya menjadi manusia biasa lagi lepas dari penjelmaannya menjadi air itu.

Pada waktu itu mereka berkumpul di istana Himbawo. Ketika Wuso terlihat oleh raja Himbawo, ia langsung ditegur ditanyakan entah ia abdi dari mana atau pelayan siapa. Wuso menjawab, bahwa ia hamba dari Ulu, pesuruh dari pedalaman datang mengikuti bunyi gendang, menurut gema tabuh, terhimbau oleh irama gendang raja. Himbawo mengatakan bahwa mereka sedang memuja si putri yang telah menjelma menjadi air. Mendengar hal tersebut Wuso bersembah, memohon kepada raja Himbawo agar diberi izin untuk mendekati putri. Permintaannya dikabulkan raja Himbawo.

Dihampirinya piring itu seraya berkata: "Inilah hambamu, inilah abdimu Wuso." Setelah mendengar dan melihat hambanya Wuso berada di samping, tiba-tiba air itu berubah menjadi telur. Tak ayal lagi telur itu di jemput Wuso, disembunyikannya dalam saku bajunya. Pada saat itu juga Wuso meminta kepada raja agar suasana diheningkan. Selain hamba, Wuso ternyata mempunyai kesaktian juga. Setelah mendekati Tuannya, Sang Puteri, maka raja Himbawo beserta orang banyak itu menjadi diam hingga mereka tertidur.

Telur yang dijemputnya dari piring Maluku dan yang dimasukkan dalam bajunya itu dibawanya keluar untuk diberikan kepada Araro saudaranya. Namun Wuso masih juga mencoba melihat apakah benar raja Himbawo bersama orang banyak itu telah tertidur lenyap. Diambilnya lesung, disentak-sentaknya dalam istana, tapi tak seorangpun yang terjaga.

Telur itu dibawa oleh Wuso ke Ulu dan bertemulah ia kembali dengan Araro dan Makakundai. Diceritakannya bahwa Ngiangnilighide telah kembali namun sudah berubah menjadi sebutir telur. Ia segera mengajak mereka berangkat pulang tapi segera pula menambahkan, "Baik kita urungkan sebentar karena saya ingin memeriksa perahu-perahu di pantai Ulu ini apakah masih lengkap alat-alatnya dan kuat. Dan memang benar ada beberapa perahu yang kuat dan dirusakkannya perahu-perahu itu. Setelah selesai mereka bergegas meninggalkan Ulu menuju Sangir.

Tersebutlah raja Himbawo dan orang banyak terbangun dari tidur mereka. Melihat piring Maluku sudah kosong timbullah pikiran mereka bahwa yang membawa atau mencurinya pasti orang yang bernama Wuso karena ia tak nampak lagi. Mereka bersepakat untuk memburunya.

Pengejaran terjadi dari darat hingga ke lautan. Rombongan Araro dan Makakundai bersama hamba mereka Wuso dapat di kejar di antara Batunang dan Saling. Disana mereka saling membunuh. Wuso tewas dan raja Himbawo beserta rombongannya habis menemui ajal, mereka di bunuh oleh Araro dan Makakundai.

Demikianlah cerita orang-orang tua dahulu kala mengenang Ngiangnilighide ditawan Himbawo raja Siau.

Referensi Saya : Berbagai Sumber
Sumber: http://alkisahrakyat.blogspot.co.id/2015/11/cerita-puteri-ngiangnilighide-ditawan.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline