Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Bengkulu Bengkulu
5_Cerita Legenda Batu Kuyung
- 20 Mei 2018
Cerita Legenda Batu Kuyung ~ Tajungmeranti adalah sebuah dusun kecil. Letaknya sangat jauh terpencil di pedalaman. Dusun ini hanya mempunyai sebuah jalan setapak yang menghubungkannya dengan desa yang lebih banyak penduduknya. Di dusun ini hidup satu keluarga petani yang sangat sederhana. Mereka mempunyai dua orang anak, yang sulung, laki-laki, bernama Dimun dan  yang bungsu, perempuan bernama Meterei.

Sebagai petani dan pencari ikan, pagi-pagi benar mereka telah pergi ke sungai. Sambil mandi, mereka melihat bubu yang dipasang kemarin sore. Setelah ikan di dalam bubu diambil, umpan diganti dan bubu itu dipasang kembali.
 
Sementara ibu memasak makanan, ayah mempersiapkan peralatan yang akan dibawa ke kebun, seperti cangkul, parang, sabit, tali untuk mengikat kayu besar, serta beronang (sejenis keranjang yang dibawa dengan cara digendong dibelakang dan talinya dikaitkan di kepala). Suami istri itu sangat sibuk dengan pekerjaan sehingga kurang kurang memperhatikan pendidikan anak-anak mereka. Akibatnya, anak-anak itu tumbuh dan berkembang dengan sendirinya diasuh oleh alam sekitar. Budi pekerti mereka buruk, pekerjaan orang lain selalu mereka cemooh. Pekerjaan mereka setiap hari hanya bermain dan minta makan. Kelakuan mereka selalu mengecewakan orang tua. Orang tua mereka merasa gelisah dan khawatir memikirkan masa depan mereka.

Apabila pekerjaan di kebun sedang senggang ayah dan ibu mereka mencari bambu untuk membuat kerajian anyaman seperti bubu, beronang, dan bakul untuk keperluan di rumah atau dijual pada hari-hari pekan (pasar yang diselenggarakan kurang lebih 1 minggu sekali) di desa untuk menambah uang belanja mereka.

Pada suatu hari menjelang hari pekan, mereka sangat sibuk mengerjakan anyaman yang akan dijual ke pasar sehingga lupa menyediakan makanan untuk kedua anak mereka. Dimun dan Meterei yang merasa lapar tidak mendapat pelayanan dari orang tua mereka menjadi marah. Mereka merusak hasil pekerjaan ayah dan ibu mereka. Kata Dimun kepada ayah dan ibunya, "Untuk apa bakul, bubu, dan beronang peot itu, tidak akan mengenyangkan perut."

Mereka marah di dalam hati melihat kenakalan kedua anak itu. Banyak hasil pekerjaan mereka yang rusak harus diperbaiki lagi. Tentu memakan waktu dan tenaga untuk mengerjakan itu. Jika tidak diperbaiki, barang dagangan itu tidak akan laku dijual dipasar. Oleh karena itu, mereka pun mulai memperbaiki dengan hati yang sangat kesal.

Sementara itu, perut Dimun dan Meterei semakin lapar. Mereka mulai merengek minta makan kepada ibu mereka, "Bu, makan, kami lapar, dari pagi belum makan."
 
"Pergilah, minta kepada ayah!" hardik ibu mereka. "Ayah, kami minta makan, lapar sekali, dari pagi belum makan. "Pergilah, minta kepada ibumu!" bentak ayah mereka. Kedua anak itu segera menemui ibu mereka. Mereka mendapat perlakuan seperti tadi lagi. "Mintalah makan kepada ayahmu!" kata ibu mereka.

Begitulah berulang-ulang sampai anak-anak itu kesal dan merajuk. Lalu, mereka pergi ke kebun dibelakang rumah. Kebun itu tidak jauh, hanya dipisahkan dengan kandang ternak. Di kebun itu ada sebuah batu yang mereka sebut Batu Kuyung. Batu itu kira-kira sebesar badan sapi yang sedang duduk. Dimun dan Meterei setiap hari bermain di situ. Pada waktu itu pun mereka naik Batu Kuyung seperti orang naik kuda sambil mendendangkan lagu berikut ini.
Tinggi-tinggilah kau Batu Kuyung
Ibu dan Ayah
Tidak memberi kami makan
Dengan takdir Yang Maha Kuasa batu itu menjadi lebih tinggi. Dimun kembali mendendangkan lagu tadi dan terjadi keajaiban, batu meninggi lagi. Begitu seterusnya sampai batu itu menjadi sangat tinggi seperti pohon kayu yang menjulang ke langit. Orang tua mereka sudah selesai memperbaiki barang dagangan yang akan dijual. Lalu, mereka teringat kepada kedua anak mereka. Mereka memanggil, "Dimun, Meterei, di mana kalian? Pulanglah, kita makan bersama!"

Akan tetapi, tidak ada jawaban. Keadaan di rumah itu tetap sunyi.  "Bu, di mana anak-anak kita? Mari kita cari."

Suami istri itu keluar mencari Dimun dan Meterei ke sana kemari sambil berteriak-teriak sekeliling rumah. Mereka terkejut ketika melihat Batu Kuyung menjulang tinggi seperti pohon dibelakang rumah.

Ketika mereka tercengang memandang ke puncak batu itu, tampaklah sayup-sayup  Dimun dan Meterei sedang duduk santai sambil terus mendendangkan lagu tadi.

"Hai Nak, turunlah kalian. Ayah dan ibu akan memberi kalian makan!" teriak ayah mereka sambil membawa kapak untuk menebang Batu Kuyung.

Usaha ayah mereka sia-sia belaka. Batu itu tetap kokoh, terus meninggi mengikuti irama lagu yang didendangkan Dimun dan Meterei. Rasa lapar mereka telah hilang. Mereka merasa senang naik tinggi sekali, melihat pemandangan indah dari puncak Batu Kuyung. Panggilan ayah dan ibu mereka yang sekuat tenaga berteriak tidak terdengar lagi. Usaha ayah mereka menebang batu itu pun tidak berhasil, bahkan kapak yang digunakannya hancur berantakan.

Mereka kehabisan akal. Tidak seorang pun di sekitar Batu Kuyung dapat mereka minta pertolongannya. Dengan putus asa mereka duduk berlutut menghadap batu itu sambil meratapi anak mereka. Mereka merasa menyesal mengapa permintaan anak mereka tadi tidak diluluskan.

Akhirnya, Dimun dan Meterei sampai ke langit dengan kekuatan gaib mereka menghilang  entah kemana dan tidak pernah kembali. Setelah kedua anak itu dibawa sampai ke langit, Batu Kuyung pun roboh dan menimpa rumah mereka. Ayah dan ibu Dimun terjepit batu hingga tewas.

Kesimpulan :
Pendidikan mempunyai arti sangat penting dalam mengantarkan anak ke tingkat kedewasaan. Bekal ilmu lebih berharga dari pada harta. Ilmu yang banyak akan membentuk pribadi yang tangguh, terampil, dapat hidup mandiri, dan mempunyai rasa percaya diri yang tinggi. Keberhasilan pendidikan merupakan tanggung jawab orang tua. Anak yang berilmu tinggi, budi pekertinya semakin baik. Seperti ilmu padi, semakin berisi semakin merunduk.

Sumber : Cerita Rakyat Dari Bengkulu oleh H. Syamsuddin dkk.
http://alkisahrakyat.blogspot.co.id/2016/02/cerita-legenda-batu-kuyung.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline