Ada sebuah cerita tentang seekor kera dengan seekor burung · bangau. Kata kera kepada boning bangau, "Baiklah kita · menanam pisang". Sahut burung bangau, "Ya, baiklah kita pergi". Mereka berdua mulai menanam pisang, tetapi agak berjauhan. Tidak lama kemudian, sesudah menanam pisang, bertanyalah burung bangau kepada kera, "Hel kera, sudah besarkah pisang yang kita tanam bersama-sama? Latu kera menyahut, "Belum besar karena bila sudah mulai. bertunas saya pangkas lagi." Latu kata burung bangau kepada kera, "Pisangku sudah hampit' berbuah".
Tidak berapa lama kemudian, kera itu datang lagi menjumpai ounmg bangau, katanya, "Bagaimana keadaan pisangmu sekarang?" · Sahut burung bangau, "Pisang saya sudah berbuah". Pada ·saat. kera menganggap bahwa pisang burung bangau· itu sudah masak, ·pergi melihatnya. Setelah sampai, dilihatnya pisang burung bangau itu sudah masak. Dengan segera kera mengambil pisang itu lalu dimakan semua.
Pada saat kera sedang makan pisang, burung bangau datang dan berkata, "Kera, berikan juga saya separuh". Akan tetapi, kera tak mau dan bahkan burung bangau hanya dirannsang ait liurnya. Burung bangau itu kembali sambil mengeluh, "buah pisang yang saya tanam telah habis dimakan oleh kera." Kebetulan sekali keluhan burung bangau itu terdengar oleh seekor kepiting. Kepiting bertanya dah).m hati, "Siapakah yang mengeluh itu?" Setelah diperhatikan, ternyata yang mengeluh adalah seekor burung bangau. Kepiting itu bertanya, Apa sebabnya engkau mengeluh sepanjang jalan burung bangau?"
Burung bangau itu mejawab, "Saya dan kera bersama-sama menanam pisang, tetapi pisang yang ditanamnya tidak berhasil sebab kalau sudah bertunas, dia mulai lagi mengeratnya, sedangkan saya memelihara pisangku dengan baik". Sesudah buah pisng saya itu masak, diambil dan dimakan semuanya. Saya tak diberi, sedangkan saya yang menanamnya. ltulah sebabnya hati saya merasa. sedih ,mengeluh sepanjang jalan.
Kemudian, kepiting berkata kepada burung bangau, "Sabarlah nanti kita pergi bersama-sama menggigit buah zakamya". Maka berangkatlah burung bangau mengantar kepiting ke tempat burung bangau menanam pisang, Pada waktu mereka sampai . qi tempat i.tu dilihatnya ke atas kera sedang makan pisang. Ketika kepiting itu sudan sarnpai ke puncak pohon itu, ia pun menggigit buah jakar kera. Kera itu menjerit-jerit kesakitan Jalu jatuh ke tanah. Satu malam sesudah buah pelir kera itu digigit kepiting, Ialu bernanah.
Diperasnya nanah buah pelir itu, kemudian dijual kepada orang banyak. Nanah buah pelir itu dibeli orang dengan· sebuah gendang. Kera itu ·memukul-mukul gendangnya sambil berkata, "Bunyi gendangku amat merdu, harga dari nanah pelirku." Kemudi burung bangau berkata kepada kera. "Hei kera, bunyi gendanngmu tu akan bertambah keras dan merdu, jika engkau rendam dalam air selama tiga hari .tiga malam. Mendengar saran burung bangau itu, ia pun berpikir sejenak. kemudian mengambil kesimpulan bahwa mungkin benar bunyi gendang itu akan bertambah keras dan merdu bila saya rendam di dalam air selama tiga hari malam. Ia pun pergi inerelidam gendang itu ke dalam air.
Sesudah tiga hari tiga malam terendam dalam air, ia pergi mengambilnya kembali lalu mulai memukul-mukulnya. Dia perhatikan dengan balk ternyata tak keras dan tak merdu bunyinya.. Kera itu marah burung bangau, lalu dikejarnya. Burung bagau ilu terbang ke udara kemudian hinggap di atas pohon beringin. Jadi, burung bangau tetah memberikan ganjaran karena kera sudah menghabiskan buah pisangnya.
Sumber: https://play.google.com/books/reader?id=k08CCwAAQBAJ&hl=id&printsec=frontcover&pg=GBS.PA76
Vila Van Resink adalah bangunan cagar budaya berbentuk vila yang terletak di Jalan Siaga, Kalurahan Hargobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pemilik awal vila ini adalah Gertrudes Johannes "Han" Resink, seorang anggota Stuw-groep , sebuah organisasi aktif pada Perang Dunia II yang memperjuangkan kemerdekaan dan pembentukan negara demokratis Hindia Belanda. Bangunan tersebut dibangun pada masa pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari station hill (tempat tetirah pada musim panas yang berada di pegunungan) untuk boschwezen dienst (pejabat kehutanan Belanda). Pada era Hamengkubuwana VII, kepengelolaan Kaliurang (dalam hal ini termasuk bangunan-bangunan yang berada di wilayah tersebut) diserahkan kepada saudaranya yang bernama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Mangkubumi. Tanah tersebut lantas dimanfaatkan untuk perkebunan nila, tetapi kegiatan itu terhenti kemudian hari karena adanya reorganisasi pertanian dan ekonomi di Vors...
Gereja Kristen Jawa (GKJ) Pakem Kertodadi adalah salah satu gereja di bawah naungan sinode Gereja Kristen Jawa, yang terletak di Jalan Kaliurang km. 18,5, Padukuhan Kertadadi, Kalurahan Pakembinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Awal mula pertumbuhan jemaat gereja ini berkaitan dengan keberadaan Rumah Sakit Paru-Paru Pakem, cabang dari Rumah Sakit Petronela (Tulung), yang didirikan di wilayah Hargobinangun. Sebelum tahun 1945, kegiatan keagamaan umat Kristen diadakan secara sederhana dalam bentuk renungan atau kebaktian pagi yang berlangsung di klinik maupun apotek rumah sakit yang dikenal dengan nama "Loteng". Para perawat di rumah sakit tersebut juga melakukan pelayanan kesehatan ke dusun-dusun di sekitarnya, yaitu Tanen, Sidorejo, Purworejo, dan Banteng. Menurut Notula Rapat Gerejawi, jemaat gereja ini mengadakan penetapan majelis yang pertama kali pada 21 April 1945. Tanggal tersebut lantas disepakati sebagai hari jadi GKJ Pa...
Situs Cepet Pakem adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Cepet, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Berdasarkan temuan dua buah yoni dan sejumlah komponen arsitektur candi di sekitarnya, situs ini diduga merupakan reruntuhan sebuah candi Hindu dari masa klasik. Lokasinya kini berada di area permakaman umum Padukuhan Cepet, berdekatan dengan sebuah masjid. Benda cagar budaya (BCB) utama yang ditemukan di situs ini adalah dua buah yoni yang terbuat dari batu andesit. Kondisi keduanya telah rusak, sedangkan lingganya tidak ditemukan. Yoni pertama awalnya berada di pekarangan penduduk bernama Pujodiyono, tetapi sekarang dipindahkan di halaman makam. Yoni ini memiliki ukuran relatif besar dengan bentuk yang sederhana, yaitu lebar 134 sentimeter, tebal 115 sentimeter, dan tinggi 88 sentimeter. Bagian bawah cerat yoni tersebut tidak bermotif dan memberikan kesan bahwa pengerjaannya belum selesai. Sementara itu, terdap...
Situs Potro atau Pancuran Buto Potro adalah situs arkeologi yang terletak di Padukuhan Potro, Kalurahan Purwobinangun, Kapanewon Pakem, Kabupaten Sleman, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Situs ini terdiri atas dua benda cagar budaya (BCB) utama yang seluruhnya terbuat dari batu andesit, yaitu jaladwara dan peripih. Jaladwara di situs ini oleh masyarakat setempat dikenal dengan nama Pancuran Buto, karena bentuknya menyerupai kepala raksasa (kala) dengan mulut terbuka, gigi bertaring, dan ukirannya menyerupai naga. Sementara itu, keberadaan peripih berukuran cukup besar di situs ini menimbulkan dugaan bahwa pernah berdiri sebuah bangunan keagamaan di sekitar lokasi, kemungkinan sebuah candi, meskipun bentuk dan coraknya tidak dapat dipastikan karena minimnya artefak yang tersisa.
Resep Sambal Matah Bahan-bahan: Bawang Merah Cabai Rawit Daun Jeruk Sereh Secukupnya garam Minyak panas Pembuatan: Cincang bawang merah, cabai rawit, daun jeruk, dan juga sereh Campur semua bahan yang sudah dicincang dalam satu wadah Tambahkan garam secukupnya atau sesuai selera Masukkan minyak panas Aduk semuanya Sambal matah siap dinikmati