Cerita Rakyat
Cerita Rakyat
Cerita Rakyat Sulawesi Utara Sulawesi Utara
5_Cerita Gumansalangi dan Putri Kondawulaeng
- 21 Mei 2018
Cerita Gumansalangi dan Putri Kondawulaeng ~ Dahulu kala menurut cerita datuk moyang, di Kotabatu, sebuah negeri pulau Mindanao Fillipina Selatan bersemayamlah seorang raja Kota Batu. Beliau mempunyai seorang putera yang bernama Gumansalangi. Namun Putera ini berbudi pekerti tidak baik, sehingga ia dikucilkan di tengah hutan rimba, tempat mana kemudian diberi nama Marauw. Dalam pengasingan itu barulah hati Gumansalangi tergugah dan menyesali perbuatannya yang tidak baik. Ia meratap tiada berkeputusan dan ratapan tangisnya itu keengaran hingga kepada Sang Hyang, Raja Kayangan Sang Hyang pun turunlah ke bumi menuruti bunyi ratapan itu dan dijumpainya seorang putera raja yang hidup sebatang kara di tengah-tengah hutan rimba, sehingga menimbulkan rasa belas kasihan.
 

Sekembalinya di kayangan, ditanyakanlah puteri-puterinya "siapa yang rela berkorban untuk menolong seorang putera yang malang di dunia, bahkan berkenan menjadi pujaannya?" Permintaan sang ayah tiada diterima oleh puteri-puterinya kecuali si bungsu, puteri yang senantiasa patuh menjalankan perintah beliau.

Puteri bungsu tersebut bernama Kondawulaeng atau Sangiangkonda turun ke dunia dan menyamar sebagai seorang yang berpenyakit puru. Bau yang sangat menusuk hidung tercium oleh putera yang diasingkan itu dan setelah diikutinya asal bau tersebut, ternyata berasal dari seorang wanita berpenyakitan. Walaupun demikian Gumansalangi tidak merasa jijik, malah diajaknya berdiam bersamanya. Ajakan itu ditolak karena rasanya tidak layak untuk hidup bersama seorang yang sehat, segar bugar. Berhubung putera itu mengajaknya terus menerus akhirnya diterimanya juga dengan penuh rasa haru didorong oleh budi luhur berdasarkan peri kemanusiaan serta pribadi yang bertanggung jawab, dilayani dan dirawatnyalah wanita bercacat itu dengan semestinya. Tetapi setelah beberapa hari wanita itu menghilang. Ia kembali ke kayangan untuk menyampaikan berita kepada Sang Hyang bahwa putera yang diasingkan itu memang benar-benar telah bertingkah laku wajar dan ksatria.

Kondawulaeng disuruh kembali lagi oleh Sang Hyang ke dunia untuk kedua kalinya. Kali ini ia menyamar sebagai wanita berpenyakit kulit yang baunya tengik sekali dan tercium kembali oleh putera yang dibuang itu. Sebagai peristiwa pertama begitulah pula diperbuatnya terhadap wanita yang bercacat itu. Beberapa hari kemudian si wanita juga menghilang, pergi memberi laporan kepada Sang Hyang mengenai perilaku Gumansalangi tersebut.

Sang Hyang tiada merasa sangsi lagi, tetapi merasa yakin bahwa Gumansalangi telah kembali sebagai putera yang bersifat Ksatria dan berbudi luhur. Oleh sebab itu sang hyang menyampaikan amanatnya kepada puterinya Kondawulaeng untuk ke dunia mendampingi seumur hidup putera Gumansalangi. Puteri Kondawulaeng turun sebagai puteri kayangan yang cantik molek menjadi pujaan putera Gumansalangi untuk menghuni dunia bermukim di tempat sesuai amanat Sang Hyang. Keberadaan puteri di tengah hutan rimba dalam keindahannya menebarkan bau wangi semerbak yang melintasi hidung Sang Putera yang dilanda kesepian.

Putera sebatang kara itu pun bangkitlah menuju ke arah wangi yang mempesonakan. Alangkah tertegun ia melihat seorang puteri yang cantik parasnya. Bahkan seorang bidadari kayangan dengan wajah yang gemilang, sehingga jatuh pingsanlah ia. Melihat kejadian itu puteri Kondawulaeng meraih tiga buah kembang melati yang tidak jauh dari tempat tersebut dan merendamnya dalam air pada telapak tangannya. Kemudian dipercikkannya ke muka putera Gumansalangi hingga sesaat kemudian sadarlah ia kembali.

Sesudah ia sadar dimintanya maaf atas keadaannya yang telah mengganggu dan merepotkan sang puteri hingga ia menjadi siuman. Namun Kondawulaeng menganggap hal itu bukan suatu gangguan malah sebagai tugas sesuai pesanan Sang Hyang raja kayangan. Ia berkewajiban menolong sang putera dalam keterasingannya yang berkat penyesalannya telah kembali ke jalan yang benar bersifat ksatria sebagai seorang pangeran. Untuk itu ia sendiri telah rela menjadi teman hidup selama hayat di kandung badan.
 
 
Mendengar ungkapan isi hati puteri tersebut, Gumansalangi memohon ampun dan maaf karena merasa tidak layak bersanding dengannya. Namun puteri Kondawulaeng menyambut ucapan putera itu dengan untaian kata-kata yang dapat menimbulkan kepercayaan diri sendiri. Dikatakannya bahwa kehadirannya telah direstui oleh Sang Hyang raja Kayangan dan bahwa ia telah ditakdirkan untuk hidup di alam mayapada ini bersama Gumansalangi sebagai suami istri. Di samping itu pula sang hyang telah berpesan bahwa sesudahnya keduanya harus menuju ke tempat yang baru ke arah matahari terbit. Di tempat mana waktu mereka tiba akan disambut dengan hujan lebat, guntur bergemuruh bertalu-talu dan kilat sambung menyambung. Sang Hyang juga memerintahkan saudara laki-laki Kondawulaeng untuk menemani mereka berdua dan menyaru sebagai ular sakti yang akan dipergunakan sebagai alat dalam perjalanan itu.

Mendengar ucapan puteri itu, yakinlah Gumansalangi bahwa ia telah terlepas dari hukuman pengasingannya dan ia akan mulai membuka lembaran hidup baru bersama puteri Kondawulaeng. Setelah pangeran Bawangunglare turun dari kayangan, ia menyaru sebagai ular sakti dan dijadikan sebagai kendaraan oleh puteri Kondawulaeng dan Gumansalangi. Perjalanan mereka diawali dengan mengitari Kotabatu tiga kali berturut-turut tengah malam, sehingga menggemparkan penduduk Kotabatu karena cahaya menikan ular itu gemerlapan di malam gelap. Para tua-tua menentramkan kegemparan itu dengan menjelaskan bahwa ular sakti itu adalah kendaraan dewa-dewa dari Kayangan.

Sesudah itu berangkatlah mereka menuju ke arah Timur dan tibalah di pulau Marulung (Balut) namun tiada dijumpai tanda-tanda sebagaimana perjalanan dan mendarat di pulau Tagulandang, Nusa Mandalokang (nusa daun), mendaki gunung Ruang, tetapi tempat itu tidak memenuhi syarat untuk permukiman karena mereka tidak disambut oleh hujan, guntur dan kilat. Kembali mereka lagi menuju ke Siau, Nusa Karangetang (Nusa Ketinggian) dan mendaki Gunung Tamata. Setelah tinggal seketika, disitu pun tidak diperoleh tanda-tanda turunnya hujan, berguruhnya guntur dan bersambungnya kilat. Ditinggalkannya Bowon Tamata dan mengarahkan haluan ke pulau Sangihe Besar, Nusa Tampulawo (Nusa padat penduduk) serta langsung mendaki gunng Sahendarumang. Setiba keduanya di puncak Sahendarumang mereka diliputi kabut dan turunlah hujan lebat, guntur bergemuruh bersahut-sahutan disertai pancaran-pancaran kilat sambung menyambung sehingga sekitar tempat tersebut terang benderang selama tiga hari tiga malam. Sesudah keadaan menjadi reda putra Gumansalangi dan putri Kondawulaeng menjadi yakin bahwa itulah tempat bermukim mereka yang baru.

Kemudian turunlah keduanya ke kaki gunung ke arah timur menuruti aliran sungai Balau. Di sana keduanya disambut oleh penduduk setempat, dielu-elukan dan dipuja serta di situ pula keduanya dipelihara (di"sasaluhe"), sehingga tempat itu disebut Saluhang atau Salurang. Keduanya diberi nama baru, Gumansalangi disebut Wajin Medelu, katanya bagaikan jin guntur (delu guntur) dan Kondawulaeng disebut Sangiang Mekila (kila = kilat). Wajin Medelu dilantik oleh penduduk di tempat itu menjadi Kulano atau raja dari pemukiman itu, di mana terhimpun banyak penduduk sehingga disebutlah kerajaan "Tampunganglawo". Menurut kisah kerajaan ini luas sekali yang meliputi kepulauan Sangihe Tahun dan juga meluas ke Utara dan Selatan.

Keduanya berputralah dua orang laki-laki, yang sulung bernama Melintangnusa dan yang bungsu bernama Melikunusa. Melintangnusa berangkat ke utara ke tanah asal orang tuanya di Filipina Selatan dan di sana ia beristrikan Sangianghiabe, putri Kulano Tugis. Melikunusa mengembara ke daerah selatan hingga tibalah ia di Bolaang Mongondouw dan di sana pula ia memperistrikan Menongsangiang, putri Bolaang Mongondouw.

Setelah Gumansalangi alias Wajin Medellu meninggal dunia. Kerajaannya dipimpin oleh putra sulungnya Melintangnusa. Setelah lanjut usia, Melintangnusa kembali ke pulau Mindanau dan menetap di sana sampai akhir hayatnya. Sebelum berangkat, kerajaannya diserahkan kepada putranya Bulegalangi. Kemudian sepeninggal Bulegalangi, putra-putrinya tersebar di pulau Sangihe. Putrinya Sitti Bai diperistrikan Balanaung dan putri Aholib mempersuamikan Mengkangbanua menetap di Tariang dan tempat tersebut kini bernama Tariang Lama. Putranya Pahawongselo berdiam di Sahabe yang sekarang ini disebut Tabukanlama dan dibentuknya pemerintahan sendiri di sana. Sedangkan putranya Bulegalangi yang lain Matandatu tinggal menetap di Salurang, dimana beliau menyusun sebuah pemerintahan yang dibantu oleh putra-putranya Makalupa, Ansiga dan Tangkuliwutang, semua menjadi pahlawan-pahlawan di Salurang. Ada lagi putranya Talongkati namanya yang paling berani sehingga dijuluki Bawu Manaeng. Putera Tangkuliwutang yang bernama Makampo kemudian menjadi pendekat Sangihe yang mempersatukan Sahabe dan Salurang.

Demikianlah keturunan Gumansalangi sampai kepada Makampo yang selanjutnya menurunkan pahlawan-pahlawan di daerah ini yang mendirikan kerajaan-kerajaan baru tersebar di seluruh kepulauan Sangihe Talaud.

Sebagai tambahan, saudara putri Kondawulaeng, Pangeran Bawangunglare yang menyaru sebagai ular sakti tidak berdiam bersama Gumansalangi dan Kondawulaeng. Ia meneruskan perjalanannya lebih jauh ke timur dan tibalah ia di Talaud, Gusa Porodisa, di pulau Kaburuan, mendaki gunung Taiyan dan di sana ia menikah dengan Boki Mawira. Tempat di mana ia mendarat di pulau Kaburuan hingga sekarang ini disebut Pangeran.

Referensi : Berbagai Sumber
 
Sumber: http://alkisahrakyat.blogspot.co.id/2015/11/cerita-gumansalangi-dan-putri-kondawulaeng.html

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline