Ada dua buah danau di daerah Silaban, kecamatan Lintong Ni Huta, Kabupaten Tapanuli Utara bernama danau Si Pinggan dan danau Si Losung. Menurut ceritera orang tua-tua asal mula terjadinya danau itu adalah dari persengketaan dua orang bersaudara, yang bernama Datu Dalu dan adiknya Sangmaima. Kedua bersaudara itu menerima tombak sebagai pusaka dari orang tua mereka. Sesuai dengan adat yang berlaku di daerah itu, maka yang menguasai pusaka itu ialah yang tua, Datu Dalu. Pada suatu kali Sangmaima ingin meminjam tombak pusaka itu dari abangnya. Maksudnya ialah hendak berburu babi hutan, karena binatang itu seringkali merusak tanaman di kebunnya. Datu Dalu mau meminjamkan tombak pusaka itu kepada adiknya tetapi dengan syarat agar benda itu dijaga baik-baik jangan sampai hilang. Setelah berjanji akan mematuhi syarat itu maka di terimalah Sangmaima tombak tersebut. Pada hari yang ditentukan berangkatlah dia pergi berburu. Sesampainya di kebunnya didapatinya ada seekor babi hutan yang sedang merusak tanamannya. Bukan main marahnya melihat perbuatan babi itu. Dipilihnya tempat yang baik untuk mengintip binatang itu sambil menunggu kesempatan yang baik untuk membinasakannya. Setelah menunggu beberapa waktu lamanya, pada suatu saat dilemparkannya tombaknya ke arah babi itu. Tombaknya tepat mengenai lambung binatang tersebut. Tetapi anehnya binatang itu tidak segera mati. Dilihatnya babi itu. tari dengan tombak yang terpancang di lambungnya. Pada waktu lari tersangkut tombak tersebut pada kayu-kayuan yang banyak di hutan sehingga tangkainya patah dan tertinggal di tempat itu.
Demikianlah babi tersebut terns juga lari dan menghilang dari penglihatan Sangmaima, dan bersamaan dengan itu hilang pulalah mata tombak pusaka yang dipinjamnya dari abangnya. Bermacam-macam perasaan yang ada dalam hati Sangmaima. Sedih karena hilangnya benda pusaka dari orang tuanya, takut· memikirkan bagaimana caranya mempertanggung jawabkan kepada abangnya Datu Dalu. Dengan perasaan yang seperti itu pulanglah dia melaporkan halnya kepada abangnya.
Sesuai dengan dugaannya, laporannya itu menimbulkan amarah di pihak Datu Dalu. Dimintanya kepada Sangmaima agar tombak yang hiiang itu hams didapatkan kemhali. Karena tak ada jalan lain lagi, maka berjanjilah ia kepada abangnya akan mengusahakannya.
Dengan berbekalkan makanan secukupnya berangkatlah Sangmaima memulai pengembaraaannya dalam usaha mencari tomhak pusaka yang hilang itu. Diikutinya bekas-bekas jejak perjalanan habi beberapa hari yang lalu itu, melalui hutan yang lebat, dan kadang-kadang menuruni lembah yang curam. Walaupun perjalanan itu sangat meletihkan badannya, namun disabarkannya juga hatinya, aga benda yang hilang itu dapat dijumpainya kembali. Pada suatu tempat, dengan tidak diduga-duganya hilang jejak kaki habi itu, dan dihadapannya dilihatnya sebuah lobang besar. Letak lobang itu berada di kaki sebuah gunung, Dolok Sipalangki namanya. Setelah diamat-amatinya tahulah dia, bahwa tak dapat tidak pastilah ke dalam lobang itu babi tersebut menyembunyikan diri. Ternyata pula, bahwa lobang itu sangat dalam, dan merupakan jalan ke Benua (dunia bawah).
Kesulitannya sekarang ialah bagaimana caranya menuruni lobang yang dalam itu. Setelah berpikir-pikir didapatkannyalah akal, yakni dengan cara membuat tali yang sangat penjang dari akar-akar dan rotan yang didapatnya di hutan tersebut. Setelah tali itu dibuatnya, maka diulurkannya ujungnya ke dalam lobang sampai tercecah ke dasar bawahnya. Pangkal tali kemudi n diikatkannya erat-erat ke sebatang pohon kayu besar di tepi lobang.
Setelah semua itu selesiii di kerjakannya, maka pulanglah Sangmaima ke r.umahnya menemui anak dan isterinya, sambil menceriterakan perjalanan berikut yang akan dilakukannya. Sebelum berangkat ditanamnya sepohon bunga di halaman rumahnya untuk menjadi tanda bagi keluarganya yang ditinggalkan. Jika pohon itu berbunga nanti, dan bunga itu kemudian layu, itu menjadi tanda, bahwa dia sedang berada dalam bahaya. Tetapi jika sebaliknya yang ada, itu tandanya perjalanannya selamat-selamat saja.
Dengan perasaan berat dilepaslah keberangkatan Sangmaima oleh isteri dan anak-anaknya. Kepergiannya ditemani oleh seekor anjing dan seekor kucing. •Binatang-binatang itu akan dijadikannya penjaga di pintu lobang yang akan dimasukinya nanti, supaya jangan sampai ada orang yang memutuskan tali yang diikatkan ke pohon itu. Sekarang turunlah dia melalui tali itu. Lama juga dia baru sampai ke bawah. Di sana dilihatnya banyak orang sedang berkumpul di muka sebuah istana. Ketika dicobanya menanyakan kepada seseorang yang ada di situ, diketahuinyalah, bahwa mereka berkumpul itu atas perintah raja, karena puteri baginda sedang sakit keras. Penyakit itu dirasakannya setelah puteri itu melakukan perjalanan ke Benua Atas, dan di tempat itu dia ditombak oleh seseorang. Sampai saat itu belum ada seorang dukunpun di dalam kerajaan tersebut yang berhasil mengobati penyakit tuan puteri. Mendengar hal itu Sangmaima pun menyatakan keinginannya untuk mencoba mengobati puteri raja tersebut. Raja yang dilaporkan mengenai hasrat Sangmaima itu menyetujuinya. Kemudian dia dipersilahkan untuk masuk ke istana. Ketika dimulainya memeriksa penyakit tuan puteri, tahulah dia tentang ·asal usul penyakit itu. Hanya yang menjadi tanda tanya di dalam hatinya, apa sebabnya maka tuan puteri itu menjelma menjadi babi ketika berada di Benua Atas (bumi). Namun demikian pengobatanpun dilakukannya juga. Usaha Sangmaima berhasil, penyakit anak raja itu bertambah lama bertambah baik. Hany yang menjadi pikiran Sangmaima ialah, bagaimana caranya agar tombak yang ada di dalam luka tuan puteri itu dapat dibawanya kembali ke kampungnya.
Dengan diam-diam dibuat lagi sebuah mata tombak oleh Sangmaima yang bentuknya serupa benar dengan yang ada dalam Iuka tuan puteri. Pada suatu malam, ketika, tuan puteri sedang tidur dicabutnya mata tombak itu, yang kemudian dengan segera digantinya dengan mata tombak tiruan yang dibuatnya. Mata tombak yang asli disimpannya baik-baik sedang yang tiruan diletakannya pada sebuah tempat dekat pembaringan tuan puteri. Malam itu juga Sangmaima meninggalkan istana, kembali ke lobang tempat dia masuk, dan kemudian memanjat tali untuk naik ke Benua Atas. Di istana sepeninggal Sangmaima orang sibuk mencarinya. Didorong oleh kecurigaan terhadap orang asing itu maka mereka beramai-ramai berusaha mendapatkan Sangmaima. Tapi walau bagaimanapun mereka usahakan, yang dicari tidak juga bertemu, karena dia sudah sampai ke bagian atas lobang tersebut. Di atas didapatinya kucing dan anjingnya sudah kurus, karena kesetiaanya kepada tuannya itu ditahankannya tidak makan-makan selama beberllpa hari. Kemudian perjalanan pun diteruskan menjumpai abangnya Datu Dalu untuk menyerahkan benda pm;aka yang hilang selama ini. .Penyerahan tombak itu diterima abangnya itu dengan hati gembira.
Sebagai perwujudan dari kegembiraan hatinya itu Datu Dalu menyelenggarakan sebuah pesta besar-besaran. Banyak handai tolan dan kaum kerabat yang diundangnya untuk meramaikan pestanya itu, kecuali Sangmaima. Tindakan abangnya itu sangat menyakitkan hati Sangmaima. Oleh sebab itu dicarinya jalan untuk menggagalkan pesta Datu Dalu. Diadakannya pesta tandingan sehingga orang lebih banyak mengunjungi pestanya dari pesta abangnya. Hal yang menarik dalam pestanya itu ialah sebuah tontotan berupa seorang wanita yang dihiasi dengan berbagai macam bulu burung sehingga bentuknya menjadi seekor Ernga (sejenis burung yang biasa berbunyi sore hari). Wanita yang berwujud burung tadi bernyanyi dan menari di tengah-tengah para tamu. Dalam nyanyian itu dikatakannya: "Ernga .... ernga ...., ernga ni si Sangmaima, mapesta ma antong si Datu Dalu hope ndang dohot anggina", yang berarti pemberitahuan kepada orang banyak bahwa Sangmaima sebagai adik tidak diundang oleh abangnya yang mengadakan pesta. Akibat pesta dan tontonan yang diadakan oleh Sangmaima ini banyaklah tamu yang tadinya bermaksud hendak mengunjungi pesta Datu Dalu dengan tidak sengaja membatalkan maksudnya itu, karena asyik dengan tontonan yang aneh itu. Di rumah Datu Dalu merasa heran melihat tamu yang dienghadiri pestanya· tidak sebanyak yang diharapkannya. Ketika diusutnya apa yang menjadi sebab, diketahuinya bahwa mereka kebanyakan dicegat di dalam pesta yang diadakan oleh adiknya. Hal ini menimbulkan kemarahan di pihak Datu Dalu tetapi tak dilihatnya jalan lain untuk meneruskan pestanya kecuali merninjam tontonan ernga dari adiknya itu. Sangmaima bersedia merninjamkan tetapi dengan perjanjian jangan sampai ernga itu rusak atau hilang. Ditambahkannya pula bahwa makanan ernga itu adalah 001as. Setiap kerusakan atau pun kehilangan yang terjadi tak dapat diganti sekalipun dengan uang yang banyak. Segala syarat-syarat yang diajukan adiknya itu disetujui oleh Datu Dalu karena yang penting baginya ialah kelangsungan pestanya.
Sangmaima kemudian mengantarkan ernga itu ke rumah Datu Dalu dan memilih langit-langit rumah abangnya sebagai tempatnya. Ketika pesta sedang berlangsung ·ernga itu bernyanyi tetapi suara dan nyanyiannya sudah berganti: "Ernga.... ernga ..., , emga ni si Sangmaima, marpesta si Datu Palu saonari nungnga dohot anggina", demikian bunyi nyanyian, yang maksudnya kira-kira memberitahukan kepada orang banyak bahwa dalam pesta Datu Dalu itµ adiknya Sangmaima sudah turut. Pada malam kedua Sangmaima secara sembunyi-sembunyi menyuruh wanita yang menjadi ernga itu pulang dengan membawa semua emas yang disediakan untuk makanannya. Ketika pada hari berikutnya Datu Dalu merninta agar emga itu bernyanyi barulah diketahuinya bahwa tontonan itu sudah tidak ada lagi di tempatnya. Menurut dugaannya ernga itu sudah terbang atau dicuri orang. Usaha untuk mencarinya dilakukan namun sia-sia saja. Ketika Sangmaima diberi tahu. tentang hal itu maka diingatkannya abangnya tentang perjanjian semula. Dia menuntut sesuai dengan perjanjian agar ernga itu dikembalikan. Karena Datu Dalu tak mungkin mengembalikan emga tersebut, sedang adiknya tak bersedia menerima penggantian dalam bentuk apa pun, maka terjadi lagi pertikaian di antara orang bersaudara itu. Pertikaian itu kemudian berubah menjadi perkelahian yang sengit, karena masing-masing menunjukkan keahliannya. Keduanya sama sakti dan berimbang kekuatan nya.
Akhirnya Datu Dalu mengambil sebuah lesung dan melemparkan dengan sekuat tenaganya sehinggga melayang sampai ke perkampungan Sangmaima. Dengan kesaktiannya pula di tempat jatuhnya lesung itu terjadi sebuah danau yang sampai sekarang dikenal dengan danau Si Losung. Akan halnya Sangmaima tak mau kalah dari abangnya. Diambilnya sebuah piring dilemparkannya pula ke arah perkampungan Datu Dalu. Di tempat jatuhnya piring itu perkampungan itu berubah menjadi danau yang sampai sekarang dinamai danau Si Pinggan.
Hingga saat ini, masyarakat masih mempercayai bila air danau Si Pinggan ditaruh didalam botol A dan air danau Si Losung ditaruh di botol B dan kedua botol itu disatukan ,maka salah satu botol itu akan pecah. Masyarakat menyebut fenomena ini sebagai air yang tetap berantem.
Sumber: https://play.google.com/books/reader?id=ZPUFCwAAQBAJ&printsec=frontcover&output=reader&hl=id&pg=GBS.PA5
Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kasultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN : terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda berwarna hitam. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. kain sembong berwarna ungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam berupa golok dan pisau. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR : sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis namun ada juga yang memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH : Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce. QUIVER ( TEMPAT ANAK PANAH ): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dal...
Pasukan pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI chapter dki jaya) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belakang.
aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan
Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang