Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Rumah Adat Sulawesi Barat Sulawesi Barat
4_Rumah Adat Mandar
- 19 Mei 2018

Rumah adat Mandar berbentuk panggung yang terdiri atas tiga bahagian, sama ”Ethos Kosmos” yang berlaku pada etnis Bugis Makassar. Bagian pertama disebut ”tapang” yang letaknya paling atas, meliputi atap dan loteng. Bagian kedua disebut ”roang boyang”, yaitu ruang yang ditempati manusia, dan bagian ketiga disebut ”naong boyang” yang letaknya paling bawah. Demikian pula bentuk pola lantainya yang segi empat, terdiri atas ”tallu lotang” (tiga petak). Petak pertama disebut ”samboyang” (petak bagian depan), petak kedua disebut ”tangnga boyang” (petak bagian tengah) dan petak ketiga disebut ”bui’ lotang” (petak belakang). Rumah Adat Mandar disebut ”boyang”. dikenal adanya dua jenis boyang, yaitu : ”boyang adaq” dan ”boyang beasa”. ”Boyang adaq” ditempati oleh keturunan bangsawan, sedangkan ”boyang beasa” ditempati oleh orang biasa.

Pada ”boyang adaq” diberi penanda sebagai simbolik identitas tertentu sesuai tingkat status sosial penghuninya. Simbolik tersebut, misalnya ”tumbaq layar” yang bersusun antara 3 sampai 7 susun, semakin banyak susunannya semakin tinggi derajat kebangsawanan seseorang. Sedangkan pada boyang beasa, ”tumbag layar” nya tidak bersusun. Simbolik lain dapat dilihat pada struktur tangga. Pada boyang adaq, tangganya terdiri atas dua susun, susunan pertama yang terdiri atas tiga anak tangga, sedangkan susunan kedua terdiri atas sembilan atau sebelas anak tangga. Kedua susunan anak tangga tersebut diantarai oleh pararang, sedangkan boyang beasa, tangga tidak bersusun.

Struktur bangunan rumah orang mandar, terdiri dari bagian paling atas, yaitu ”ate” (atap). Atap rumah berbentuk prisma yang memanjang ke belakang menutupi seluruh bagian atas rumah. Rumah ini memiliki panjang 20 meter dan lebar 15 meter.

Pada masa lalu, rumah-rumah penduduk, baik boyang adaq maupun boyang beasa menggunakan atap rumbia. Hal ini disebabkan karena bahan tersebut banyak tersedia dan mudah untuk mendapatkannya. Pada bagian depan atap terdapat ”tumbaq layar” yang memberi ”identitas” tentang status penghuninya. Pada ”tumbaq layar” tersebut dipasang ornamen ukiran bunga melati. Di ujung bawah atap, baik pada bagian kanan maupun kiri diberi ornamen ukiran burung atau ayam jantan. Pada bagian atas penutup bubungan, baik di depan maupun belakang dipasang ornamen yang tegak ke atas. Ornamen itu disebut ”teppang”.

Bagian yang lain pada rumah adalah rinding (dinding). Dinding rumah terbuat dari kayu (papan) dan bambu (taqta dan alisi). Pada umumnya, boyang adaq mempunyai dinding yang terbuat dari papan. Sedangkan boyang beasa selain berdinding papan, juga ada yang berdinding taqta dan alisi, rumah yang berdinding taqta dan alisi, penghuninya berasal dari golongan ata (beasa). Dinding rumah dirancang dan dibuat sedemikian rupa sesuai tinggi dan panjang setiap sisi rumah dan dilengkapi jendela pada setiap antara tiang. Hal itu dibuat secara utuh sebelum dipasang atau dilengketkan pada tiang rumah. Pembuatan dinding seperti itu dimaksudkan untuk lebih memudahkan pasangannya, demikian pula untuk membukanya jika rumah tersebut akan dibongkar atau dipindahkan.

Dinding rumah tradisional Mandar pada umumnya terbuat dari papan, alisi dan taqta. Pada dinding sisi depan rumah, biasanya dilengkapi tiga ”pepattuang” (jendela) dan satu ”ba’ba” (pintu). Dinding sisi depan ini biasanya dilengkapi ornamen pada bagian luar di bawah jendela. Pada dinding sisi kanan dan kiri rumah biasanya juga dilengkapi dengan pepattuang sebanyak dua atau tiga buah.

Pepattuang berbentuk segi empat yang rata-rata terdiri atas dua daun jendela yang berukuran sekitar 100 x 40 cm. Daun jendela itu dapat dibuka ke kiri dan ke kanan. Letak pepattuang biasanya berada antara dua buah tiang rumah. Untuk memperindah, pepattuang ini biasanya diberi ornamen berupa ukiran dan terali dari kayu yang jumlahnya selalu ganjil. Terali-terali tersebut ada yang dipasang secara vertikal dan ada yang horisontal. Secara vertikal mempunyai makna hubungan yang harmonis dengan Tuhannya. Sedangkan secara horisontal mempunyai makna hubungan yang harmonis dengan sesama manusia. Pemasangan ornamen seperti itu hanya tampak pada jendela yang ada di bagian depan dan sisi kiri kanan rumah. Pemasangan ornamen berupa ukiran dan terali-terali juga dapat dilihat pada bangunan tambahan di depan rumah, yaitu lego-lego.

Di bawah atap terdapat ruang yang diberi lantai menyerupai lantai rumah. Ruang tersebut diberi nama ”tapang”. Lantai tapang tidak menutupi seluruh bagian loteng. Pada umumnya hanya separuh bagian loteng yang letaknya di atas ruang tamu dan ruang keluarga. Tapang berfungsi sebagai gudang untuk menyimpang barang-barang. Bila ada hajatan dirumah tersebut, tapang berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan makanan sebelum dihidangkan atau didistribusikan. Pada masa lalu, ”tapang” tersebut sebagai tempat atau kamar calon pengantin wanita. Ia ditempatkan pada kamar tersebut sebagai tindakan preventif untuk menjaga ”siriq” (harga diri). Untuk naik ke tapang, terdapat tangga yang terbuat dari balok kayu atau bambu. Tangga tersebut dirancang untuk tidak dipasang secara permanen, hanya dipasang pada saat akan digunakan.

Rumah orang Mandar, baik boyang adaq maupun boyang beasa mengenal tiga petak ruangan yang disebut lotang. Ruangan tersebut terletak di bawah tapang yang menggunakan lantai yang terbuat dari papan atau bilah bambu. Adapun ketiga ”lotang” ruangan tersebut adalah : ”Samboyang”, yaitu petak paling depan. ”Tangnga boyang”, petak bagian tengah rumah. Petak ini berfungsi sebagai ruang keluarga, di mana aktivitas keluarga dan hubungan sosial antara sesama anggota rumah tangga. ”Bui’ boyang”, petak paling belakang. Petak ini sering ditempatkan ”songi” (kamar) untuk anak gadis atau para orang tua seperti nenek dan kakek. Penempatan songi untuk anak gadis lebih menekankan pada fungsi pengamanan dan perlindungan untuk menjaga harkat dan martabat keluarga. Sesuai kodratnya anak gadis memerlukan perlindungan yang lebih baik dan terjamin.

Ketiga petak di dalam roang boyang tersebut memiliki ukuran lebar yang berbeda. Petak yang di tengah biasanya lebih lebar dibanding dengan petak-petak yang lainnya. Sedangkan petak yang paling depan lebih lebar dibanding dengan petak yang paling belakang.

Khusus pada boyang adaq, di dalam ruang boyang terdapat ruangan atau petak yang lantainya lebih rendah ”tambing” atau ”pelleteang”. Letaknya selalu dipinggir dengan deretan tiang yang kedua dari pinggir, mulai dari pintu depan ke belakang. Ruangan ini merupakan tempat lalu lalang anggota keluarga. Olehnya itu, pemasangan lantai yang terbuat dari papan agak dijarangkan agar berbagai kotoran, seperti debuh, pasir, dan sebagainya dapat lebih mudah jatuh ke tanah. Selain itu, ruang ini juga berfungsi untuk menerima tamu dari kalangan masyarakat biasa dan ata (budak).

Bangunan tambahan yang diletakkan di belakang bangunan induk disebut ”paceko” (dapur). Bangunan tersebut biasanya dibuat secara menyilang dengan bangunan induk. Panjangnya minimal sama dengan lebar bangunan induk, dan lebarnya minimal sama dengan satu petak bangunan induk. Bangunan ini disertai ruang yang lapang, sehingga mempunyai banyak fungsi. Pada ”paceko” juga tersedia tempat buang air kecil yang disebut ”pattetemeangang”.

Bangunan tambahan yang ada di depan rumah yang disebut dengan ”lego-lego” (teras). Bangunan ini biasanya lebih sempit dibanding dengan bangunan tambahan bagian belakang. Kendati demikian, bangunan tersebut tampak lebih indah dihiasi berbagai ornamen, baik yang berbentuk ukiran maupun yang berbentuk garis-garis vertikal dan horisontal. Fungsi bangunan ini adalah sebagai tempat sandaran tangga depan, tempat istirahat pada sore hari dan tempat duduk sebelum masuk rumah.

Rumah tradisional Mandar, baik ”boyang adaq” maupun boyang beasa pada umumnya mempunyai dua tangga, yaitu tangga depan dan tangga belakang. Setiap tangga mempunyai anak tangga yang jumlahnya selalu ganjil. Jumlah anak tangga pada setiap tangga berkisar 7 sampai 13 buah. Jumlah tersebut disesuaikan dengan tinggi rumah. Pada umumnya, boyang adaq memiliki anak tangga yang lebih banyak, yaitu berkisar 11 sampai 13 buah. Sedangkan ”boyang beasa” sekitar 7 sampai 9 buah. Pada boyang adaq, tangga depannya bersusun dua dilengkapi dengan pasangan. Sedangkan ”boyang beasa”, tangganya tidak bersusun dan tidak dilengkapi pegangan.

Terdapat ruang di bawah lantai yang disebut ”naong boyang” (kolong rumah). Pada masa lalu, kolong rumah hanya berlantai tanah. Ditempat itu sering dibuatkan ”rambang” sebagai kandang ternak. Ada kalanya sebagai tempat manette (menenun) kain sarung bagi kaum wanita.

Suatu bangunan rumah ”boyang” tidak hanya berfungsi sebagai tempat tinggal, tetapi memiliki nilai dan makna tersendiri sesuai dengan adat istiadat masyarakat tradisional Mandar. Olehnya itu, suatu rumah tradisional memiliki ciri khas terutama pada tipologi, interior/eksterior, dan ornamen yang ada di dalamnya.

Pada umumnya rumah tradisional, baik rumah bangsawan maupun rumah orang biasa di tana Mandar, memakai ”ragam hias ornamen”. Pada bagian atap, dinding, plafon dan sebagainya. ”Ornamen” selain berfungsi sebagai hiasan atau ornamen, juga berfungsi sebagai identitas sosial, dan makna-makna budaya dalam masyarakat. Corak “ornamen” umumnya bersumber dari alam sekitar manusia seperti flora, fauna, gambaran alam, agama dan kepercayaan namun tidak semua flora, fauna dan sebagainya dapat dijadikan corak “ornamen”.

 
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2015/03/rumah-adat-sulawesi-barat/

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline