Rumah masyarakat gorontalo berbentuk panggung yang merupakan analogi dari bentuk tubuh manusia yang terdiri dari kaki, badan dan kepala berupa kolong/tiang badan rumah dan atap. Terdapat keseragaman pada proporsi rumah hal ini disebabkan filosofi yang tekait dengan ukuran rumah baik secara vertikal maupun secara horisantal. Untuk mengukur ketinggian, panjang dan lebar rumah dengan menggunakan depa, dengan aturan 1 depa dikurangi 1 jengkal hasil pengurangan dibagi 8. Angka 8 memberi makna keadaan yang selalu terjadi pada diri manusia, yakni : rahmat, celaka, beruntung, kerugian, beranak, kematian, umur dan hangus. Jika angka tersebut berakhir pada yang tidak baik maka harus ditambah atau dikurangi satu. Jenis tiang dibedakan atas:
1. Tiang utama (wolihi) pada denah bangunan diberi kode A (lihat pada tabel di atas). Sebanyak 2 buah ditancap di atas tanah langsung ke rangka atap. Tiang ini sebagai perlambang janji atau ikrar persatuan dan kesatuan yang kekal abadi antara dua bersaudara 14 Gorontalo-Limboto (janji lou dulowo mohutato-Hulontalo-Limutu) pada tahun 1664. Selain itu angka 2 melambangkan delito (pola) adat dan syariat sebagai falsafah hidup masyarakat yang harus dipegang teguh baik dalam pemerintahan maupun dalam kehidupan sehari-hari.
2. Tiang depan sebanyak 6 buah diberi kode B lihat tabel 1 (formasi dan jumlah tiang), mempunyai makna 6 sifat utama atau ciri masyarakat lou dulowo limo lopahalaa yaitu:sifat tinepo-tenggang rasa, sifat tombulao-hormat, sifat tombulu-bakti kepada penguasa, sifat wuudu-sesuai kewajaran, sifat adati-patuh kepada peraturan, sifat butoo-taat pada keputusan hakim.
3. Tiang dasar (potu) khusus untuk golongan raja, jumlah tiang 32 sebagai perlambang 32 penjuru mataangin. Bentuk tiang pada bagian depan/serambi yang berbentuk persegi, ada yang 4, 6 atau 8 menunjukkan jumlah budak masing-masing raja. Bentuk ini kemudian menjadi tradisi yang diikuti secara turun temurun sekalipun bukan pada rumah bangsawan. Jadi tidak lagi mengandung makna tertentu tetapi hanya sekedar estetika. Jumlah anak tangga terdiri dari 5 sampai dengan 7. Angka lima melambangkan rukun islam serta 5 prinsip hidup masyarakat gorontalo, yaitu: Bangusa talalo, Lipu poduluwalo, Batanga pomaya, Upango potombulu, Nyawa podungalo, artinya keturunan dijaga, negeri dibela, diri diabdikan, harta diwakafkan atau dikorbankan, nyawa taruhannya. Angka 7 bermakna 7 martabat (tingkatan nafsu pada manusia) yakni amarah, lauwamah, mulhimah, muthmainnah, rathiah, mardhiah, dan kamilan.
4. Atap dua susun pada melambangkan adat dan syariat. Pada bagian puncak atap awalnya terdapat Talapua yaitu dua batang kayu yang dipasang bersilang pada puncak atap menurut kepercayaan masyarakat gorontalo sebagai penangkal roh jahat (sekarang sudah tidak ditemukan lagi). Tange lo bu’ulu yang digantung pada dinding bagian depan rumah di samping pintu masuk melambangkan kesejahteraan masyarakat gorontalo.
Pola ruang yang berbentuk segi empat pertanda empat kekuatan alam yakni air, api, angin, dan tanah. Tidak ada aturan untuk penataan ruang kecuali pada saat awal mula pembangunan rumah tidak diperkenankan membuat kamar lebih dari 3. Penambahan kamar 15 dilakukan belakangan setelah rumah itu dihuni. Ini terkait dengan kepercayaan masyarakat gorontalo tentang 3 tahapan keadaban manusia yakni bermula dari tidak ada, ada dan berakhir dengan tiada (alam rahim, alam dunia, dan alam akhirat).
Terkait dengan letak kamar yang diletakkan berjejer kebelakang atau posisi bersilang sebaiknya posisi kamar tidur utama berada pada sisi kanan pada saat keluar dari rumah. Dengan harapan bahwa apabila si empunya rumah jika turun/keluar rumah tetap ingat untuk pulang, dan sebaiknya arah kamar melihat arah aliran sungai yakni apabila sungai mengalir dari utara ke selatan sebaiknya kamar dibuat menghadap ke utara dengan harapan dapat menampung rejeki yang mengalir seperti derasnya aliran air sungai mengalir.
Untuk kamar tidur anak laki-laki berada pada bagian depan dan untuk anak perempuan pada bagian belakang. Aturan untuk tidak memperkenankan tamu laki-laki masuk ke dalam rumah (tamu laki-laki hanya sampai di serambe/teras) adalah merupakan ajaran islam yang tidak memperkenankan yang bukan muhrim masuk ke dalam rumah. Ini menunjukkan bahwa ajaran agama islam sudah diberlakukan sebagai suatu adat yang tidak boleh dilanggar. Pembeda fungsi ruang diperkuat dengan adanya Pihito berupa balok yang menonjol di atas lantai yang berfungsi sebagai pembatas dari fungsi ruang menandakan bahwa aspek privacy sudah menjadi perhatian utamanya setelah masuknya islam.
Letak dapur yang dipisahkan oleh jembatan dengan bangunan induk/utama menurut adat masyarakat Gorontalo bahwa dapur merupakan rahasia jadi setiap tamu yang bertandang tidak boleh melewati jembatan tersebut. Dan yang paling penting diperhatikan adalah perletakan dapur/tempat memasak yang tidak boleh menghadap ke kiblat, karena menurut kepercayaan masyarakat jaman dahulu rumah akan mudah terbakar.
Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/11/rumah-adat-gorontalo/
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.