Produk Arsitektur
Produk Arsitektur
Arsitektur Bali Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar
3 - Pura Samuan Tiga
- 18 Mei 2018

Setiap kabupaten di Bali terdapat Pura Khayangan Jagat, yang masing-masing mempunyai keunikan dan sejarah yang berbeda. Seperti Pura Samuan Tiga di Desa Bedulu, Kecamatan Blahbatuh, Gianyar. 

Pura Samuan Tiga diyakini merupakan awal dari terbentuknya Pura Khayangan Tiga di Bali. Bahkan, dipercayai juga sebagai awal adanya desa pakraman. “Samuan berarti pertemuan, sedangkan tiga adalah bilangan. Dimana tiga itu merupakan hasil dari keputusan saat rapat yang  terjadi pada zaman Kerajaan Udayana ketika abad X Masehi silam,” papar Pemangku Pura Samuan Tiga, Gusti Ngurah Mudrana.
 

Pria 67 tahun yang rumahnya  berdampingan dengan pura ini, menambahkan, pada zaman itu masih ada  kepercayaan yang menganut sembilan sekte, sehingga ada gejolak karena masing-masing sekte memiliki keyakinan yang berbeda. 
Untuk memediasi hal itu, lanjutnya, maka diselenggarakanlah  pertemuan yang mengambil lokasi di Pura Samuan Tiga. Tentu dengan cara mengundang kesembilan sekte tersebut.

Dikatakannya, semuanya  berawal dari sebuah percekcokan yang terjadi di masyarakat, yang menyebabkan Bali pada zaman itu menjadi kacau. Kemudian raja pada zaman itu, mengambil  langkah dan kebijakan. “Pura yang ada di sana memang sudah ada sejak dulu,  dan dianggap cukup strategis untuk menyelenggarakan sebuah rapat besar ,” paparnya.


Jero Mangku Ngurah Mudrana menambahkan,  sebelum dijadikan Pura Samuan Tiga,  nama pura tersebut adalah Pura Gunung Goak karena letaknya di pegunungan atau dataran tinggi.


"Karena kawasan gunung dinilai merupakan tempat yang suci, maka dicetuskanlah di sana sebagai tempat pasamuan, " terangnya. 


Dan, pada saat rapat tersebut, raja dan semua pucuk pimpinan menyepakati dengan Tri Murti untuk pemujaannya, yakni  terdiri atas Brahma, Wisnu, dan Siwa. Sehingga, sebagai bentuk implementasi dari hasil rapat tersebut, dibuatlah Pura Khayangan Tiga di semua desa yang ada di Bali. Bahkan, itu semua dilaksanakan untuk mengayomi Pura Khayangan Tiga dan desa pakraman. 


“Di  setiap desa kan kita seolah dipersatukan oleh Pura Khayangan Tiga. Karena desa itu juga terdiri atas beberapa kelompok masyarakat, kasta, klan, wangsa, dan beberapa lainnya yang  membedakan masyarakat. Sehingga di desa, semuanya dipersatukan melalui Khayangan Tiga. Sedangkan jika satu klan, kita dipersatukan dalam lingkungan pamerajan sendiri, yaitu dengan adanya Sanggah Kemulan atau Rong Tiga,”


Jero Mangku Ngurah Mudrana juga menjelaskan, bahwa Pura Samuan Tiga bisa dikatakan sebagai kawitan desa pakraman dan Pura Khayangan Tiga. Sebab, di masing-masing desa pakraman ada pura lambang dari Tri Murti itu sendiri. Yaitu Pura Puseh, Desa, dan Pura Dalem. 


Di Pura Samuan Tiga terdiri atas tujuh mandala. "Kalau pada umumnya sering disebut dengan nista mandala. Namun di Pura Samuan Tiga disebut dengan mandala jaba, mandala jaba tengah, mandala duur kangin, dan mandala lainnya. Karena pada tempat tersebut ada beberapa mandala yang memang secara turun temurun diberikan nama  khusus," 

Sesuai cerita yang ia dapatkan dari leluhurnya,  bahwa Pura Samuan Tiga yang menjadi sebuah Pura Khayangan Jagat kala itu. Bahkan hingga kini,  dikarenakan pamedek yang datang berasal dari seluruh Bali. Bahkan, dia menyebutkan di Pura Samuan Tiga terdapat beberapa kesamaan  dengan palinggih-palinggih yang ada di Pura Besakih, di antaranya  ada Pura Melanting, Pasar Agung, Tegal Penangsaran. Bahkan  ia juga katakan, kemungkinan sama terdiri atas tujuh mandala. 
Piodalan diselenggarakan  enam bulan sekali,  pada Saniscara Kliwon Kuningan, tepat pada perayaan Kuningan.  


Sedangkan untuk ngusaba, lanjutnya, diselenggarakan setiap satu tahun sekali. Masyarakat setempat menyebutkan dengan Karya Turun Kabeh yang diselenggarakan pada Purnama Kadasa. “Kadasa yang dimaksudkan adalah tidak berbarengan dengan Purnama Kadasa saat piodalan di Pura Besakih. Kira-kira berjarak sepuluh hari, setelah piodalan di sana. Karena menurut lelingsir kami, ada yang menyebutkan Puranama Kadasa wayah (tua) dan nguda (muda). Mungkin di sini berlaku purnama yang wayah, maka tidak barengan dengan karya di Besakih,” papar kakek empat cucu tersebut. 


Ditambahkannya,  nyejer  selama dua belas hari, dan  lima belas hari sebelum  piodalan ada  tradisi ngambeng. Di mana anak-anak pangemong pura, tanpa disuruh akan ke rumah-rumah warga untuk mengambil apa yang akan dihaturkan oleh krama. Tradisi ini hanya dilaksanakan di wilayah pangemong pura saja. 


“Tanpa disuruh, anak-anak pasti melaksankan ngambeng tersebut. Ketika sudah merasa capek, mereka akan ke pura untuk mengahturkan hasil ngambeng itu. Terkadang, ada  juga yang langsung ke pura untuk menghaturkannya langsung,” imbuh Jero Mangku Mudrana. 


Soal sembahyang, lanjutnya,  jika lengkap ada tujuh persembahyangan karena terdiri atas tujuh mandala. Jika sempat dan  tergantung rasa dari pamedek yang nangkil, berawal dari persembahyangan pertama di Pura Beji sebagai sthana Bhatara Wisnu, untuk mohon panglukatan agar menjadi bersih, terlebih akan melaksanakan persembahyangan.  Kemudian dilanjutkan ke palinggih Agung Sakti, yang di puja di sana adalah Ganesha yang dipercayai sebagai Dewa Kemakmuran. 


Setelah itu, bersembahyang di Palinggih Ratu Agung Panji, kemudian Palinggih Ring Lumbung, yang merupakan palinggihnya Bhatara Segara dan Sedana yang diyakini akan memberikan kesejahteraan kepada setiap pamedek yang melaksanakan persembahyangan di sana. Dan, terakhir melaksanakan persembahyangan di Mandala Pasamuan.


Sebab, semua prosesi upacara dilaksanakan pada Mandala Pasamuan yang terlihat seperti jaba tengah pura,  yang dinamai Mandala Penataran.


Di tempat yang berbeda, Bendesa Pakraman Bedulu, Gusti Ngurah Made Serana menjelaskan,   pangemong Pura Samuan Tiga, terdiri atas lima desa pakraman, yaitu Desa Pakraman Bedulu,  Wanayu Mas, Taman,   Tangkulak Kaja, dan  Tangkulak Tengah. 


“Pelaksanaan ngusaba di sini dilaksanakan  setahun hanya satu kali. Jika pada tahun genap dilaksanakan padudusan agung. Sedangkan jika tahun ganjil, dilaksanakan padudusan alit. 


Sasuhunan yang ada pasti tedun untuk mlasti ke Pantai Masceti, berjalan kaki yang menghabiskan waktu sekitar satu hari penuh,” papar pria 51 tahun tersebut. 

Dikatakannya,  perjalanan ke pantai dilaksanakan  dengan tenang dan santai, tidak berjalan dengan tergesa-gesa. Sebab balik menuju pura nantinya akan ada prosesi masandekan (istirahat),  mengahturkan banten dan persembahyanagn di Lapangan Astina Gianyar. Selain dikaitkan sebagai tempat beristirahat,  pamedek yang ada di Gianyar juga  menyarankan agar dapat menghaturkan bhakti. 


Maka, menjelang mlasti, harus  mempersiapkan tempat terlebih dahulu. Jadi,  pada saat masandekan tersebut, lanjutnya, pamedek yang ada di Gianyar bisa langsung menghaturkan bantennya saja.  Setelah  upacara dipuput seorang sulinggih,  baru mamargi (berjalan) kembali ke Pura Samuan Tiga. 


Nah, jika akan nangkil ke sana hanya memerlukan waktu sekitar satu jam. Itupun berangkat dari Pusat Kota Denpasar. Melewati Jalan Raya Mas – Sukawati, lurus ke Utara sampai menemukan Patung Bayi Sakah. Perjalanan dilanjutkan ke Utara sekitar dua kilometer sampai menemukan pertigaan. Kemudian ke kanan, lurus saja sekitar tujuh menit akan sampai di catus pata Desa Bedulu,  dan terlihat di timurnya Pura Samuan Tiga berdiri megah. 

Sumber:

https://www.jawapos.com/baliexpress/read/2017/12/06/31665/pura-samuan-tiga-muasal-adanya-desa-pakraman-dan-mempersatukan-sekte

 

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Tradisi MAKA
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Nusa Tenggara Barat

MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...

avatar
Aji_permana
Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline