Ritual
Ritual
Ritual Sulawesi Tenggara Muna
3 - Karia
- 20 Mei 2018

Dalam adat suku Wuna (Muna), setiap anak perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan menjalani tradisi pingitan (Karia) selama empat hari empat malam atau dua hari dua malam, tergantung kesepakatan antara penyelenggara Karia dengan pomantoto. Tradisi ini bertujuan untuk membekali anak-anak perempuan dengan nilai-nilai etika, moral dan spiritual, baik statusnya sebagai seorang anak, ibu, istri maupun sebagai anggota masyarakat. Sesuai proses pingitan, diadakanlah selamatan dengan mengundang sanak keluarga, kerabat dan handai taulan. Dalam prosesi selamatan ini digelar Tari Linda yang menggambarkan tahap-tahap kehidupan seorang perempuan mulai dari melepaskan masa kanak-kanak lalu memasuki masa remaja, kemudian masa dewasa dan siap untuk mengarungi bahtera rumah tangga.

 

Dalam adat suku Muna, setiap anak perempuan yang akan memasuki usia remaja diwajibkan untuk menjalani tradisi pingitan (Karia) selama empat hari empat malam, dua hari dua malam, atau sehari semalam tergantung kesepakatan antara penyelenggara karia dengan tetua adat (pomantoto), atau disesuaikan dengan tingkat sosial atau kasta dalam masyarakat Muna.

 

Menjadi tanggung jawab bagi setiap orang tua di Muna untuk mendidik anak perempuan mereka dengan pengetahuan dasar sebelum memasuki masa dewasa dan kehidupan berumah tangga. Seperti dalam sebuah ungkapan filosofi orang tua Muna “kadekiho polambu, ane paeho omandehao kofatawalahae ghabu” yang berarti jangan engkau menikah, sebelum engkau memahami empat penjuru/sisi dapur.

 

Budaya karia tidak hanya terbatas pada proses dan konsep urutan-urutan pelak-sanaannya, tetapi yang paling penting adalah bagaimana pemahaman dan pendalaman nilai-nilai dari setiap sesi kegiatan dan simbol-simbol yang ada di dalamnya.

 

Karia dalam pengertian “kari” yang artinya sikat/alat pembersih mengandung pengertian secara filosofi yaitu merupakan proses pembersihan diri seorang perempuan menjelang dewasa atau peralihan dari remaja ke dewasa. Proses ini dilakukan dengan harapan bahwa seorang wanita ketika telah disyarati dengan ritual karia maka dianggap lengkaplah proses pembersihan diri secara hakiki.

 

Berdasarkan filosofi adat Muna bahwa ritual karia sebagai proses pembersihan diri, maka, ritual ini sejalan dengan konsep pendidikan seumur hidup (long life education) Hal ini dapat diliaht dalam proses upacara karia bahwa pelaksanaannya bukan hanya sekedar upacara ritual, tetapi merupakan proses pembinaan mental, moral agama, dan perilaku agar kelak memperoleh benih-benih keturunan yang berakhlak mulia.

 

Prosesi Karia

 

Ritual karia disamping sebagai proses pembersihan diri, juga merupakan bagian dari pendidikan kaum perempuan dalam menghadapi bahtera kehidupan berkeluarga. Berikut prosesi pelaksanaan karia terdiri dari 8 prosesi yakni:

 

a) Kafoluku; yaitu peserta dimasukkan dalam tempat yang telah dikemas khusus tempatkaria yang disebut suo khusus bagi putri-putri raja dan songi untuk golongan masyarakat umum. Tahapan ini merupakan analogis bahwa manusia berada di alam arwah yaitu tempat gelap gulita hanya Tuhan yang dapat mengetahuinya.

 

b) Proses Kabhansule; yaitu proses perubahan posisi yang dipingit. Awalnya posisi kepala sebelah barat dengan baring menindis kanan selanjutnya posisinya dibalik kepala ke arah timur, kedua tangan di bawah kepala tindis kiri. Kondisi ini diibaratkan pada posisi bayi yang masih berada dalam kandungan yang senantiasa bergerak dan berpindah arah atau posisi.

 

c) Proses Kalempagi; diawali dengan proses debhalengka yaitu membuka pintu kaghombo(pingitan). Secara filosofi kalempagi berarti pelampauan atau melewati yaitu proses peralihan dari remaja ke usia dewasa. Oleh karena itu menurut tradisi di Muna bahwa yang dikaria harus usia remaja yang menjelang dewasa.

 

d) Kafosampu; (Pemindahan peserta karia dari rumah ke panggung) Pada hari keempat menjelang maghrib, para gadis pingitan siap dikeluarkan dari rumah atau ruang pingitan ke tempat tertentu yang disebut bhawono koruma (panggung). Pada waktu mereka diantar ke panggung tidak boleh menginjak atau menyentuh tanah.

 

Gadis-gadis yang mendampingi peserta karia harus yang masih hidup kedua orang tuanya. Mereka bertugas memegang sulutaru, yaitu semacam pohon terang yang terbuat dari kertas warna-warni dan di puncaknya dipasangkan lilin yang menyala. Pengertian lain darisulutaru adalah merupakan isyarat, harapan dari peserta karia agar ke depan memperoleh jalan hidup yang lebih cerah. Oleh karena itu, nyala lilin di puncak sulutaru menjadi simbol masa depannya.

 

e) Katandano Wite; adalah langkah keempat dalam proses kariaKatandano wite yaitu sentuhan tanah pada ubun-ubun, dahi, dan selanjutnya seluruh persendian hingga pada telapak kaki para peserta karia

 

f) Linda;  Setelah rangkaian acara selesai maka pomantoto atau pemandu melakukan tarilinda sebagai pendahuluan yang kemudian disusul oleh peserta karia secara berurutan yang dimulai dari putri tuan rumah dan seterusnya disusul oleh peserta yang lain secara bergiliran berdasarkan urutan duduknya.

 

g) Kahapui (Membersihkan); Esok harinya setelah acara kafosampu diadakanlah acarakahapui, yaitu acara ritual pemotongan pisang yang telah ditanam atau disiapkan di depan rumah penyelenggara acara karia. Pemaknaan pohon pisang dalam proses ini merupakan simbol bahwa kehidupan pisang yang silih berganti, bila dipotong satu maka akan tumbuh yang lain sebagai penggantinya.

 

h) Kaghorono Bhansa; sebagai penutup dari rangkaian acara upacara karia adalahkaghorono bhansa. Pada acara ini, bhansa/mayang pinang yang dipakai untuk memukul-mukulkan badan peserta karia dihanyutkan ke dalam sungai. Filosofi dari acara ini adalah melepaskan segala etika buruk yang ada pada peserta karia.

 

Kaghoro Bhansa oleh sebagian orang tua di Muna dijadikan isyarat jodoh, nasib, dan takdir peserta karia. Misalnya, pada saat dilakukan kaghoro bhansa, kondisi mayang pinang ada yang tenggelam, terapung, dan ada pula yang hanyut terbawa air. Berdasarkan pemaknaan orang tua bahwa kondisi mayang pinang berkaitan dengan masa depan peserta karia baik jodoh maupun rezeki. Tetapi itu hanya sebatas praduga dan kebenarannya tidak dapat dipastikan. (DAM)

 

 

Sumber:

  1. https://kareemlanurfan.wordpress.com/2014/05/12/adat-istiadat-suku-suku-di-sulawesi-tenggara/
  2. https://denmasdeni.blogspot.co.id/2016/01/tradisi-kariaa-cara-suku-muna.html

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Upacara Kelahiran di Nias
Ritual Ritual
Sumatera Utara

Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...

avatar
Admin Budaya
Gambar Entri
Prajurit Pemanah Kasultanan Kasepuhan Cirebon Di Festival Keraton Nusantara
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

Prajurit pemanah dari komunitas pemanah berkuda indonesia (KPBI) mengikuti Festival Keraton Nusantara 2017. mewakili kesultanan kasepuhan cirebon. PAKAIAN: terdiri dari ikat kepala/ totopong khas sunda jenis mahkuta wangsa. kain sembongb berwarnaungu di ikat di pinggang bersamaan dengan senjata tajam seperti golok dan pisau lalu baju & celana pangsi sunda. dengan baju corak ukiran batik khas sunda di bagian dada. untuk alas kaki sebagian besar memakai sendal gunung, namun juga ada yang memakai sepatu berkuda. BUSUR: sebagian besar memakai busur dengan model bentuk turkis dan ada juga memakai busur model bentuk korea. ANAK PANAH: Semua nya memakai anak panah bahan natural seperti bambu tonkin, kayu mapple & kayu spruce QUIVER (TEMPAT ANAK PANAH): Semua pemanah menggunakan quiver jenis backside quiver atau hip quiver . yaitu quiver yang anak panah di pasang di pinggang dan apabila anak panah di pasang di dalam quiver , nock anak panah menghadap ke belaka...

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
Kirab agung milad ke 215 kesultanan kacirebonan
Seni Pertunjukan Seni Pertunjukan
Jawa Barat

aksi pertunjukan pusaka dan pasukan kesultanan kacirebonan dari balaikota cirebon sampai ke keraton kacirebonan

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
PANURUNG: Pasukan Pengawal Keraton Sumedang Larang
Senjata dan Alat Perang Senjata dan Alat Perang
Jawa Barat

Para pasukan penjaga keraton Sumedang larang

avatar
ASEP NU KASEP TEA ATUH PIRAKU
Gambar Entri
sate ayam madura
Makanan Minuman Makanan Minuman
Jawa Timur

soto ayam adalah makanan dari lamongan

avatar
Sadaaaa