×

Akun anda bermasalah?
Klik tombol dibawah
Atau
×

DATA


Kategori

Minuman

Elemen Budaya

Makanan Minuman

Provinsi

Nanggroe Aceh Darussalam

Kopi Gayo

Tanggal 19 Sep 2014 oleh Oase .

Tanaman kopi adalah spesies tanaman berbentuk pohon yang termasuk dalam familirubiaceae dan genus coffea. Tanaman kopi masuk ke Indonesia pada tahun 1696 oleh orang-orang Belanda, akan tetapi usaha yang pertama ini gagal. Usaha ini diulangi lagi pada tahun 1699 dan berhasil, selanjutnya dikembangkan perkebunan-perkebunan kopi di pulau Jawa.

Perkebunan-perkebunan kopi arabika di Jawa pada saat itu berkembang dengan pesat, karena kopi yang dihasilkan di Jawa mempunyai mutu yang baik dan sangat digemari oleh orang-orang Eropa. Kopi Arabika kemudian menyebar ke pulau-pulau lain seperti Sumatera, Sulawesi, Bali dan lainnya, akan tetapi luas perkebunan di luar pulau Jawa tidak seluas di Jawa.

Pada akhir abad ke-19, pemerintah kolonial Belanda melakukan kebijakan penetrasi di bidang pertanian ke kampung-kampung Gayo. Perkebunan kopi di Aceh Tengah dibangun menjelang akhir abad ke-19 sebagai bagian dari proyek perkebunan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial Belanda d Sumatera Timur. Setidaknya sejak 1910 orang Gayo di Aceh Tengah mulai mengenal komoditas perkebunan sawit dan karet yang juga diperkenalkan Belanda di Sumatera Timur, Aceh Utara dan Aceh Barat.

Kopi yang ada di Dataran Tinggi Gayo yang sering disebut sebagai hidup dan matinya urang Gayo merupakan satu aspek yang didalamnya banyak tersimpan nilai-nilai sejarah, ilmu pengetahuan, social budaya, bahkan tersirat nilai harga diri urang Gayo. Semua nilai-nilai yang tersimpan dalam kopi banyak yang telah diketahui secara umum namun masih banyak juga yang masih tersirat. Penggalian nilai-nilai yang ada dalam kopi akhir-akhir ini telah mulai dilakukan oleh peneliti-peneliti dari berbagai pihak.

Dalam buku C.Snouck Hurgronje, Gayo Masyarakat dan Kebudayaannya, dituliskan, sangat mengherankan di tanah Gayo dimana-mana kita jumpai batang kopi. Darimana asalnya kopi di Gayo seorangpun tidak ada yang tahu. Dan sepanjang ingatan mereka, tidak seorangpun yang mengaku pernah menanam kopi. Dahulu urang Gayo menganggap tanaman ini adalah tanaman liar. Orang mengambil batang atau cabangnya hanya untuk pagar kebun semata. Buah kopi yang masak dibiarkan saja dimakan burung. Selanjutnya menurut dugaan, burung yang memakan buah kopi itulah yang menyebarkan bibit tanaman kopi ini (Hurgronje, 1996:254).

Ada kutipan yang sangat menarik dari buku C.Snouck Hurgronje, dalam buku tersebut dinyatakan bahwa urang Gayo sendiri tidak tahu bahwa kopi itu bias diolah menjadi minuman segar. Yang mereka tahu hanya memanggang daunnya untuk dijadikan teh. Hanya pada akhir-akhir ini, sebagian orang sudah mengetahui bahwa buah kopi yang sudah dikupas dan dikeringkan bisa dikonsumsi dan juga menghasilkan uang.

Kasim Aman Armia, seorang warga Kampung Belang Gele, menyatakan bahwa kopi di Gayo sudah ada sebelum penjajah Belanda tiba di Dataran Tinggi Gayo. Biji kopi yang merupakan cikal bakal tanaman kopi di Gayo dibawa oleh seorang warga Kampung Daling salah satu kampung yang ada di Kecamatan Bebesen yang biasa dipanggil dengan Aman Kawa. Dia membawa kopi dari Mekah saat menunaikan ibadah haji, kemudian mulai menanamnya.

Pada tahun 1930, Belanda membuka perkebunan kopi Belang Gele setelah melakukan pemetaan dan menyimpulkan lokasi paling ideal untuk tanaman kopi adalah di Belang Gele (di Kabupaten Aceh Tengah sekarang) dan Bargendal (di Kabupaten Bener Meriah).

Kehadiran kekuasaan Belanda di Tanoh Gayo tahun 1904 serta merta diikuti pula dengan hadirnya pendatang-pendatang yang menetap di sini. Pada masa itu wilayah Aceh Tengah dijadikan onder afdeelingNordkus Atjeh dengan Sigli sebagai ibukotanya. Di sisi lain kehadiran Belanda juga telah memberi penghidupan baru dengan membuka lahan perkebunan, salah satunya kebun kopi di Tanah Gayo (di ketinggian 1.000 – 1.700 m di atas permukaan laut). Sebelum kopi hadir di dataran tinggi Gayo tanaman teh dan lada telah lebih dahulu diperkenalkan. Sayangnya kedua tanaman itu kurang mendapat perhatian serius dari pemerintah kolonial.

Banyak bukti-bukti peninggalan sejarah yang menegaskan bahwa Belanda pernah mengembangkan kopi di Dataran Tinggi Gayo, bukti peninggalan sejarah ini berupa lahan perkebunan dan para pekerja perkebunan yang dibawa dari Pulau Jawa yang sampai saat ini masih tetap tinggal di Dataran Tinggi Gayo dan sudah berasimilasi dengan suku bangsa Gayo.

Salah satu bukti kepurbakalaan yang berkaitan dengan komoditas kopi ini adalah temuan berupa sisa pabrik pengeringan kopi (biji kopi) di dekat Mesjid Baitul Makmur, Desa Wih Porak, Kecamatan Silih Nara, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh (Susilowati, 2007).

Setelah masa kemerdekaan pabrik tersebut pernah terlantar, selanjutnya sekitar tahun 1960-an hingga tahun 1979 pabrik tersebut pernah dikelola ole PNP I, kemudian kepemilikannya berpindah ke PT Alas Helau dan terakhir lahannya kini dimiliki oleh Dinas Perkebunan Pemerintah Daerah Kabupaten Aceh Tengah.

 

Alamat dan Kontak Penjual:

Asa Coffee Shop

Jalan Lebe Kader, Blang Kolak I, Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh 24519

0811-676-534

 

Sumber: http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1619/kopi-gayo-masa-belanda-jepang

DISKUSI


TERBARU


Tradisi Sekaten...

Oleh Journalaksa | 29 Oct 2024.
Tradisi Sekaten Surakarta

Masyarakat merupakan kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia saling terikat oleh suatu sistem adat istiadat (Koentjaraningrat, 1996: 100). Masyar...

Seni Tari di Ci...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Seni Tari Banyumasan

Seni tari merupakan salah satu bentuk warisan budaya yang memiliki peran penting dalam kehidupan masyarakat Cilacap. Tari-tarian tradisional yang ber...

Wayang Banyumas...

Oleh Aniasalsabila | 22 Oct 2024.
Wayang Banyumasan

Wayang merupakan salah satu warisan budaya tak benda Indonesia yang memiliki akar dalam sejarah dan tradisi Jawa. Sebagai seni pertunjukan, wayang te...

Ekspresi Muda K...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Ekspresi Muda Kota

Perkembangan teknologi yang semakin pesat tidak hanya ditemui pada bidang informasi, komunikasi, transportasi, konstruksi, pendidikan, atau kesehatan...

Refleksi Realit...

Oleh Journalaksa | 19 Oct 2024.
Refleksi Keraton Yogyakarta Melalui Perspektif Sosiologis

Manusia dan kebudayaan tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Adanya manusia menjadi penyebab munculnya kebudayaan. Kebudayaan sangat penting dalam k...

FITUR


Gambus

Oleh agus deden | 21 Jun 2012.
Alat Musik

Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual...

Hukum Adat Suku...

Oleh Riduwan Philly | 23 Jan 2015.
Aturan Adat

Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala...

Fuu

Oleh Sobat Budaya | 25 Jun 2014.
Alat Musik

Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend...

Ukiran Gorga Si...

Oleh hokky saavedra | 09 Apr 2012.
Ornamen Arsitektural

Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai...