Tradisi nyadran adalah bentuk upacara penghormatan untuk arwah orang-orang meninggal yang dianggap suci pada masa Hindu Kuno yang disebut shraddha. Kata shraddha mengandung arti iman. Oleh sebab itu shraddha memiliki arti ritual yang ditujukan untuk merepresentasikan iman untuk mendoakan dan mendekatkan diri pada nenek moyang (Dilipsinh, 2004: 66). Shraddha dilakukan dengan menunjukan rasa hormat kepada nenek moyang dan bersyukur atas melimpahnya air dan alam yang dilakukan setiap tahun (Panday, et. Al., 2006: 39). Keyakinan akan adanya kehidupan yang dijalani setelah kematian dengan dunia yang terpisah dituang dalam pitru-loka pada periode pra-Weda. Pitru-loka dimaknai sebagai tempat yang terletak antara bumi dan langit yang dihuni oleh jiwa tiga generasi sebelumnya, jiwa anngota dari generasi berikutnya lepas melalui kematian di bumi dan mencapai pitru-loka (Dilipsinh, 2004: 66). Namun dewasa ini tradisi nyadran memiliki banyak artian. Seperti pada lingkungan rumah saya yang berada di kota Solo. Tradisi nyadran sejatinya adalah tradisi jawa yang dilakukan untuk membersihkan dan menghormati makam nenek moyang atau kerabat yang telah meninggal. Ritual Shraddha dilaksanakan pada tanggal sesuai dengan tanggal kematian seseorang yang dihormati, akan tetapi terdapat pengecualian dalam aturan ini. Jika keluarga atau sanak saudara tidak mengetahui tanggal pasti kematian saudara yang akan didoakannya pada ritual shraddha maka penentuan waktunya dilakukan pada hari-hari yang dianggap luar biasa, ditentukan berdasarkan perhitungan tertentu. Namun pada lingkungan saya tradisi nyadran dilakukan pada hari-hari menjelang puasa. Banyak sanak saudara yang datang dari perantauan sekedar untuk mampir ke makam orangtua atau sanak saudara yang telah meninggal. Tradisi nyadran di lingkungan saya banyak dihadiri oleh tetangga rumah. Karena memang sebagian besar sodara kerabat banyak yang dimakamkan pada satu lingkup pemakaman. Kemudian sebagian besar juga lingkungan rumah saya masih sodara dari nenek moyang yang sama. Pada saat nyadran, keluarga dan kerabat yang masih hidup berkumpul di dekat makam dan melakukan ritual seperti membersihkan makam, mempersembahkan bunga, kembang, dan sesajen, serta membaca doa. Tujuannya adalah untuk memberikan penghormatan kepada nenek moyang serta memohon berkat dan perlindungan dari mereka. Tradisi nyadran sendiri dilakukan di pemakaman umum pracimaloyo yang berada di Makamhaji, Kec Kartasura, Kabupaten Sukoharjo. Kebetulan pemakaman pracimaloyo merupakan pemakaman terbesar yang ada di perbatasan kota Solo dengan Kabupaten Sukoharjo, dimana memiliki luas sekitar 11.000 meter persegi. Tidak heran jika banyak tetangga lingkungan rumah yang memakamkan sanak saudara di pemakaman tersebut. Kebetulan jarak antar makam juga tidak berjauh-jauhan. Jadi ketika prosesi nyadran berlangsung kami berkumpul untuk bersama-sama mendoakan dan membersihkan makam. Selain itu acara yang dilakukan tidak hanya memberishkan dan berdoa bersama, kami juga makan bersama sebagai bentuk rasa syukur karena masih diberi umur panjang sehingga bisa berkumpul dengan tetangga bahkan sanak saudara yang merantau. Tradisi nyadran juga dianggap sebagai ajang silaturahmi antar keluarga dan kerabat yang masih hidup. Tradisi nyadran makam dilakukan oleh keluarga dan sanak saudara dengan membawa bunga dan air untuk ditaruh dan disiramkan ke makam saudara yang telah meninggal. Selain itu warga bersama-sama bergotong-royong untuk membersihkan makam. Setelah mendoakan diatas makam sanak saudara kami beranjak untuk berkumpul dengan tetangga. Tidak sedikit juga tetangga yang masih memiliki hubungan saudara. Setelah berkumpul kami bersama-sama berdoa dan tahlil yang dipimpin oleh orang yang dituakan. Selepas itu kami makan dan berbincang bersama-sama. Hal ini sering kali menjadi momen untuk mengenang dan berbagi kenangan tentang nenek moyang yang telah meninggal.
Referensi : Ernawati, P. (2016). Kearifan Lokal Dalam Tradisi Nyadran Masyarakat Sekitar Situs Liangan. Penerbit Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNP) D.I Yogyakarta
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja
Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...