Indonesia kaya akan suku yang didalamnya memiliki beragam adat dan budaya yang membuat siapa saja yang melihatnya pasti takjub. Salah satu budaya bangsa yang populer hingga dilirik oleh wisatawan mancanegara adalah pertunjukan suku Papua yang menggunakan alat musik khasnya bernama tifa. Instrumen musik ini terbilang unik dan adanya di Papua saja. Untuk lebih jelasnya, kami bagikan infonya di sini. Simak sampai tuntas ya.
Tifa merupakan salah satu dari ragam alat musik Papua yang paling populer yang mana menjadi identitas khas bagi masyarakat Papua. Tifa dimainkan dengan cara dipukul layaknya gendang dan dimainkan oleh pria dewasa. Biasanya alat musik tradisional Papua ini dimainkan pada acara-acara adat ritual.
Bahan pembuatan tifa berasal dari kayu khusus bernama lenggua yang dipercaya memiliki tingkat kekuatan lebih baik daripada jenis kayu lainnya. Lenggua disebut-sebut menjadi jenis kayu kualitas terbaik karena ketebalan dan kekokohannya.
Proses pembuatan pertama kali lenggua dibuat dalam bentuk tabung dan tinggi dibuat berbeda sesuai jenis dan daerah. Kemudian tifa dikasih lubang di dalam tabung supaya mengeluarkan nada nyaring ketika dipukul. Bagian sisi ujung ditutup menggunakan kulit rusa, tapi sebagian daerah ada yang memanfaatkan kulit biawak yang sudah dikeringkan.
Selanjutnya kulit dipanasin sampai tertarik kuat. Patokannya adalah tingkat kering kulit hewannya, semakin kuat maka semakin nyaring nadanya. Kemudian ditempel biji damar juga supaya makin merdu. Akan tetapi karena ramping dan tak berat, sura yang dihasilkan tifa tidak sebesar gendang yang lebih mendengung.
Sejarah alat musik tifa cukup bervariasi tergantung kisah dari masing-masing daerah. Namun, paling terkenal adalah tifa dari wilayah Biak. Sebagian besar warga pedalaman masih percaya penuh dengan cerita mitos-mitos yang ada. Konon di Biak tinggal dua pria yang bernama Sarenbeyar dan Fraimun. Mereka memiliki makna yang menjadikan ikatan sangat dekat. Saren berarti busur dan beyar berarti anak panah. Sedangkan fraimun berarti alat perang gagah yang mampu membunuh.
Kedua saudara ini meninggalkan kampung halamannya, desa Maryendi, karena telah tenggelam. Mereka merantau dan menemukan daerah Wampember yang masuk wilayah Biak Utara dan menginap di sana. Saat berburu pada waktu malam hari, mereka menjumpai opsur yang merupakan kayu atau pohon yang mampu menghasilkan suara nyaring. Dikarenakan sudah larut malam, mereka memutuskan untuk pulang.
Esok hari keduanya mengunjungi pohon opsur. Ternyata pohon itu dihinggapi lebah madu, biawak, soa-soa dan hewan kecil lain. Dua saudara ini begitu penasaran akan pohon itu lalu memutuskan untuk memotongnya. Kemudian mereka mengeruk kayu bagian tengah sampai mirip pipa menggunakan Nibong.
Nibong merupakan besi panjang yang bagian ujungnya tajam. Mereka juga membakar tengahnya supaya lebih rapi. Ketika akan menutup sisi kayu, salah satu berniat menggunakan kulit pahanya, kulit dari kakak tertua. Sesaat ditimbang-timbang, mereka memutuskan menggunakan kulit soa karena jika menggunakan kulit paha terasa menyakitkan.
Penangkapan soa ini bukan asal-asalan. Dua saudara ini memanggil soa-soa tersebut “Hai, napiri Bo…” berulang kali dengan bahasa Biak. Akhirnya soa-soa tersebut paham dan seakan-akan rela menyerahkan diri. Kemudian mereka mengulitinya dan dimanfaatkan sebagai penutup sisi kayu berbentuk pipa. Hasil kerja keras mereka itulah yang sekarang dikenal dengan tifa.
Itulah penjelasan singkat mengenai alat musik tifa yang bisa kami ulas di sini. Semoga memberika wawasan kepada kita semua agar semakin mengenal ragam budaya Nusantara.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja