Tarian
Tarian
Tarian Daerah Istimewa Yogyakarta Jogjakarta
Tarian Beksan Kudha Gadhingan
- 7 Januari 2021

Beksan Kuda Gadhingan merupakan Yasan Dalem (karya) Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855). Diciptakan pada 29 September 1847, beksan ini terinspirasi dari karya Sri Sultan Hamengku Buwono I, seperti Beksan Lawung, Guntur Segoro, dan Tugu Waseso. Beksan Kuda Gadhingan merupakan salah satu karya unggulan Sri Sultan Hamengku Buwono V selain Srimpi Renggawati. Berikut ini sepenggal bait dari kandha (narasi) yang dibawakan sebagai pembuka beksan dan menggambarkan awal mula penciptaan Beksan Kuda Gadhingan.

Punika pemut amemukti kala awit sinerat Kagengan Dalem Serat Kandha, Klangenan Dalem Beksan Kuda Gadhingan, Yasan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana, Senapati Ing Ngalaga, Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatullah ingkang kaping V, saha kumendur sangking bintang leyo Nendrelan, ingkang angrenggani kadhaton nagari ing Ngayugyakarta Hadiningrat, marengi ing dinten Rebo Kliwon wanci jam 11. Tanggal kaping 18 wulan sawal taun Dal 1775, mongsa kasa lambang langkir, wuku pahang, utawi wulan welandi kaping 29 September taun 1847 utawi ongka marta, 350

Terjemahan: "Inilah pengingat kewibawaan, sejak awal ditulisnya Kagungan Dalem Serat Kandha,Klangenan Dalem (kegemaran Sultan) Beksan Kuda Gadhingan, peninggalan sultan Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono, Senapati Ing Ngalaga, Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalifatullah yang ke V, yang berpangkat bintang Leyo Nendrelan, yang bertakhta di Kadhaton Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat bersama (dengan ditulisnya naskah) pada Rabu Kliwon, pukul 11 (siang). Tanggal ke-18, bulan Syawal, tahun 1775 Dal Jawa, mongso kasa lambang langkir, wukunya pahang atau (bertepatan) dengan bulan Belanda (masehi) tanggal 29 September tahun 1847 atau berangka marta 350"

Jalan Cerita Beksan Kuda Gedhingan Beksan ini mengambil kisah roman Panji dalam wayang gedog yang menceritakan peperangan antara Raden Kuda Gadhingan dengan Patih Mandra Sudira. Raden Kuda Gadhingan merupakan kadeyan (karib) dan senapati Panji Asmarabangun dari Kerajaan Jenggala, sedangkan Patih Mandra Sudira merupakan patih Prabu Dasalengkara dari Kerajaan Pudhak Sategal. Mereka berperang demi memperebutkan Dewi Candrakirana, yang dipercaya sebagai titisan Dewi Anggraeni oleh kedua pihak. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh Raden Kuda Gadhingan. Kisah Kuda Gadhingan sangat jarang dan bahkan tidak pernah dipentaskan dalam pertunjukan wayang. Faktor usia cerita wayang gedog yang tua menjadi salah satu alasannya. Selain itu, tidak pernah pula dipentaskan dalam bentuk tarian lain. Namun, kisah tersebut pernah diangkat dalam pertunjukan kethoprak. Hanya saja tokoh Kuda Gadhingan menggunakan nama lain, yakni Tumenggung Kuda Panegar.

Filosofi Beksan Kuda Gadhingan: Beksan Kuda Gadhingan juga diilhami Srimpi Renggawati terkait filosofi keblat papat lima pancer. Filosofi tersebut merupakan Wasiat Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono V kepada adiknya KGPA Mangkubumi ketika menciptakan Srimpi Renggawati. Wasiat tersebut berasal dari kitab Betaljemur Adammakna. Dalam Srimpi Renggawati terdapat 5 penari; 1 penari sebagai pancer dan 4 penari sebagai sipat. Keblat papat lima pancer melambangkan hawa nafsu yang ada di dalam diri setiap manusia; mutmainah (sinar) berwarna kuning, supiyah (kesucian) berwarna putih, aluamah (makan) berwarna hitam, dan amarah (kemurkaan) berwarna merah. Filosofi keblat papat lima pancer juga diterapkan pada Beksan Kuda Gadhingan, meski filosofi tersebut jarang ditemukan pada beksan kakung gaya Yogyakarta.

Karakter Kuda Gadhingan: Beksan Kuda Gadhingan dibawakan oleh 10 penari putra dengan dua karakter; pancer dan sipat. Pancer diperankan 2 penari dan sipat 8 penari. Pancer memerankan Raden Kuda Gadhingan dan Patih Mandra Sudira. Masing-masing pancer memiliki 4 penari sipat. Kedua tokoh utama menarikan ragam gerak kalang kinantang gagah. Dalam wayang purwa, Raden Kuda Gadhingan memiliki karakteristik layaknya Raden Setyaki yang loyal kepada rajanya. Apa pun perintah yang diberikan akan dipatuhi dengan ikhlas hati.

Busana Penari: Belum ditemukan catatan pasti mengenai tata busana yang dikenakan oleh penari Kuda Gadhingan. Namun apabila mengacu pada ikonografi wayang gedog, busana Raden Kuda Gadhingan dan Patih Mandra Sudira memiliki kemiripan dengan ikonografi wayang purwa. Yang berbeda adalah pemakaian irah-irahan (hiasan kepala). Karakter wayang gedog mengenakan tekes (topi baret). Macamnya ada tiga, yakni tekes alusan, tekes mas-masan, dan tekes tepen rikma. Mengingat tari ini diciptakan Sri Sultan Hamengku Buwono V dan terinspirasi karya beksan era Sri Sultan Hamengku Buwono I, penggunaan tepen sebagai irah-irahan sangat mungkin terjadi. Kedua penari pancer mengenakan busana yang sama. Sementara delapan penari sipat memakai busana yang berbeda-beda, disesuaikan dengan sifat dan warna masing-masing. Saat pentas, Raden Kuda Gadhingan dan Patih Mandra Sudira menggunakan gaman (senjata) gada dalam adegan peperangan. Sebagai tokoh protagonis, Raden Kuda Gadhingan menggunakan gada bindi (bergerigi), sedangkan tokoh antagonis, Patih Mandra Sudira, menggunakan gada tidak bergerigi. Gada ini menjadi pembeda kedua tokoh yang sama-sama menampilkan ragam gerak tari kalang kinantang gagah tersebut.

Pola Tunjung Teratai: Beksan Kuda Gadhingan memiliki pola lantai tunjung teratai. Pola ini menjadi tata gelar ketika enjeran (adu kekuatan sebelum maju perang), bentuknya menyerupai bunga teratai yang mengembang menguncup. Pola ini terwujud oleh ragam gerak lampah sekar dan kipat gajahan untuk berputar.

Iringan Gedhing: Gendhing yang dibawakan dalam Beksan Kuda Gadhingan meliputi: Lagon Wetah Slendro Sanga, Lagon Ngelik Slendro Sanga, Kandha, Ladrang Awun-Awun Slendro Sanga, Kawin Sekar Pangkur Slendro Sanga, Plajaran Slendro Sanga, Kawin Sekar Girisa Slendro Sanga, Pocapan, Ladrang Babad Kenceng Slendro Sanga, Gangsaran, Kemanakan, Monggang, Ladrang Awun-awun Slendro Sanga, dan Lagon Jugag Slendro Sanga.

Iringan khas untuk Beksan Kuda Gadhingan adalah Gendhing Kemanakan yang diperkaya dengan instrumen khusus berupa kemanak dan klinthing robyong bernama Kiai Sekar Delima. Dalam beksan ini, Gendhing Kemanakan dipadukan dengan gerak enjer untuk menggambarkan suasana sebelum maju perang.

Penggunaan alat musik barat berupa alat tiup dan perkusi juga diterapkan pada Gendhing Gangsaran dan Monggang. Ini merupakan salah satu wujud inovasi Sri Sultan Hamengku Buwono V yang pada masa pemerintahannya Keraton Yogyakarta mulai memadukan gamelan dengan alat musik barat.

Walaupun sudah lama tidak dipentaskan, beksan ini menarik untuk digali kembali agar nilai-nilai kesatria Raden Kuda Gadhingan senantiasa abadi. Ini merupakan perwujudan tanggung jawab Keraton Yogyakarta dalam mengembangkan kesenian adiluhung agar lestari dan berkesinambungan.

sumber: warisanbudaya.kemendikbud.go.id

Diskusi

Silahkan masuk untuk berdiskusi.

Daftar Diskusi

Rekomendasi Entri

Gambar Entri
Wisma Muhammadiyah Ngloji
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
SMP Negeri 1 Berbah
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Pabrik Gula Randugunting
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Kompleks Panti Asih Pakem
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja

avatar
Bernadetta Alice Caroline
Gambar Entri
Jembatan Plunyon Kalikuning
Produk Arsitektur Produk Arsitektur
Daerah Istimewa Yogyakarta

Jembatan Plunyon merupakan bagian dari wisata alam Plunyon-Kalikuning yang masuk kawasan TNGM (Taman Nasional Gunung Merapi) dan wisatanya dikelola Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) setempat, yaitu Kalikuning Park. Sargiman, salah seorang pengelola wisata alam Plunyon-Kalikuning, menjelaskan proses syuting KKN Desa Penari di Jembatan Plunyon berlangsung pada akhir 2019. Saat itu warga begitu penasaran meski syuting dilakukan secara tertutup. Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan zoom-in-whitePerbesar Jembatan Plunyon yang berada di Wisata Alam Plunyon-Kalikuning di Cangkringan, Kabupaten Sleman. Lokasi ini ramai setelah menjadi lokasi syuting film KKN Desa Penari. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan "Syuting yang KKN itu kebetulan, kan, 3 hari, yang 1 hari karena gunungnya tidak tampak dibatalkan dan diu...

avatar
Bernadetta Alice Caroline