Beksan Kuda Gadhingan merupakan Yasan Dalem (karya) Sri Sultan Hamengku Buwono V (1823-1855). Diciptakan pada 29 September 1847, beksan ini terinspirasi dari karya Sri Sultan Hamengku Buwono I, seperti Beksan Lawung, Guntur Segoro, dan Tugu Waseso. Beksan Kuda Gadhingan merupakan salah satu karya unggulan Sri Sultan Hamengku Buwono V selain Srimpi Renggawati. Berikut ini sepenggal bait dari kandha (narasi) yang dibawakan sebagai pembuka beksan dan menggambarkan awal mula penciptaan Beksan Kuda Gadhingan.
Punika pemut amemukti kala awit sinerat Kagengan Dalem Serat Kandha, Klangenan Dalem Beksan Kuda Gadhingan, Yasan Dalem Ingkang Sinuwun Kangjeng Sultan Hamengkubuwana, Senapati Ing Ngalaga, Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalipatullah ingkang kaping V, saha kumendur sangking bintang leyo Nendrelan, ingkang angrenggani kadhaton nagari ing Ngayugyakarta Hadiningrat, marengi ing dinten Rebo Kliwon wanci jam 11. Tanggal kaping 18 wulan sawal taun Dal 1775, mongsa kasa lambang langkir, wuku pahang, utawi wulan welandi kaping 29 September taun 1847 utawi ongka marta, 350
Terjemahan: "Inilah pengingat kewibawaan, sejak awal ditulisnya Kagungan Dalem Serat Kandha,Klangenan Dalem (kegemaran Sultan) Beksan Kuda Gadhingan, peninggalan sultan Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengku Buwono, Senapati Ing Ngalaga, Ngabdurahman Sayidin Panatagama Kalifatullah yang ke V, yang berpangkat bintang Leyo Nendrelan, yang bertakhta di Kadhaton Nagari Ngayogyakarta Hadiningrat bersama (dengan ditulisnya naskah) pada Rabu Kliwon, pukul 11 (siang). Tanggal ke-18, bulan Syawal, tahun 1775 Dal Jawa, mongso kasa lambang langkir, wukunya pahang atau (bertepatan) dengan bulan Belanda (masehi) tanggal 29 September tahun 1847 atau berangka marta 350"
Jalan Cerita Beksan Kuda Gedhingan Beksan ini mengambil kisah roman Panji dalam wayang gedog yang menceritakan peperangan antara Raden Kuda Gadhingan dengan Patih Mandra Sudira. Raden Kuda Gadhingan merupakan kadeyan (karib) dan senapati Panji Asmarabangun dari Kerajaan Jenggala, sedangkan Patih Mandra Sudira merupakan patih Prabu Dasalengkara dari Kerajaan Pudhak Sategal. Mereka berperang demi memperebutkan Dewi Candrakirana, yang dipercaya sebagai titisan Dewi Anggraeni oleh kedua pihak. Peperangan ini akhirnya dimenangkan oleh Raden Kuda Gadhingan. Kisah Kuda Gadhingan sangat jarang dan bahkan tidak pernah dipentaskan dalam pertunjukan wayang. Faktor usia cerita wayang gedog yang tua menjadi salah satu alasannya. Selain itu, tidak pernah pula dipentaskan dalam bentuk tarian lain. Namun, kisah tersebut pernah diangkat dalam pertunjukan kethoprak. Hanya saja tokoh Kuda Gadhingan menggunakan nama lain, yakni Tumenggung Kuda Panegar.
Filosofi Beksan Kuda Gadhingan: Beksan Kuda Gadhingan juga diilhami Srimpi Renggawati terkait filosofi keblat papat lima pancer. Filosofi tersebut merupakan Wasiat Dalem Sri Sultan Hamengku Buwono V kepada adiknya KGPA Mangkubumi ketika menciptakan Srimpi Renggawati. Wasiat tersebut berasal dari kitab Betaljemur Adammakna. Dalam Srimpi Renggawati terdapat 5 penari; 1 penari sebagai pancer dan 4 penari sebagai sipat. Keblat papat lima pancer melambangkan hawa nafsu yang ada di dalam diri setiap manusia; mutmainah (sinar) berwarna kuning, supiyah (kesucian) berwarna putih, aluamah (makan) berwarna hitam, dan amarah (kemurkaan) berwarna merah. Filosofi keblat papat lima pancer juga diterapkan pada Beksan Kuda Gadhingan, meski filosofi tersebut jarang ditemukan pada beksan kakung gaya Yogyakarta.
Karakter Kuda Gadhingan: Beksan Kuda Gadhingan dibawakan oleh 10 penari putra dengan dua karakter; pancer dan sipat. Pancer diperankan 2 penari dan sipat 8 penari. Pancer memerankan Raden Kuda Gadhingan dan Patih Mandra Sudira. Masing-masing pancer memiliki 4 penari sipat. Kedua tokoh utama menarikan ragam gerak kalang kinantang gagah. Dalam wayang purwa, Raden Kuda Gadhingan memiliki karakteristik layaknya Raden Setyaki yang loyal kepada rajanya. Apa pun perintah yang diberikan akan dipatuhi dengan ikhlas hati.
Busana Penari: Belum ditemukan catatan pasti mengenai tata busana yang dikenakan oleh penari Kuda Gadhingan. Namun apabila mengacu pada ikonografi wayang gedog, busana Raden Kuda Gadhingan dan Patih Mandra Sudira memiliki kemiripan dengan ikonografi wayang purwa. Yang berbeda adalah pemakaian irah-irahan (hiasan kepala). Karakter wayang gedog mengenakan tekes (topi baret). Macamnya ada tiga, yakni tekes alusan, tekes mas-masan, dan tekes tepen rikma. Mengingat tari ini diciptakan Sri Sultan Hamengku Buwono V dan terinspirasi karya beksan era Sri Sultan Hamengku Buwono I, penggunaan tepen sebagai irah-irahan sangat mungkin terjadi. Kedua penari pancer mengenakan busana yang sama. Sementara delapan penari sipat memakai busana yang berbeda-beda, disesuaikan dengan sifat dan warna masing-masing. Saat pentas, Raden Kuda Gadhingan dan Patih Mandra Sudira menggunakan gaman (senjata) gada dalam adegan peperangan. Sebagai tokoh protagonis, Raden Kuda Gadhingan menggunakan gada bindi (bergerigi), sedangkan tokoh antagonis, Patih Mandra Sudira, menggunakan gada tidak bergerigi. Gada ini menjadi pembeda kedua tokoh yang sama-sama menampilkan ragam gerak tari kalang kinantang gagah tersebut.
Pola Tunjung Teratai: Beksan Kuda Gadhingan memiliki pola lantai tunjung teratai. Pola ini menjadi tata gelar ketika enjeran (adu kekuatan sebelum maju perang), bentuknya menyerupai bunga teratai yang mengembang menguncup. Pola ini terwujud oleh ragam gerak lampah sekar dan kipat gajahan untuk berputar.
Iringan Gedhing: Gendhing yang dibawakan dalam Beksan Kuda Gadhingan meliputi: Lagon Wetah Slendro Sanga, Lagon Ngelik Slendro Sanga, Kandha, Ladrang Awun-Awun Slendro Sanga, Kawin Sekar Pangkur Slendro Sanga, Plajaran Slendro Sanga, Kawin Sekar Girisa Slendro Sanga, Pocapan, Ladrang Babad Kenceng Slendro Sanga, Gangsaran, Kemanakan, Monggang, Ladrang Awun-awun Slendro Sanga, dan Lagon Jugag Slendro Sanga.
Iringan khas untuk Beksan Kuda Gadhingan adalah Gendhing Kemanakan yang diperkaya dengan instrumen khusus berupa kemanak dan klinthing robyong bernama Kiai Sekar Delima. Dalam beksan ini, Gendhing Kemanakan dipadukan dengan gerak enjer untuk menggambarkan suasana sebelum maju perang.
Penggunaan alat musik barat berupa alat tiup dan perkusi juga diterapkan pada Gendhing Gangsaran dan Monggang. Ini merupakan salah satu wujud inovasi Sri Sultan Hamengku Buwono V yang pada masa pemerintahannya Keraton Yogyakarta mulai memadukan gamelan dengan alat musik barat.
Walaupun sudah lama tidak dipentaskan, beksan ini menarik untuk digali kembali agar nilai-nilai kesatria Raden Kuda Gadhingan senantiasa abadi. Ini merupakan perwujudan tanggung jawab Keraton Yogyakarta dalam mengembangkan kesenian adiluhung agar lestari dan berkesinambungan.
sumber: warisanbudaya.kemendikbud.go.id
1. Rendang (Minangkabau) Rendang adalah hidangan daging (umumnya sapi) yang dimasak perlahan dalam santan dan bumbu rempah-rempah yang kaya selama berjam-jam (4–8 jam). Proses memasak yang sangat lama ini membuat santan mengering dan bumbu terserap sempurna ke dalam daging. Hasilnya adalah daging yang sangat empuk, padat, dan dilapisi bumbu hitam kecokelatan yang berminyak. Cita rasanya sangat kompleks: gurih, pedas, dan beraroma kuat. Rendang kering memiliki daya simpan yang panjang. Rendang adalah salah satu hidangan khas Indonesia yang paling terkenal dan diakui dunia. Berasal dari Minangkabau, Sumatera Barat, masakan ini memiliki nilai budaya yang tinggi dan proses memasak yang unik. 1. Asal dan Filosofi Asal: Rendang berasal dari tradisi memasak suku Minangkabau. Secara historis, masakan ini berfungsi sebagai bekal perjalanan jauh karena kemampuannya yang tahan lama berkat proses memasak yang menghilangkan air. Filosofi: Proses memasak rendang yang memakan waktu lama mela...
Ayam goreng adalah salah satu menu favorit keluarga yang tidak pernah membosankan. Namun, jika kamu ingin mencoba variasi yang lebih gurih dan harum, ayam goreng bawang putih renyah adalah pilihan yang tepat. Ciri khasnya terletak pada aroma bawang putih yang kuat serta kriukannya yang renyah saat digigit. Resep ini juga sangat mudah dibuat, cocok untuk menu harian maupun ide jualan. Bahan-Bahan Bahan Ayam Ungkep ½ kg ayam (boleh potong kecil agar lebih cepat matang) 5 siung bawang putih 4 siung bawang merah 1 sdt ketumbar bubuk 1 ruas kunyit (opsional untuk warna) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400 ml Bahan Kriuk Bawang 5–6 siung bawang putih, cincang halus 3 sdm tepung maizena ¼ sdt garam ¼ sdt lada Minyak banyak untuk menggoreng Cara Membuat Ungkep ayam terlebih dahulu Haluskan bawang putih, bawang merah, kunyit, dan ketumbar. Tumis sebentar hingga harum. Masukkan ayam, aduk rata, lalu tuang air. Tambahkan garam dan kaldu...
Ayam ungkep bumbu kuning adalah salah satu menu rumahan yang paling praktis dibuat. Rasanya gurih, aromanya harum, dan bisa diolah lagi menjadi berbagai hidangan seperti ayam goreng, ayam bakar, hingga pelengkap nasi kuning. Keunggulan lainnya, resep ini termasuk cepat dan cocok untuk kamu yang ingin memasak tanpa ribet namun tetap enak. Berikut resep ayam ungkep bumbu kuning cepat yang bisa kamu coba di rumah. Bahan-Bahan ½ kg ayam, potong sesuai selera 4 siung bawang putih 5 siung bawang merah 1 ruas kunyit 1 ruas jahe 1 ruas lengkuas (geprek) 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 batang serai (geprek) 1 sdt ketumbar bubuk (opsional) Garam secukupnya Kaldu bubuk secukupnya Air ± 400–500 ml Minyak sedikit untuk menumis Cara Membuat Haluskan bumbu Blender atau ulek bawang merah, bawang putih, kunyit, jahe, dan ketumbar bubuk (jika dipakai). Semakin halus bumbunya, semakin meresap ke ayam. Tumis bumbu hingga harum Panaskan sedikit m...
Sumber daya air merupakan sebuah unsur esensial dalam mendukung keberlangsungan kehidupan di bumi. Ketersediaan air dengan kualitas baik dan jumlah yang cukup menjadi faktor utama keseimbangan ekosistem serta kesejahteraan manusia. Namun, pada era modern saat ini, dunia menghadapi krisis air yang semakin mengkhawatirkan (Sari et al., 2024). Berkurangnya ketersediaan air disebabkan oleh berbagai faktor global seperti pemanasan, degradasi lingkungan, dan pertumbuhan penduduk yang pesat. Kondisi tersebut menuntut adanya langkah-langkah strategis dalam pengelolaan air dengan memperhatikan berbagai faktor yang tidak hanya teknis, tetapi juga memperhatikan sosial dan budaya masyarakat. Salah satu langkah yang relevan adalah konservasi air berbasis kearifan lokal. Langkah strategis ini memprioritaskan nilai-nilai budaya masyarakat sebagai dasar dalam menjaga sumber daya air. Salah satu wilayah yang mengimplementasikan konservasi berbasis kearifan lokal yaitu Goa Ngerong di kecamatan Rengel,...
Kelahiran seorang anak yang dinantikan tentu membuat seorang ibu serta keluarga menjadi bahagia karena dapat bertemu dengan buah hatinya, terutama bagi ibu (melahirkan anak pertama). Tetapi tidak sedikit pula ibu yang mengalami stress yang bersamaan dengan rasa bahagia itu. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tentang makna dari pra-kelahiran seseorang dalam adat Nias khusunya di Nias Barat, Kecamatan Lahomi Desa Tigaserangkai, dan menjelaskan tentang proses kelahiran anak mulai dari memberikan nama famanoro ono khora sibaya. Metode pelaksanaan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode observasi dan metode wawancara dengan pendekatan deskriptif. pendekatan deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan fakta sosial dan memberikan keterangan yang jelas mengenai Pra-Kelahiran dalam adat Nias. Adapun hasil dalam pembahasan ini adalah pra-kelahiran, pada waktu melahirkan anak,Pemberian Nama (Famatorõ Tõi), acara famangõrõ ono khõ zibaya (Mengantar anak ke rumah paman),...