Kata lurik berasal dari jawa kuno ‘lorek’ yang artinya lajur, garis, atau belang. Lurik ini sendiri merupakan turunan dari tenun yang kemudian terus mengalami perkembangan khususnya di pedesaan Jawa. Fun Factnya lurik memang sudah ada sejak zaman Majapahit, adanya kain bermotif lajur atau garis ini telah diceritakan dalam cerita Wayang Beber. Pada masa itu ada seorang kesatria yang ingin melamar putri raja dengan mas kawin sebuah alat tenun gendong.
Di wilayah Jawa nih dari zaman dulu kain lurik memang sudah digunakan sebagai pakaian baik di lingkungan biasa hingga keraton. Bahkan sampai sekarang para abdi dalem dan prajurit keraton masih menggunakan lurik sebagai pakaian sehari-hari. Wah, terus daerah mana yang memproduksi lurik di zaman itu ya? Salah satunya Klaten sebagai sentra lurik dengan teknik yang masih tradisional dan dipertahankan hingga sekarang yaitu menggunakan ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin).
Klaten sendiri memiliki 3 daerah penghasil lurik yaitu ada Delanggu, Pedan, dan Cawas. Menariknya daerah Pedan pernah mencapai masa emasnya sebagai pusat produksi lurik di Jawa Tengah. Nah ini berkat seorang pelopor yang mengajarkan cara membuat lurik kepada masyarakat Pedan sekitar tahun 1940-an. Ia adalah Suhardi Hadi Sumanto seorang saudagar yang mempelajari tekstil (Textiel Inrichting Bandoeng) yang akhirnya tertarik untuk membuka usaha tekstil dan mengajarkan pembuatan lurik pada masyarakat sekitar.
Pada tahun 1960-an menjadi masa keemasan Lurik di Pedan. Sekitar sekitar 500 industri tenun rumahan dengan 7.000 tenaga kerjanya memproduksi permintaan Lurik yang laris dipasaran. Namun, adanya konglomerasi di era Orde Baru menjadikan produksi Lurik di Pedan ini sedikit meredup. Modernisasi juga berdampak pada penggantian ATBM (Alat Tenun Bukan Mesin) menjadi Mesin di industri-industri Lurik Pedan. Eits tapi nggak semua industri lurik melakukan hal tersebut karena masih ada industri yang mempertahankan ATBM sebagai alat produksinya.
Umumnya Lurik memiliki tiga corak dasar saja, yaitu Lajuran, Pakan Malang, dan Cacahan. Corak lajuran memiliki bentuk lajur yaitu garis-garisnya membujur secara vertikal. Selanjutnya corak pakan malang garis-garisnya melintang secara vertikal dan horizontal. Terakhir corak cacahan, corak ini sedikit rumit karena terjadi persilangan antara dua corak sebelumnya (lajuran dan pakan malang). Di Pedan Klaten corak dasar tersebut dikembangkan dan menciptakan motif khasnya. Ada motif Tumenggungan, Bribil, Liwatan, Tumbar Pecah, Lasem dan motif Telu-Pat.
Sama halnya dengan Batik ternyata setiap motif Lurik juga memiliki filosofisnya loh! Jadi penggunaannya disesuaikan dengan tradisi yang berlaku, seperti motif Telu-pat motif khas Lurik Klaten dipakai oleh abdi dalem. Ada juga motif Tumbar Pecah yang hanya digunakan untuk upacara selamatan tujuh bulanan karena dipercaya untuk keselamatan bayi. Wah! ternyata Lurik memang tidak bisa dipisahkan dengan adat, filosofi, dan makna dari pemakainya karena didalamnya terkandung nasihat, harapan, permohonan, dan kepercayaan tradisi Jawa.
Referensi:
BAHAN-BAHAN 1 ikat kangkung bumbu halus : 5 siung bawang merah 2 siung bawang putih 2 butir kemiri 1 sdt ketumbar bubuk seruas kencur aromatic : 2 lembar daun salam 2 lembar daun jeruk 1 btg sereh seruas lengkuas,geprek seasoning : 1 sdt garam (sesuai selera) 1/2 sdt kaldu bubuk 1/2 sdm gula jawa sisir 1 sdt gula pasir Rose Brand 1 bungkus santan cair instan Rose Brand 1 liter air 3 sdm minyak goreng untuk menumis CARA MEMASAK: Siangi kangkung cuci bersih,tiriskan Haluskan bumbu Tumis bumbu halus hingga harum dengan secukupnya minyak goreng,masukkan aromatic,masak hingga layu,beri air 1 lt Masukkan kangkung,beri seasoning,aduk rata Koreksi rasa Sajikan Sumber: https://cookpad.com/id/resep/25030546?ref=search&search_term=kangkung
Bahan: 1 buah tomat, potong dadu 2 ekor ikan tongkol ukuran sedang (1/2kg) 1/2 bks bumbu marinasi bubuk 1 sdt bawang putih Secukupnya garam Secukupnya gula 7 siung bawang merah, iris 5 buah cabe rawit, iris 2 batang sereh, ambil bagian putihnya, iris 3 lembar daun jeruk, iris tipis-tipis 1 bks terasi ABC Minyak untuk menumis Secukupnya air Cara memasak: Cuci bersih ikan tongkol. Taburi bumbu marinasi desaku, garam secukupnya, air 2 sdm ke ikan tongkol. Siapkan bahan-bahan. Iris tipis bawang merah, daun jeruk, seret, cabe rawit. Kukus ikan tongkol selama 10 menit. Lapisi dengan daun pisang atau daun kunyit. Boleh jg tidak d lapisi. Setelah ikan di kukus, goreng ikan. Tumis bawang merah dan bahan lainnya. Masukkan terasi yg telah dihancurkan. Setelah matang, masukkan ikan yang telah digoreng. Aduk hingga rata. Sajikan dengan nasi hangat. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/24995999?ref=search&search_term=dabu+dabu
Bahan-bahan Porsi 2 orang Bumbu Ikan bakar : 2 ekor ikan peda 1 sdm kecap 1/2 sdm Gula merah 1/2 sdt garam Minyak goreng Bahan sambal dabu-dabu : 7 buah cabe rawit merah, iris kecil 1 buah tomat merah, iris dadu 3 siung bawang merah,iris halus 2 lembar daun jeruk, buang tulang tengah daun, iris tipis 2 sdm minyak goreng panas Cara Membuat: Marinasi ikan dengan air perasan jeruk nipis dan garam secukupnya, diamkan 20 menit, kemudian panggang diatas teflon(aku di happycall yang dialasi daun pisang) sesekali olesi minyak plus bumbu ke ikannya(aku pakai bumbu kecap dan gula merah) panggang sampai matang. Cara bikin Sambal dabu-dabu : Campurkan semua bahan sambal dabu-dabu ke dalam mangkok kecuali minyak kelapa, panaskan minyak kelapa, kemudian siram diatas sambal tadi, sajikan ikan peda bakar dengan sambal dabu-dabu. Sumber: https://cookpad.com/id/resep/15232544?ref=search&search_term=peda+bakar
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.