|
|
|
|
jaran goyang Tanggal 05 Aug 2014 oleh Yulius Dwi Kristian. |
AJIAN Jaran Goyang, konon merupakan jenis ilmu pelet paling dahsyat yang ada di tlatah Bumi Blambangan. Menurut penuturan para sesepuh dan budayawan Banyuwangi, ajian tersebut hanya bisa dinetralkan atau disembuhkan oleh si pemilik ajian atau yang mengirim ajian tersebut kepada sasarannya. Begitu dahsyatnya ajian Jaran Goyang itu, sehingga siapa pun yang terkena akan mengalami kasmaran yang begitu mendalam dan berperilaku seperti orang gila.
Untuk menggambarkan kedahsyatan ajian tersebut, sampai-sampai ada unen-unen (kata-kata atau peribahasa, red.) yang biasa digunakan masyarakat Using Banyuwangi untuk menyebutnya. Unen-unen tersebut berbunyi Dhung keneng Jaran Goyang, ukure nyuwun gumbal, yang bila diterjemahkan secara bebas kurang lebih berarti: kalau terkena ajian Jaran Goyang, pendek kata orang akan lupa diri seperti orang gila. Personifikasi orang gila di sini digambarkan dengan kata-kata nyuwun gumbal atau membawa gombal yang diletakkan di atas kepala. Mengerikan sekali!
Dan itu ternyata bagian dari kultur masyarakat Using yang oleh budayawan Hasnan Singodimayan disebut sebagai sebuah bentukresistensi. Kenapa harus begitu? Konon, Jaran Goyang hanya akan digunakan bila seseorang merasa dihina, dilecehkan atau dipermalukan oleh lawan jenis yang ditaksirnya.
Di balik keangkeran Jaran Goyang itu, ternyata tersirat sebuah makna filosofis yang begitu mendalam, yaitu orang akan membalas bila disakiti orang lain. Sederhananya, bila akan menolak cinta seseorang, hendaknya disampaikan dengan cara yang baik dan penuh pengertian, sehingga tidak sampai membuat sakit hati orang yang ditolak cintanya.
Sejak beberapa tahun silam, prosesi Jaran Goyang itu telah berhasil diangkat ke dalam sebuah fragmen tari tradisional yang diberi judul sama. Tarian yang diciptakan oleh koreografer Sumitro Hadi tersebut, selama ini cukup berhasil membayangi ketenaran tariJejer Gandrung. Dan ketika tari tersebut disuguhkan di hadapan Konsul Itali, Mr Giuseppe Confessa dan Konsul Swiss, Mr Jon Zurcher saat mereka berkunjung ke Banyuwangi beberapa waktu lalu, mereka pun dibuatnya terperangah. Apalagi, Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Drs H Hadi Sucipto, MM, yang mendampingi keduanya dalam acara ramah-tamah yang digelar di Pendopo Sabha Swagata Blambangan tersebut, dapat menjelaskan secara rinci tentang latar-belakang kultur budaya yang diangkat sebagai tema tarian tersebut.
Menurut budayawan dan sejarawan (Alm) Hasan Ali, dari sekian banyak ilmu pelet yang ada di Banyuwangi, konon yang paling hebat dan pengaruhnya sangat luar biasa adalah jenis pelet Jaran Goyang ini. Ilmu pelet jenis ini termasuk yang paling kuno dan klasik. Dari pengaruhnya yang luar biasa itulah, ilmu ini kemudian lebih banyak digunakan orang untuk membalas dendam karena sakit hati.
Menurut penuturan orang-orang yang faham tentang seluk-beluk ilmu pelet yang tergolong “kelas berat” ini, hanyalah orang yang “membuat” atau yang “mengirimkan” saja yang bisa menetralisirnya. Dan umumnya, ini akan memakan waktu relatif lama, sampaisi pemilik dendam tersebut merasa puas karena rasa sakit hatinya sudah terbalas.
Di beberapa desa yang termasuk kantong-kantong masyarakat Using, lontaran kata-kata bernada ancaman seperti: “dhung wani ngenyek, ukurane nyuwun gumbal” atau dalam terjemahan bebas berbunyi: “kalau sampai berani menghina, pasti akan menjadi gila”, kadangkala masih sering terdengar. Bagi masyarakat luar, ungkapan-ungkapan seperti itu memang terdengar amat mengerikan. Maka tidaklah mengherankan kalau akhirnya Banyuwangi lebih terkenal karena hal-hal yang mistis dan misteriusseperti itu.
Kalangan masyarakat Using sendiri menganggap bahwa ilmu pelet Jaran Goyang adalah semacam ilmu pamungkas yang terpaksa digunakan bila seseorang merasa cintanya ditolak dengan cara yang sangat hina. Jadi pelet Jaran Goyang lebih merupakan alat untuk membalas dendam karena sakit hati. “Terus terang, saya memang tidak begitu percaya pada hal-hal seperti itu. Tapi saya sangat yakin bahwa ilmu-ilmu semacam itu memang ada. Bahkan dengan mata-kepala sendiri, saya pernah melihat orang yang terkena ajian Jaran Goyang. Pengaruhnya memang dahsyat sekali, sehingga orang yang terkena itu sudah benar-benar lupa diri seperti orang gila,” ungkap hasan Ali mengawali penuturannya.
Pada sekitar tahun 1947 – 1948, sewaktu ia tinggal bersama orang tuanya di Kelurahan Boyolangu, Kecamatan Giri, ia sempat menyaksikan ada seorang perempuan tetangganya yang berlaku layaknya orang gila. “Seperti layaknya orang gila, perempuan itu selalu menangis sambil nggandhang (melantunkan gending-gending, red.). Dan gending-gending yang dilantunkannya itu terdengar seperti meratap-ratap, dengan nada yang sangat memilukan. Menurut para tetangga, perempuan itu terkena ajian Jaran Goyang. Padahal waktu dalam keadaan masih normal, saya tahu betul kalau perempuan itu tidak bisa nggandhang. Tapi begitu terkenaJaran Goyang, ia bisa nggandhang dengan bagus dan suaranya terdengar menyayat perasaan. Mulanya saya memang tidak percaya. Tapi saya melihat sendiri bagaimana tingkah-laku orang yang terkena ajian Jaran Goyang itu. Ternyata sangat dahsyat dan jahat!,” tutur Hasan Ali.
Gambus
Oleh
agus deden
| 21 Jun 2012.
Gambus Melayu Riau adalah salah satu jenis instrumental musik tradisional yang terdapat hampir di seluruh kawasan Melayu.Pergeseran nilai spiritual... |
Hukum Adat Suku...
Oleh
Riduwan Philly
| 23 Jan 2015.
Dalam upaya penyelamatan sumber daya alam di kabupaten Aceh Tenggara, Suku Alas memeliki beberapa aturan adat . Aturan-aturan tersebut terbagi dala... |
Fuu
Oleh
Sobat Budaya
| 25 Jun 2014.
Alat musik ini terbuat dari bambu. Fuu adalah alat musik tiup dari bahan kayu dan bambu yang digunakan sebagai alat bunyi untuk memanggil pend... |
Ukiran Gorga Si...
Oleh
hokky saavedra
| 09 Apr 2012.
Ukiran gorga "singa" sebagai ornamentasi tradisi kuno Batak merupakan penggambaran kepala singa yang terkait dengan mitologi batak sebagai... |