Gambang Kromong merupakan salah satu dari aneka macam alat musik khas DKI Jakarta tepatnya dari kalangan Betawi yang mengkolaborasikan antara alat musik cina dan pribumi. Namanya sendiri berasal dari gabungan dua alat musik yakni gambang serta kromong. Pembuatan gambang menggunakan bahan kayu pilihan yang dapat menghasilkan nada halus ketika ditabuh.
Biasanya jumlah gambang yang dimainkan sekitar 18 keping dengan berbagai ukuran supaya menghasilkan irama nada yang beragam. Untuk kromong sendiri, pembuatannya dari bahan perunggu. Kromong yang dimainkan biasanya berjumlah 10 item. Cara memainkannya juga dengan cara ditabuh dan setiap itemnya menghasilkan suara tersendiri dan tidak sama.
Gambang kromong biasanya dimanfaatkan pada acara etnis seperti tahun baru Imlek, pesta rakyat dan tapekong (area peribadatan Cina). Pada umumnya permainan dimainkan sekitar 12 pemain lengkap dengan beberapa penyanyi, penari bahkan lenong. Lagu yang sering dibawakan biasanya bernuansa humor, ceria bahkan sindiran antara penyanyi wanita dan pria.
Konon asal muasal munculnya alat musik gambang kromong berasal dari pimpinan etnis Tionghoa bernama Nie Hoe Kong yang diangkat sebagai kapitan Cina (masa jabatan tahun 1736 sampai 1740). Mulanya ada satu grup musik yang terdiri dari beberapa pekerja pribumi di kawasan perkebunan Nie Hoe Kong. Kemudian grup tersebut berkolaborasi dengan dua perempuan rantai dari Cina yang baru singgah dengan membawa alat musik Kongahyan dan Tehyan.
Mulanya lagu yang dinyanyikan bernuansa Cina kental. Tingkatan irama yang dipakai pada gambang yakni irama pentatonik Cina, sering dikenal dengan Salendro Mandalungan. Item-item yang ada pada gambang kromong terdiri dari gong, suling, kromong, kecrek, tehyan. Sukong dan kongahyan. Jadi, memang gabungan semua item tersebut membawa keserasian antara unsur Cina dan pribumi.
Gambang kromong sempat jaya di udara karena dimainkan oleh komedi betawi legendaris bernama Benyamin Syueb. Berkat sentuha kreativitas beliaulah, terlahir aliran musik yang populer sampai saat ini. Bahkan beberapa penyanyi jadul masih mengabadikan lagu-lagu benyamin dengan menggunakan alat musik tradisional ini.
Dulu tiap ada acara sunatan atau hajatan di wilayah Betawi, biasanya mengaitkan instrumen gambang kromong sebagai pengiring utama. Akan tetapi, sekarang mulai pudar penggunaanya dan lebih mengarah ke acara organ tunggal atau dangdutan.
Gambang kromong menunjukkan kepada kita bahwa begitu toleransinya budaya kita dengan Cina. Budaya kita Nusantara sungguh lunak sehingga mampu berkolaborasi dengan budaya Cina. Perpaduan ini menjadi pelajaran berharga bagi kaum millenial sekarang akan pentingnya persatuan yang dituangkan lewat budaya.
Sekarang gambang kromong sudah dikombinasikan dengan instrumen musik modern seperti drum, gitar, piano, bass dan lainnya. Walaupun sudah bercampur dengan instrumen modern, nuansa khas tetap tidak hilang, malah lebih semakin berkesan.
Itulah paparan singkat mengenai gambang kromong yang semoga bisa menambah wawasan Anda mengenai budaya alat musik tradisional yang ada di Indonesia. Mari kita lestarikan terus budaya Nusantara dengan memperkenalkan kepada anak cucu kita.
MAKA merupakan salah satu tradisi sakral dalam budaya Bima. Tradisi ini berupa ikrar kesetiaan kepada raja/sultan atau pemimpin, sebagai wujud bahwa ia bersumpah akan melindungi, mengharumkan dan menjaga kehormatan Dou Labo Dana Mbojo (bangsa dan tanah air). Gerakan utamanya adalah mengacungkan keris yang terhunus ke udara sambil mengucapkan sumpah kesetiaan. Berikut adalah teks inti sumpah prajurit Bima: "Tas Rumae… Wadu si ma tapa, wadu di mambi’a. Sura wa’ura londo parenta Sara." "Yang mulia tuanku...Jika batu yang menghadang, batu yang akan pecah, jika perintah pemerintah (atasan) telah dikeluarkan (diturunkan)." Tradisi MAKA dalam Budaya Bima dilakukan dalam dua momen: Saat seorang anak laki-laki selesai menjalani upacara Compo Sampari (ritual upacara kedewasaan anak laki-laki Bima), sebagai simbol bahwa ia siap membela tanah air di berbagai bidang yang digelutinya. Seharusnya dilakukan sendiri oleh si anak, namun tingkat kedewasaan anak zaman dulu dan...
Wisma Muhammadiyah Ngloji adalah sebuah bangunan milik organisasi Muhammadiyah yang terletak di Desa Sendangagung, Kecamatan Minggir, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Wisma ini menjadi pusat aktivitas warga Muhammadiyah di kawasan barat Sleman. Keberadaannya mencerminkan peran aktif Muhammadiyah dalam pemberdayaan masyarakat melalui pendekatan dakwah dan pendidikan berbasis lokal.
SMP Negeri 1 Berbah terletak di Tanjung Tirto, Kelurahan Kalitirto, Kecamatan Berbah, Sleman. Gedung ini awalnya merupakan rumah dinas Administratuur Pabrik Gula Tanjung Tirto yang dibangun pada tahun 1923. Selama pendudukan Jepang, bangunan ini digunakan sebagai rumah dinas mandor tebu. Setelah Indonesia merdeka, bangunan tersebut sempat kosong dan dikuasai oleh pasukan TNI pada Serangan Umum 1 Maret 1949, tanpa ada yang menempatinya hingga tahun 1951. Sejak tahun 1951, bangunan ini digunakan untuk kegiatan sekolah, dimulai sebagai Sekolah Teknik Negeri Kalasan (STNK) dari tahun 1951 hingga 1952, kemudian berfungsi sebagai STN Kalasan dari tahun 1952 hingga 1969, sebelum akhirnya menjadi SMP Negeri 1 Berbah hingga sekarang. Bangunan SMP N I Berbah menghadap ke arah selatan dan terdiri dari dua bagian utama. Bagian depan bangunan asli, yang sekarang dijadikan kantor, memiliki denah segi enam, sementara bagian belakangnya berbentuk persegi panjang dengan atap limasan. Bangunan asli dib...
Pabrik Gula Randugunting menyisakan jejak kejayaan berupa klinik kesehatan. Eks klinik Pabrik Gula Randugunting ini bahkan telah ditetapkan sebagai cagar budaya di Kabupaten Sleman melalui SK Bupati Nomor Nomor 79.21/Kep.KDH/A/2021 tentang Status Cagar Budaya Kabupaten Sleman Tahun 2021 Tahap XXI. Berlokasi di Jalan Tamanmartani-Manisrenggo, Kalurahan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, Kabupaten Sleman, pabrik ini didirikan oleh K. A. Erven Klaring pada tahun 1870. Pabrik Gula Randugunting berawal dari perkebunan tanaman nila (indigo), namun, pada akhir abad ke-19, harga indigo jatuh karena kalah dengan pewarna kain sintesis. Hal ini menyebabkan perkebunan Randugunting beralih menjadi perkebunan tebu dan menjadi pabrik gula. Tahun 1900, Koloniale Bank mengambil alih aset pabrik dari pemilik sebelumnya yang gagal membayar hutang kepada Koloniale Bank. Abad ke-20, kemunculan klinik atau rumah sakit di lingkungan pabrik gula menjadi fenomena baru dalam sejarah perkembangan rumah sakit...
Kompleks Panti Asih Pakem yang terletak di Padukuhan Panggeran, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, merupakan kompleks bangunan bersejarah yang dulunya berfungsi sebagai sanatorium. Sanatorium adalah fasilitas kesehatan khusus untuk mengkarantina penderita penyakit paru-paru. Saat ini, kompleks ini dalam kondisi utuh namun kurang terawat dan terkesan terbengkalai. Beberapa bagian bangunan mulai berlumut, meskipun terdapat penambahan teras di bagian depan. Kompleks Panti Asih terdiri dari beberapa komponen bangunan, antara lain: Bangunan Administrasi Paviliun A Paviliun B Paviliun C Ruang Isolasi Bekas rumah dinas dokter Binatu dan dapur Gereja