Balengan adalah tari tradisi Papua Barat. Tari Balengan ini masuk dalam kategori tari pergaulan yang biasanya dibawakan oleh pemuda-pemudi atau anak-anak remaja di kampung secara berpasangan. Balengan ditarikan mengikuti irama musik yang dimainkan dengan tempo sedang hingga cepat tergantung dari lagu yang dilantunkan. Alat musik yang biasanya digunakan terdiri atas gitar bolong, gitar kecil yang disebut juglele, gitar bass besar, dan alat musik tabuh (tifa). sumber :http://www.tradisikita.my.id/2018/07/6-tari-tradisional-papua-barat.html
Alkisah, ada seorang wanita tua yang hidup bersama anjingnya di Pegunungan Bumberi. Suatu hari, ia dan anjingnya menemukan pohon buah merah. Ia mengambil buah tersebut dan memakannya. Tak berapa lama, ia melahirkan anak laki-laki. Ia memberi nama anak itu Kweiya. Sepuluh tahun berlalu, Kweiya tumbuh menjadi anak yang rajin. Suatu hari, Kweiya bertemu laki-laki tua yang sedang mengail di sungai. Ia mengajak laki-laki itu pulang dan mengenalkannya kepada ibunya. Ia juga meminta ibunya menikah dengan laki-laki itu. Tidak lama kemudian, sang Ibu menikah dengan laki-laki tersebut. Selang beberapa tahun, sang Ibu melahirkan dua anak laki-laki dan satu anak perempuan. Suatu hari, terjadi perselisihan antara Kweiya dengan kedua adik laki-lakinya. Kweiya memilih bersembunyi di gudang sambil memintal tali dari kulit binatang. Pintalan itu akan dibuat sayap. Saat kedua orang tuanya pulang dari kebun, anak perempuannya menceritakan kejadian yang terjadi kepada ibunya. B...
Tari Perang adalah salah satu tarian tradisional yang berasal dari daerah Papua Barat . Tarian ini menggambarkan jiwa kepahlawanan dan kegagahan masyarakat Papua. Biasanya tarian ini dibawakan oleh para penari pria dengan berpakaian adat dan membawa panah sebagai atribut menarinya. Tari Perang merupakan salah satu tarian tradisional yang cukup terkenal di Papua Barat dan sering ditampilkan di berbagai acara, baik acara adat, hiburan, maupun budaya. Sejarah Tari Perang Konon Tari Perang dulunya dilakukan oleh masyarakat Papua barat, khususnya para prajurit sebelum menuju medan perang. Menurut catatan sejarah yang ada, di Papua pada zaman dahulu sering terjadi peperangan antar suku, salah satunya adalah perang suku di Sentani . Tarian ini kemudian dilakukan setiap suku untuk memberikan semangat dan membangkitkan keberanian para pasukan yang akan bertempur. Namun, seiring dengan sudah tidak adanya perang antar suku, tarian ini kemu...
Upacara Tanam Sasi merupakan salah satu upacara adat yang berasal dari Papua. Upacara ini adalah bagian dari rangkaian upacara kematian masyarakat di Papua. Upacara yang dilaksanakan di Merauke, Papua Barat ini dilakukan oleh suku Marind atau Marind-Anim, suku yang tinggal di wilayah dataran luas Papua Barat sebelah Selatan. Anim berarti laki-laki. Dua istilah yang berhubungan dengannya adalah anem untuk kaum pria dan anum untuk kaum wanita.Setelah kematian seseorang, sasi ditanam pada waktu 40 hari. Hal tersebut akan dicabut kembali setelah melewati hari ke 1000. Dalam upacara Tanam Sasi, ada sebuah tarian tradisional yang dipertunjukkan, yaitu tarian Gatsi. Tarian ini merupakan tarian umum yang berasal dan dibawakan oleh Suku Marind Anim. Tarian Gatsi tidak lengkap tanpa diiringi oleh alat musik tifa yang terbuat dari kayu. Kayu yang dipakai dilubangi atau isinya dikosongkan dan terdapat penutup pada salah satu sisinya. Penutup itu terbuat dari kulit rusa atau kulit biawak yang s...
Tanam Sasi merupakan upacara adat kematian yang berkembang di Kabupaten Merauke dan juga sering dilaksanakan oleh suku Marind atau Marind-Anim. Suku Marind terletak di wilayah dataran luas Papua Barat. Kata Anim mempunyai arti laki-laki, dan kata anum mempunyai arti perempuan. Jumlah penduduknya sebanyak 5000-7000 jiwa. Sasi mempunyai arti sejenis kayu yang menjadi media utama dari rangkaian upacara adat kematian. Sasi tersebut ditanam selama empat puluh hari setelah kematian seseorang yang ada di daerah tesebut. Sasi tersebut akan dicabut kembali setelah 1.000 hari ditanam. Kayu (sasi) yang digunakan tentu bukan sembarang kayu. Kayu yang ditanam dalam tradisi Tanam Sasi tentu memiliki makna bagi masyarakat suku Marind, Papua yaitu: Ukiran kayu khas Papua melambangkan kehadiran roh nenek moyang. Sebagai tanda keadaan hati bagi masyarakat Papua, seperti menyatakan rasa sedih dan bahagia. Sebagai simbol kepercayaan dari masyarakat kepada motif manusia, hewan, tumbuhan, dan...
Permainan loncat tali yang dimainkan oleh anak-anak perempuan. Kedua ujung tali dipegang masing-masing oleh seorang anak, kemudian diputar-putar dan beberapa anak meloncat-loncat pada putaran tali tersebut.
Tari Balengan termasuk dalam kategori tari pergaulan yang biasa dibawakan oleh pemuda-pemudi atau anak remaja di kampung secara berpasangan. Tari ini berasal dari Pulau Roon, Wondama, Papua Barat. Balengan ditarikan mengikuti irama musik yang dimainkan dengan sedang hingga cepat tergantung dari lagu yang dilantunkan. Alat musik yang biasanya digunakan terdiri atas gitar bolong, gitar kecil (jukulele), gitar bass besar, tifa. sumber: Dede Mahmud dan https://twitter.com/PuBudaya
Sebelum masyarakat mengenal agama, setiap suku di Papua Barat selalu baku hongi. Ini terjadi ketika mereka memperebut hak wilayat adat. Seperti masa penjajahan dalam tulisan sejarah, hanya saja ditulis dalam catatan bersejarah. Berbeda dengan cerita hongi. Dari turun temurun ini kisahkan secara lisan, atau diceritakan saja. Perang hongi juga melibatkan adanya perbudakan. Bila salah satu suku kalah dalam peperangan, maka anak perempuan atau laki-laki dijadikan imbalan kepada suku yang menang sebagai penambah jiwa. Marganya pun akan diganti mengikuti suku itu. Hal ini masih terbukti sisa peninggalan perang hongi. Seperti pasir merah di distrik Kais, Sorong Selatan, yang mana antar suku saling membunuh dan terjadi pertumpahan darah sehingga pasir yang bewarna putih berubah menjadi warna merah. Ada pula salah satu tempat dimana kepala musuh yang di penggal lalu digantung diatas pepohonan menjadi tempat angker sampai saat ini. Tempat itu melimpah akan hasil laut seperti kerang, udang,...
Tradisi membawa anak keluar rumah setelah bayi berumur 1 bulan masih diterapkan hingga kini oleh masyarakat Papua Barat. Bayi akan di kurung dan tidak bisa dibawa keluar rumah hingga tiba waktunya sewaktu dari lahir. Biasanya orang tua akan buat ritual makan pinang dan papeda. Pinang akan diletakan dalam piring putih, lalu papeda yang dimakan oleh salah satu tetua akan diberikan sedikit dilidah sang bayi. Acara ini dimulai dari pukul 05.30 WIT sebelum matahari terbit. Bayi akan dibawa di empat arah mata angin, lalu orang tua sang anak akan menyebut marga-marga di daerah tersebut dengan harapan para leluhur mengenal sang bayi dan tidak menyakiti mereka ketika sang bayi sudah dibawa keluar rumah. https://twitter.com/PuBudaya