Aksara Jawa Kuno berasal dari Aksara Pallawa yang mengalami penyederhanaan bentuk huruf pada sekira abad VIII. Aksara Pallawa itu sendiri merupakan turunan Aksara Brahmi dan berasal dari daerah India bagian selatan. Aksara Pallawa menjadi induk semua aksara daerah di Asia Tenggara (e.g. Aksara Thai, Aksara Batak, Aksara Burma). Secara lengkap aksara jawa bisa dilafalkan menjadi sebuah kalimat “Hanacaraka, data-sawala, pada jayanya, magha-batanga” . Secara terpisah aksara tadi bisa dijelaskan mulai dari “Ha-Na-Ca-Ra-Ka” yang mengisahkan tentang dua orang sakti, “Da-Ta-Sa-Wa-La” menceritakan kalau keduanya terlibat perselisihan hingga mereka berkelahi. “Pa-Da-Ja-Ya-Nya” menyebutkan kalau keduanya sama – sama sakti, pada kumpulan aksara yang tersisa “Ma-Ga-Ba-Tha-Nga” menceritakan kalau akhirnya dua orang sakti tadi tewas be...
Jaman dahulu kala di sebuah desa tinggal sebuah keluarga yang terdiri dari Ayah, Ibu dan seorang gadis remaja yang cantik bernama bawang putih. Mereka adalah keluarga yang bahagia. Meski ayah bawang putih hanya pedagang biasa, namun mereka hidup rukun dan damai. Namun suatu hari ibu bawang putih sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Bawang putih sangat berduka demikian pula ayahnya. Di desa itu tinggal pula seorang janda yang memiliki anak bernama Bawang Merah. Semenjak ibu Bawang putih meninggal, ibu Bawang merah sering berkunjung ke rumah Bawang putih. Dia sering membawakan makanan, membantu bawang putih membereskan rumah atau hanya menemani Bawang Putih dan ayahnya mengobrol. Akhirnya ayah Bawang putih berpikir bahwa mungkin lebih baik kalau ia menikahi saja ibu Bawang merah supaya Bawang putih tidak kesepian lagi. Maka ayah Bawang putih kemudian menikah dengan ibu Bawang merah. Mulanya ibu Bawang merah dan bawang merah sangat baik kepada Bawang putih. Namun lama kelamaan...
Alkisah, pada dahulu kala terdapat sebuah kerajaan besar yang bernama Prambanan. Rakyatnya hidup tenteran dan damai. Tetapi, apa yang terjadi kemudian? Kerajaan Prambanan diserang dan dijajah oleh negeri Pengging. Ketentraman Kerajaan Prambanan menjadi terusik. Para tentara tidak mampu menghadapi serangan pasukan Pengging. Akhirnya, kerajaan Prambanan dikuasai oleh Pengging, dan dipimpin oleh Bandung Bondowoso. Bandung Bondowoso seorang yang suka memerintah dengan kejam. “Siapapun yang tidak menuruti perintahku, akan dijatuhi hukuman berat!”, ujar Bandung Bondowoso pada rakyatnya. Bandung Bondowoso adalah seorang yang sakti dan mempunyai pasukan jin. Tidak berapa lama berkuasa, Bandung Bondowoso suka mengamati gerak-gerik Roro Jonggrang, putri Raja Prambanan yang cantik jelita. “Cantik nian putri itu. Aku ingin dia menjadi permaisuriku,” pikir Bandung Bondowoso. Esok harinya, Bondowoso mendekati Roro Jonggrang. “Kamu cantik sekali, maukah kau me...
Bagi mayoritas warga Solo, seekor kerbau albino yang dipelihara Keraton Kasunanan Surakarta memiliki makna tersendiri. Kerbau albino piaraan keraton atau lebih dikenal dengan sebutan kebo bule ini, menurut Babad Solo yang ditulis pujangga Jawa, Raden Mas Said awalnya merupakan pemberian dari Bupati Ponorogo kepada Sri Susuhunan Pakubuwono (PB) II pada zaman Keraton Mataram kuno. Masih menurut cerita Babad Solo, kebo Kiai Slamet ini dulunya menjadi hewan kepercayaan Raja PB II. Karena keberadaan hewan bertanduk dua ini awalnya untuk mengawal pusaka Kiai Slamet setiap kali kirab digelar oleh kerabat keraton. Oleh karena sering dipercaya mengawal pusaka Kiai Slamet, maka banyak warga menamai kebo bule keraton dengan sebutan Kebo Kiai Slamet. Pernah pula suatu ketika sang Raja Solo hendak mencari lokasi pendirian Keraton Surakarta yang baru, sang raja membawa serta kawanan kebo bule berjumlah puluhan ekor untuk mencari tempat yang ditentukan. Karena PB II beranggapan, di mana k...
Tradisi Yang Lestari Ini merupakan tradisi masyarakat Desa Traji, kecamatan Ngadirewjo, yang dilaksanakan setiap malam 1 Sura (1 Muharam). Dalam upacara ini, Kepala Desa (Lurah) Traji yang berpakaian pengantin dikirab dari rumahnya menuju Sendang sidukun yang berjarak sekitar 600 meter. Sesampai di Sendang tersebut diadakan acara kacar-kucur dan upacara sesaji. Acarakacar-kucur menyerupai prosesi pemandian calon pengantin menjelang perkawinan. Sedangkan sesaji berupa kupat sumpil (ketupat kecil) akan diperebutkan pengunjung, karena diyakini dapat dijadikan benda bertuah atau jimat. Selanjutnya Lurah dikirab lagi dari Sendang Sidukun menuju Balai Desa Traji. Ditempat inilah digelar pertunjukan wayang kulit semalam suntuk.
Pengambilan Air Suci Waisak Salah satu kegiatan memperingati Trisuci Waisak adalah prosesi pengambilan air suci di umbul Jumprit. Prosesi dimulai tiga hari sebelum Waisak. Ditempat ini juga terdapat tradisi kungkum, selepas pukul 24.00 tiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Mereka yang kungkum akan membuang pakaian dalam sebagai symbol membuang sial agar nasibnya menjadi baik.
Ritual Pendakian Sumbing Tradisi pendakian Gunung Sumbing (3.371 m dpl) dilakukan pada malam selikuran di bulan suci Ramadhan. Pendakian dimulai dari Desa Pagergunung, Kecamatan Bulu. Ribuan pendaki akan dipandu para pecinta alam yang berpengalaman seperti Sumbing Hiking Club (SHC) Temanggung, dan dipantau petugas terpadu di posko-posko yang ada.
Ritual Pendakian Sindoro Selain Pendakian biasa, ada ritual pendakian gunung sindoro yang berlangsung tiap malam 1 suro. Ini merupakan kegiatan yang menarik minat para pecinta alam untuk berpetualang mendaki gunung sindoro, serta melihat keindahan Telaga ajaib dan Bunga abadi edelweis di puncak gunung. Pendaki juga bisa melihat terbit dan tenggelamnya matahari di pergantian tahun islam itu. Ritual pendakian dilakukan melalui Desa Katekan, Kecamatan Ngadirejo.
Acara ini diselenggarakan setiap malam jum’at pahing dan selalu ramai. Bukan hanya karena kehadiran pengunjung, tetapi juga puluhan pedagang. Mulai dari penjaja makanan khas seperti brongkos kikil hingga mainan anak-anak. Ritual dimulai dari masjid Jami di Desa Menggoro, Kecamatan Tembarak. Mujahadah, baik secara perorangan maupun kelompok, dilakukan oleh wisatawan dengan minat khusus ini. Banyak pengunjung yang datang dari Wonosobo, Kendal, Magelang, Semarang, Surakarta, bahkan dari Jakarta dan beberapa kota di jawa Barat dan Jawa Timur. Masjid Menggoro sudah ada sejak masa pertumbuhan Islam Di Jawa, sehingga dapat dikatakan sebagai salah satu dari sembilan masjid tertua di Tanah Jawa. Melihat candrasengkala di gapura masuk halaman masjid yang berbunyi Rasa Brahmana Resi Bumi, bisa diartikan bahwa masjid ini selesai dibangun pada tahun Saka 1786, atau sekitar 1722 Masehi. Hal ini berarti pada masa penjajahan Belanda. Bentuk gapuranya yang berornamen gar...