Worasyu berasal dari kata oras, yang artinya induk dari papeda bungkus, sedang yu berarti menyanyi. Jadi worasyu dalam artinya yang pertama, melambangkan rejeki yang berlimpah-limpah, sedang pengertian yang lain adalah pengangkatan status sosial dan derajat wanita yang berhasil memelihara ternak babi yang jumlahnya mencapai 30 sampai 80 ekor. Pemeliharaan babi disebut wotiaken. Besar-kecilnya penyelenggaraan upacara worasyu itu sangat tergantung dari hasil yang diperoleh. Bila hasilnya sedikit, biasanya diadakan upacara sederhana yang disebut worasnasi, yaitu mengadakan penguburan papeda bungkus atau Finukhu dan tepung sagu sebagai sesajen kepada fowor. Fowor atau roh adalah salah satu ciptaan dari Dewa Chaimbo kepercayaan masyarakat Arso yang berada di Kabupaten Jayapura yang sekarang telah dimekarkan menjadi Kabupaten Keerom. Masyarakat yang mendiami wilayah Jayapura tidak asing lagi dengan papeda bungkus karena merupakan warisan budaya turun temurun. Finukhu (papeda bungkus)...
Baryam Ram adalah jenis makanan tradisional masyarakat pada beberapa suku bangsa di kabupaten Supiori yaitu olahan sagu kering yang di tapis kemudian di campur dengan kelapa parut kemudian di masukan ke dalam daun sagu, kemudian di masak di atas bara api ( di asar) sambil daun sagunya di putar-putar supaya sagu masak merata dan juga daun sagu tidak terbakar. Tradisi memasak ini sudah ada pada beberapa suku bangsa (etnis) yang mendiami wilayah kabupaten Supiori. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5196
Nagasari atau Sayur Ular adalah jenis makanan tradisional masyarakat dari kampong waryei kabupaten Supiori provinsi papua. Yaitu olahan sayur ular dengan ikan cekalang asar, Sayur ini biasanya dimasak pada siang hari dan malam hari karena paling enak makan pada siang dan malam hari. Bahan: Sayur ular, ikan cakalang asar dan santan kelapa. Cara memasak dilakukan dengan menggunakan tungku. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5197
Soriden adalah jenis makanan tradisional masyarakat dari kampong waryei kabupaten Supiori provinsi papua. Bahan: Sagu Air Panas Cara Pembuatan: Yaitu olahan Sagu dengan air panas, air yang dimasak mendidi kemudian dicampur dengan sagu. Soriden ini biasanya dimasak pada siang hari dan malam hari karena paling enak makan pada sinag dan malam hari. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5198
Wid atau pisang dapat tumbuh dan berkembag biak pada kawasan dataran rendah hingga dataran tinggi 1.000 m dpl yang bertipe iklim basah. Di Papua, khususnya pada masyarakat Hatam, wid banyak tumbuh dan dibudidayakan oleh mereka sebagai bahan panganan pokok. Cara Pengolahan: Pengolahan Wid menjadi sebuah panganan yakni dilakukan dengan cara membakarnya (ikwan wid), juga dapat dibakar dengan menggunakan bambu muda (itiy wid) sebagai media (pembungkusnya), seperti halnya siep dan minoi. Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5194
Minoi atau talas dikenal luas dikalangan masyrakat Papua pada umumnya dan orang Hatam pada khususnya, karena tanaman ini merupakan salah satu panganan pokok yang cukup penting. Bahan: Minoi yang dimaksud dalam hal ini adalah sejenis talas dengan umbi selir banyak dalam satu indukan, atau biasa disebut juga keladi. Cara Pengolahan: Teknik pengolahan suatu minoi menjadi bahan panganan tradisonal dapat dilakukan dengan cara merebus/megukusnya (inon minoi). Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5193
Siep adalah salah satu dari beberapa jenis makanan pokok yang biasa di konsumsi oleh orang Hatam. Petatas dapat tumbuh dengan subur diwilayah adat Hatam, dan mayarakat setempat mengupayakan pembudidayaan tanaman ini pada kebun-kebun mereka sabagai penyedia kebutuhan konsumsi. Jenis tanaman yang tergolong tumbuhan merambat ini, dapat hidup dengan baik pada daerah panas dengan kondisi udara yang lembab. Cara Pengolahan: Teknik pengolahan siep menjadi panganan biasanya dapat dilakukan dengan cara dibakar (ikwam siep) serta dapat dilakukan dengan teknik membakar atau memasak didalam bambu muda (itiy siep). Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=5193
Keladi atau yang biasa mereka sebut dalam bahasa Me adalah nomo adalah salah satu makanan tradisional penduduk Paniai yang masih ada sampai sekarang, salah satunya. Keladi atau nomo merupakan makanan yang biasa mereka konsumsi sehari-hari, selain itu juga harus tetap ada pada saat acara-acara adat. Cara Pengolahan: Cara mengolah keladi atau nomo cukup sederhana, yaitu biasa diolah dengan cara dibakar batu, bakar langsung di bara api atau dikubur dalam abu yang panas dan dapat pula direbus. Untuk bakar batu menggunakan keladi atau nomo, biasa digunakan dalam acara-acara adat, seperti pesta yuwo (pesta babi). Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=3209
Makanan tradisional masyarakat mee adalah nota atau ubi jalar. Tanaman ubi jalar dikenal beberapa jenis ubi jalar. Nota ini biasanya ditanam untuk dikonsumsi oleh keluarga dan ternak peliharaan. Misalnya untuk babi, sedangkan daunnya untuk makanan kelinci,kambing dan bahkan untuk makanan sapi. Cara Pengolahan: Kalau untuk dimakan oleh keluarga biasanya dengan cara dibakar langsung dibara api, dikubur dalam abu yang panas, direbus dan bakar batu Sumber : https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/wbtb/?newdetail&detailCatat=3210