Perkataan Manyipet dalam bahasa Dayak Ngaju jika diterjemahkan kedalam Bahasa Indonesia berarti menyumpit. Dari nama tersebut dapat diketahui bahwa kegiatan utama permainan ini adalah menyumpit, yakni suatu kepandaian membidikkan anak sumpitan (damek) ke suatu sasaran dengan menggunakan sebuah sumpitan. Permainan menyumpit sebagai suatu permainan guna melatih keterampilan biasanya dilakukan pada waktu siang hari. Latar Belakang sosial budaya Sumpitan adalah alat berburu dan alat perang yang dipunyai oleh orang dayak dari masa ke masa. Dalam lambang daerah kalimantan tengah juga disisipkan gambar sebuah sumpitan. Karna kedudukan yang penting dari sumpitan dalam kehidupan orang-orang dayak zaman dulu. Mandau, tameng, dan sumpitan merupakan seperangkat peralatan perang yang selalu dibawa para pendekar dayak kemanapun mereka pergi. Sumpitan merupakan senjata yang paling ditakuti lawan karna mempunyai kemampuan serang jarak jauh, yaitu bebrapa puluh meter dan d...
Sepak sawut merupakan permainan tradisional yang banyak digemari oleh masyarakat bukan hanya kalangan muda tetapi banyak juga orang tua yang menggemari permainan yang satu ini terutama warga masyarakat Kalimantan. Sepak sawut yaitu sebuah permainan seperti permainan sepak bola pada umumnya. Namun yang membedakan dengan permainan sepak bola yaitu pada bola yang digunakan untuk bermain merupakan bola yang berapi. Latar Belakang Sejarah Dahulu, sepak sawut merupakan rangkaian ritual adat, dimainkan saat membuka ladang berpindah/saat menunggu jenazah (untuk umat Kaharingan). Sekarang olahraga rakyat itu secara rutin dimainkan pada setiap perayaan ulang tahun kabupaten atau provinsi di Kalteng. Dahulunya sepak bola yang satu ini dimainkan pada saat orang ingin membuka ladang berpindah. Karena kebanyakkan pada tempo dulu di Kalimantan hampir semua kegiatan dilakukan secara gotong-royong seperti membangun rumah, membuka ladang, menanam padi, memanen padi yang dil...
Sebumbun adalah permainan anak tradisional khas kalteng yakni dengan menyembunyikan sesuatu, biasanya kayu, ranting atau batu didasar sungai. Latar belakang sejarah/ sosial budaya Permainan ini dilakukan sewaktu anak-anak mandi. Suku dayak biasanya mereka hidup dipinggir sungai, dan melakukan aktivitasnya disungai juga termasuk mandi. Anak-ank sewaktu mandi inilah merek melakukan permainan ini. Yakni untuk mengisi kekosongan waktu dan agar supaya waktu mandi mereka lebih rame. Cara Bermaian / Alat permainan Mereka memulai permaian dengan hompilah, yang menang bertugas menyembunyikan benda milik mereka dan yang kalah bertugas mencari benda tersebut. Benda yang disembunyikan adalah benda yang keras dan kelihatan, muisalnya ranting pohon, batu yang unik, dll. Tidak ada batasan waktu dalam mencari benda didalam air. Biasanya permaianan ini dilakukan sewaktu mandi. Sumber: http://choirulfuadi.blogspot.co.id/2015/...
Gasing Pantau merupakan satu diantara jenis gasing tradisional khas Provinsi Kalimantan Tengah, Dalam budaya masyarakat Dayak Kalteng tradisi memainkan gasing ini dikenal dengan istilah "Bagasing". Gasing Pantau adalah gasing yang dimainkan sedemikian rupa agar dapat berputar dalam waktu yang cukup lama. Ciri khas Gasing Pantau yang membedakannya dengan jenis gasing tradisional khas Kalteng lainnya yakni Gasing Balanga adalah Gasing Pantau mampu mengeluarkan bunyi. Perpaduan antara lamanya perputaran gasing pada suatu poros dengan dinamika nada yang dikeluarkan oleh Gasing Pantau inilah yang membuat jenis gasing ini cukup menarik dan sering diperlombakan pada berbagai festival seni dan budaya Suku Dayak. Gasing Pantau yang mampu berputar lebih lama dan mengeluarkan bunyi yang nyaring biasanya akan keluar sebagai pemenang. Pada zaman dahulu, sebelum Gasing Pantau dikenal sebagai salah satu perlombaan yang sering dipertunjukan pada berbagai festival kebudayaan Dayak, Gasing...
Aku manyanyi manyampai kabujur Maninting itah akan ije Kapakat Pakat Mamangun Mahaga Lewu Lewu maju kasanang maningkat Tagal nahuang maraup amas Lanting sedot mangarak baras Himba pahewan lepah talampas Metu karayap galabah uras Reff : Ela laya yo ela laya Mamangun mahaga lewu Sanang mangat eka kahimat Bahu himba harajur ihaga . Sumber: https://www.budayakita.com/2016/02/kumpulan-lirik-lagu-daerah-kalimantan_95.html
Tawur dalam masyarakat Dayak Ngaju merupakan sebuah laku spiritual yang dilakukan oleh pemimpin adat dalam bentuk permohonan kepada sang pencipta. Dan karena permohonan atau doa ini dengan harapan dapat terkabulkan maka bahasa yang digunakan dalam ritual ini pun harus dengan menggunakan bahasa yang baku dan yang diyakini memiliki kekuatan tertentu. Maka dari itu bahasa yang digunakan adalah sebuah bahasa Dayak kuno yakni bahasa Sangen yang diyakini masyarakat setempat sebagai bahasa kesanghyangan (bahasa langit). Dengan bahasa yang baku dan memiliki kesakralan tertentu itulah maka diharapkan akan ada pemaknaan yang sama antara sang pemohon dan sang termohon yakni Tuhan selaku pengabul doa. Laku ritual tawur sendiri seperti makna etimologisnya yang berarti tabur atau menabur sesuatu maka pelaksanaannya pun tak jauh berbeda dengan makna etimologisnya yakni sebuah proses menabur sesuatu yang biasanya dengan media beras kuning yang dilakukan bers...
Ritual laluhan adalah sebuah antaran pemberian atau hadiah bagi warga Dayak Ngaju khususnya yang menganut agama Hindu Kaharingan ketika saudara atau tetangga kampung mereka akan melaksanakan salah satu upacara adat yang dilakukan pada saat Tiwah yakni upacara pengangkatan tulang belulang seseorang yang sudah meninggal dan dikubur, kemudian dipindahkan ke suatu bangunan kecil yang disebut sandung. Tujuan laluhan adalah meringankan beban keluarga atau kampung yang menyelenggarakan upacara tiwah. Pemberian yang diterima penyelenggara upacara tiwah akan dibayar pada saat si pemberi menyelenggarakan pesta yang sama. Upacara pengiriman laluhan itu sendiri menggunakan rakit atau perahu dengan berbagai hiasan janur yang dibentuk sedemikian rupa hingga terlihat begitu indah. Semua barang-barang yang akan diantarkan itu dimuat di dalam perahu. Di samping memuat barang bawaan yang nantinya akan diserahkan kepada yang akan melaksanakan u...
Raden Patah ( Jawa : ꦫꦢꦺꦤê§ê¦¦ê¦ ê¦ ) alias Jin Bun ( Hanzi : 鳿- , Pinyin : Jìn Wén ) bergelar Senapati Jimbun [1] atau Panembahan Jimbun [2] (lahir: Palembang , 1455 ; wafat: Demak , 1518 ) adalah pendiri dan raja Demak pertama dan memerintah tahun 1500-1518. Menurut kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong Semarang , ia memiliki nama Tionghoa yaitu Jin Bun tanpa nama marga di depannya, karena hanya ibunya yang berdarah Tionghoa. Jin Bun artinya orang kuat. [3] Nama tersebut identik dengan nama Arabnya "Fatah (Patah)" yang berarti kemenangan. Pada masa pemerintahannya Masjid Demak didirikan, dan kemudian ia dimakamkan di sana. Me...
Mari Bahas soal budaya Kepidaraan (istilah bahasa banjar) istilah Dayak Ngajunya Puji Liau – Puji Liau atau Kepidaraan adalah kondisi ketika orang mengalami sakit karena dikenang oleh arwah orang mati biasanya terjadi pada anak anak kecil. Konon ciri orang karena kepidaraan biasanya yang panas hanya bagian sebelah saja misal sebelah kaki atau tangannya sedangkan bagian sebelahnya terasa dingin. Cara mengobatinya ada banyak tapi salah satunya yang umum adalah dengan dibacakan doa arwah dan dipanggangkan ikan gurami (panggng kalok/panggang bujur tanpa dipotong-potong, ditusuk dari ekor sampai kepala) lalu sang anak akan “dikasai” (diolesi) dengan janar (kunyit) dan kapur kemudian dibacakan doa selamat . Ada juga caranya dengan meminum air dengan darah ayam putih yang dioleskan didada. Untuk menghindari kepidaraan ini, bagi anak yang orang tuanya baru saja meninggal, telinganya diolesi dengan kunyit dan kapur dengan bentuk + atau cacak burung, sedang apabila...