Ada dua kebudayaan yang sangat identik dengan Wawo yaitu Tumbu Tuta dan Honggo Naru yang sejak dulu hingga turun temurun terus dijaga oleh generasi ke generasi Wawo, dalam tulisan ini akan mengulas mengenai Honggo Naru yaitu tradisi memperpanjang rambut oleh para kaum hawa di Wawo, dalam kehidupan modern sekarang memperpanjang rambut identik dengan kehidupan kuno tapi beda dengan wanita Wawo bahwa memperpanjang rambut itu identik dengan kehormatan mereka layaknya sang putri raja. Wawo mempunyai cuaca yang sangat dingin terletak di atas dataran tinggi pegunungan Wawo mempunyai udara yang sangat sejuk, kehidupan di Wawo sangat menjaga tata karma dan adat istiadat mereka sehingga dalam rentetan waktu perkembangan Kecamatan Wawo tidak pernah terjadi konflik antar warga maupun dengan desa lainnya yang berada pada wilayah kabupaten Bima. Tradisi Honggo Naru wanita Wawo dimulai sejak mereka mengenal mempergunakan kemiri sebagai ramuan untuk menghilangkan sakit kepala, karena ding...
Alunan irama dendang yang di lantunkan dan di ikuti hentakan tangan sambil memukul lantai yang sangat menarik dengan gaya pantun bahasa Bima yang di lakukan oleh dua orang tertua di Raba Dompu yaitu Nenek Hj Asiah dan adiknya Nenek Saadiah. Dendang ini bernama Gele yang diperuntukkan untuk mendendangkan anakanak yang terkena sakit seperti cacar air, bisul, dan sakit lainnya. Kata-kata dalam Gele yang digunakan termasuk bahasa Bima lama. Dalam kepercayaan masyarakat Bima, penyakit cacar air pada anak-anak atau dalam bahasa Bima disebut Kawaro merupakan penyakit yang sering menjangkit anak-anak pada usia balita maupun batita itu merupakan tamu yang perlu di hargai dari ujian Yang Maha Kuasa sehingga kadang di beri kemenyan dan di rayu dengan kata-kata indah yang disebut Rere. Maka setiap anak yang menderita Kawaro akan di dendangkan Gele ini untuk menenangkan hati mereka sehingga bisa tertidur pulas. Ketika Gele didendangkan seorang anak yang terkena cacar air di pangku dan ad...
Suku Mbojo atau masyarakat Bima merupakan Suku yang pada awalnya menempati gunung-gunung pada masa Ncuhi yang terjadi pada abad 13 Masehi sebelum Kerajaan Bima terbentuk, kehidupan zaman Ncuhi di atas gunung menggunakan pola bertahan hidup dengan berburu dan memakan tumbuhan di hutan untuk melangsungkan kehidupan mereka, kemudian setelah Kerajaan Bima terbentuk tahun 1200 masehi dengan Raja pertama Indra Zamrud sehingga pola kehidupan di atas gunung berangsur-angsur pindah mendiami dataran. Pola kehidupan bercocok tanam atau bertani mulai di ajarkan oleh saudara Raja Indra Zamrud yaitu Indra Komala yang diceritakan dalam kronik catatan Kerajaan Bima. Indra Komala adalah ahli di bidang pertanian sedangkan kakaknya Raja Indra Zamrud ahli dalam bidang kelautan. Setelah mengenal pola kehidupan bertani dan bercocok tanam berangsur-angsur Suku Mbojo mulai mendiami dataran. Bertani terus dilakukan Suku Mbojo sejak dulu hingga sekarang dan menjadi warisan nenek moyang sehingga pola kehi...
Tradisi Ampa Fare atau mengamankan padi ke lumbung padi yang dikenal dengan Uma Lengge dan Jompa sebagai falsafah hidup agar kaum ibu berhemat dan menakar persediaan bahan makanan untuk memenuhi kebutuhan keluarga setahun ke depan. Acara diawali dengan prosesi tanam padi oleh beberapa ibu-ibu dengan gerakan tangan yang tertata rapi sembali mengikuti irama alunan musik sagele. Kemudian musim panen raya hingga beberapa pemuda memikul hasil panen yang melimpah. Tradisi ini dilakukan karena di Wawo hanya memanfaatkan lahan tadah hujan. Jika tanaman itu gagal panen maka akan kesulitan mendapatkan pangan. Ini juga dilakukan agar bahan pangan aman jika ada kebakaran atau pencurian. Dulu, jika seorang wanita boros maka dieksekusi secara budaya bahwa wanita itu tak layak dijadikan istri karena bersikap boros. Oleh karena itu pengambilan bahan pangan diatur dengan baik hingga bisa mencukupi pada panen berikutnya.
Ngaha Kawiri adalah tradisi yang dilakukan sebagai ekspresi kesyukuran, mendekatkan diri kepada Allah, dan harapan dijauhkan dari musibah. Tradisi itu kini terus dilestarikan oleh warga Lingkungan Swete Kelurahan Bali I Kecamatan Dompu. Selain sebagai bentuk kesyukuran, Ngaha Kawiri juga diperuntukkan guna berharap rahmat dari Allah. Momentum Ngaha Kawiri juga meminta kepada Allah agar musim kemarau yang panjang cepat berakhir. Ngaha Kawiri didominasi anak-anak, ada pembacaan ayat suci Al-Quran, dan doa yang dipimpin tokoh agama. Ngaha Kawiri silam kerap dilakukan warga puluhan tahun bila terjadi musibah gagal panen atau bencana lainnya. Prosesi Ngaha Kawiri dulu melibatkan semua warga suatu dusun atau desa. Namun, seiring perjalanan waktu prosesi itu sedikit demi sedikit berkurang. Kalaupun sekarang ada, sebatas dilakukan dari rumah ke rumah. Momentum Ngaha Kawiri juga dirangkai bagi-...
Tradisi membakar bambu yang diisi beras ketan dan santan yang dilapisi daun pisang (Timbu, Red) sudah lama dilakukan. Namun, kini mulai diminati kembali, meski yang mereka buat masih terbatas untuk dikonsumsi sendiri dan bukan untuk dijual. Bakar timbu (puru timbu) bisa dilakukan secara bersama-sama lima hingga sepuluh orang. Kerja bareng seperti itu memudahkan dan tidak banyak keluar biaya. Tradisi orang juga terkadang saling tukar antara satu dengan lain.
Ada tradisi yag saat ini masih terjaga di Desa Ncandi, Kecamatan Madapangga, Kabupaten Bima, yakni “Mabju Sigi”. Tradisi “Mbaju Sigi” atau disebut pengumpulan dana untuk pembangunan masjid. Tradisi ini dapat dilihat ketika warga sudah selesai panen. Warga secara sukarela utuk menyisihkan hasil panennya untuk membantu pembangunan masjid. Warga menyerahkan gabahnya sebagai sumbangan pembangunan masjid. Gabah tersebut lalu dilelang dan hasilnya untuk pembangunan masjid.
Tradisi Weha Rima adalah tradisi gotong-royong dan saling membantu di antara warga ketika menanam dan panen padi, jagung, kacang, dan jenis palawija lainnya. Prosesi Weha Rima saat menanam dan memanen, warga tidak menerima upah. Mereka secara bergiliran membantu sesamanya.
Kareku kandei merupakan tradisi masyarakat suku mbojo(Bima) yang dilakukan oleh kaum wanita, baik itu yang masih muda maupun untuk kalangan ibu-ibu. Salah satu manfaat kareku kandei ini adalah untuk mengumpulkan masyarakat Mbojo(Bima) khususnya untuk kaum wanita. Dengan adannya kereku kandei ini wanitawanita pada massa itu menjalin silaturahmi dan mempererat tali persaudaraan. Selain itu, kareku kandei ini merupakan salah satu wujud syukur masyarakat bima atas limpahan rahmat-nya dalam bidang pertanian.