Lodang yang terdapat di Kabupaten Kuningan di pergunakan sebagai pelengkap tabuhan untuk mengiringi pertunjukkan Sintren. Waditra yang di pergunakannya terdiri dari : Goong Buyung atau Goong Lodong Keprak dan Kentung di tambah beberapa buah Lodang Cara membunyikan Lodang yaitu bagian pangkalnya di pukulkan kepada lantai atau tanah atau bantalan dad papan agak tebal. Bunyi Lodang tersebut sebagai pemben pangkat lagu, juga sebagai pengatur irama tabuhan pengiring penyanyi Sintren. Tabuhan tersebut terus berbunyi mengiringi pemain Sintren yang berada dalam kurungan hingga is di keluarkan dari kurungan oleh Punduh (pemimpin Sintren). Lodang yang ada di kabupaten Kuningan berbeda sekali dengan Lodang yang terdapat di Ujung Berung kabupaten Bandung. Waditranya hampir mirip dengan pertunjukkan Calung Jingjing. Yaitu 1 (satu) set Kendang, 1 (satu) set Goong di lengkapi dengan 4 (empat) buah Tongtong yaitu : Tongtong kesatu berukuran...
Langgir Badong. Alat musik tradisional dari Bogor ini mampu menghasilkan melodi dari harmonisasi alunan merdu suara pukulan bambu yang dikolaborasikan dengan tarian dan lirik lagu yang modern. Lagu-lagu yang ceria dan penuh semangat dibawakan dengan asyik dan unik oleh Langgir Badong (bambu gendong). Langgir Badong adalah sebuah kesenian kreasi yang dibesarkan di daerah Bogor. Alat musik ini seluruhnya terbuat dari bambu. Seni kreasi yang diciptakan oleh Ade Suarsa ini menggunakan bambu dalam berbagai ukuran dan bentuk yang ditabuh sebagai penghasil suara utama. Misinya, melestarikan budaya rakyat dalam gaya bermusik. Menurut Ade Suarsa, bermusik tidaklah harus mengikuti apa yang diinginkan oleh industri. Ujar Ade. Langgir Badong adalah satu contoh apresiasi generasi muda dewasa terhadap budaya lokal yang dikemas dalam bentuk modern. Sebenarnya, antusiasme generasi muda dewasa terhadap budaya lokal yang dikemas dalam bentuk modern masi...
Cirebon merupakan daerah di Kawasan Pantura Jawa Barat yang masih kental dengan sejarah dan budaya serta kuliner. Selain keraton dan situs, naskah kuno juga menjadi salah satu bukti kuat bagaimana perjalanan dan perkembangan Cirebon beberapa abad silam. Salah satunya, naskah kuno yang berada di Desa Nusaherang Kecamatan Nusaherang, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Naskah itu adalah Naskah Kembang Cangkok Wijayakusuma dan Tarekh Bima Suci (Ajaran Tasawuf yang disimbolkan dalam lakon pewayangan). "Naskah ini membuktikan bahwa warga Desa Nusaherang masih memiliki kekerabatan keturunan dengan Keraton Kanoman. Saya sudah verifikasi silsilahnya dan memang ada dan tercatat," kata Sejarawan Cirebon Opan Safari, Kamis (12/5/2016). Ia menyebutkan, dalam naskah tersebut ditulis menggunakan Arab Pegon (tulisan arab berbahasa Cirebon dan Carakan (aksara Jawa)). Isi dalam naskah tersebut, terdapat ajaran Tarekat hingga silsilah murni ke...
Calung Rantay memiliki 7 wilahan (ruas bambu) atau lebih yang tabungnya di deretkan dan diurutkan dari yang terbesar ke terkecil. Cara memainkan Calung rantay adalah dengan dipukul dengan dua tangan sambil duduk bersila, Calung bisa ditemukan terikat pada pohon atau bilik rumah pada daerah Banjaran, Bandung. Sumber: https://alatmusik.org/alat-musik-tradisional-sunda/
Sumedang adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Di kabupaten ini, tepatnya di Desa Karedok, Kecamatan Jati Gede, ada satu upacara adat yang disebut dengan ngarot. Kata “ngarot” dalam bahasa Jawa dapat diartikan sebagai “berkenduri menjelang mengerjakan sawah” (Prawiro-atmodjo, 198: 422). Sedangkan, dalam bahasa Sunda, kata “ngarot” berasal dari kata “ngaruat” yang artinya adalah “selamatan untuk menolak bala”. Asal usul upacara ngarot di Desa Karedok berawal pada sekitar tahun 1900-an, ketika desa itu dilanda wabah penyakit yang banyak memakan korban, baik manusia maupun hewan peliharaan. Melihat warganya mendapat musibah, Erum, Kepala Desa Karedok waktu itu, meminta bantuan seorang Polisi Desa bernama Ki Maryamin untuk bertapa selama 40 hari-40 malam. Tujuannya adalah mencari tahu penyebab terjadinya wabah penyakit di Desa Karedok. Konon, ketika menjelang malam ke-40 tiba-tiba Ki...
Tatar pasundan memang pantas disebut tanah parahyangan, keindahan yang dimilikinya memang pantas menjadikannya rumah para dewa (parahyangan). Kepingan keindahan itu dapat kita nikmati di Curug Cijalu, Subang Jawa Barat. Wana Wisata Curug Cijalu berada dalam kawasan cagar alam Gunung Burangrang termasuk KPH Bandung Utara. Kawasan wisata ini berada pada ketinggian 1300 meter di atas permukaan laut. Menurut warga sekitar, jika hari cerah dari ketinggian kawasan tersebut kita bisa melihat kota Subang, kota Purwakarta dan Waduk Jatiluhur. Curug Cijalu memiliki ketinggian sekitar 70 meter. Tumpahan airnya mengalir deras membelah bukit di kawasan gunung Burangrang jatuh ke kolam yang berada di dasar curug. Para pengunjung biasanya bermain-main air di kolam tersebut. Namun, karena suhu airnya yang sangat dingin para pengunjung biasanya tak berlama-lama bermain air. Menurut cerita masyarakat sekitar, dahulu nama curug ini adalah curug Cikondang. Hingga suatu w...
Menurut sumber tradisional setempat, baik yang berupa cerita rakyat maupun babad, nama Wanayasa berasal dari kata Wana yang berarti “leuweung” (hutan) dan yasa yang berarti “didamel lembur” (dijadikan perkampungan). Wanayasa berarti “hutan yang dijadikan perkampungan”. Munculnya asal-usul nama Wanayasa tersebut berkaitan dengan terbentuknya Kabupaten Wanayasa, yang disebut “kabupaten anu madeg mandiri” (kabupaten yang berdiri sendiri), untuk membedakan dengan masa ketika daerah Wanayasa menjadi bagian dari Kabupaten Karawang, dan sempat dijadikan ibukota Kabupaten Karawang. Menurut Babad Wanayasa, leluhur Wanayasa barasal dari Mataram, yakni Susuhunan Mangkurat. Susuhunan Mangkurat mempunyai seorang putra bernama Pangeran Dipati Katwangan. Ia menikah dengan Putri Pangeran Madura dan mempunyai dua orang anak, yang laki-laki bernama Pangeran Pancawara dan yang perempuan bernama Ratu Harisbaya. Ratu Harisbaya menikah dengan Panemb...
Konon, di Kabupaten Purwakarta banyak cerita mistik selama ini hidup berdampingan dengan sebagian masyarakatnya. Salah satunya adalah cerita-cerita mistik yang mewarnai lokasi Situ Buleud (Danau Bundar-red.), di "jantung" Kota Purwakarta. Dalam buku yang dikeluarkan Pemda Kab. Purwakarta, secara historis dapatlah diceritakan bahwa Purwakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan melawan pasukan VOC. Sekira awal abad ke-17, Sultan Mataram mengirimkan sepasukan tentara yang dipimpin oleh Bupati Surabaya ke Jawa Barat dengan tujuan menundukkan Sultan Banten. Namun, dalam perjalanannya terbentur oleh pasukan VOC sehingga terpaksa mengundurkan diri. Setelah itu dikirimkan kembali ekspedisi kedua pasukan Mataram di bawah pimpinan Dipati Ukur dan ternyata mengalami nasib yang sama. Akhirnya, untuk menghambat perluasan wilayah kekuasaan Kompeni (VOC), Sultan Mataram mengutus Panembahan Galuh (Ciamis) bernama R.A.A. Wirasuta yang bergelar Adipati Panatayudha atau Adipati Kertabu...
Panjalu berasal dari kata jalu (bhs. Sunda) yang berarti jantan, jago, maskulin, yang didahului dengan awalan pa (n). Kata panjalu berkonotasi dengan kata-kata: jagoan, jawara, pendekar, warrior (bhs. Inggeris: pejuang, ahli olah perang), dan knight (bhs. Inggeris: kesatria, perwira).[butuh rujukan] Ada pula orang Panjalu yang mengatakan bahwa kata panjalu berarti "perempuan" karena berasal dari kata jalu yang diberi awalan pan, sama seperti kata male (bhs. Inggeris : laki-laki) yang apabila diberi prefiks fe + male menjadi female (bhs.Inggeris : perempuan). Konon nama ini disandang karena Panjalu pernah diperintah oleh seorang ratu bernama Ratu Permanadewi.[butuh rujukan] Mengingat sterotip atau anggapan umum watak orang Panjalu sampai sekarang di mata orang Sunda pada umumnya, atau dibandingkan dengan watak orang Sunda pada umumnya, orang Panjalu dikenal lebih keras, militan juga disegani karena konon memiliki banyak ilmu kanuragan warisan dari nenek moyang mereka, oleh ka...