Terbuat dari logam kuningan, dulunya digunakan orang tua masyarakat batak untuk menghaluskan kapur sirih
 
                    Alat pertanian tradisional masyarakat Batak ini umumnya menggunakan bahan kayu Pakko (Enau) dan material besi. Terdiri dari: Luku, Ansa, dan Rogo: berfungsi untuk meratakan tanah dan menyiapkan lahan pertanian. Sisir dan Teal-teal: digunakan saat membajak atau menggemburkan tanah dengan memanfaatkan Kerbau. Sasap/ Panasapi, dan Ordang: digunakan untuk melubangi tanah dan membersihkan pematang sawah. Gair-gair Si Dua Raja
 
                    Hal pertama untuk pendirian Rumah adat Batak adalah proses yang dalam bahasa Batak Toba disebut "mangarade". Ini adalah pengumpulan bahan penyusun bangunan seperti tiang, tustus (pasak), pandingdingan, parhongkom, urur, ninggor, ture-ture, sijongjongi, sitindangi, songsong boltok dan ijuk sebagai bahan atap. Juga bahan kelengkapan bangunan seperti singa-singa, ulu paung dan sebagainya yang diperlukan. Prosesnya dilaksanakan dengan gotong royong yang dalam bahasa Batak toba dikenal sebagai "marsirumpa" suatu bentuk kerja sama tanpa pamrih antar penduduk sekampung. Arsitektur Batak Toba terdiri atas ruma dan sopo (lumbung) yang saling berhadapan. Ruma dan sopo dipisahkan oleh pelataran luas yang berfungsi sebagai ruang bersama warga huta. Ada beberapa sebutan untuk rumah Batak, sesuai dengan kondisi rumahnya. Rumah adat dengan banyak hiasan (gorga), disebut Ruma Gorga Sarimunggu atau Jabu Batara Guru. Sedangkan rumah adat yang tidak berukir, disebut Jabu Ereng atau Jabu Batara Siang...
 
                    Tempat sirih orang tua masyarakat Batak pada zaman dahulu yang terbuat dari pandan.
 
                    Hujur merupakan senjata tradisional berupa tombak yang biasa digunakan oleh masyarakat. Mata tombaknya pipih terbuat dari logam, panjang sekitar 25 cm dan lebarnya 5,5 cm. Tangkai hujar terbuat dari kayu yang panjangnya sekitar 2 meter. Digunakan Suku Batak untuk berperang ketika melawan musuh dan penjajah. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2014/06/senjata-tradisional-sumatera-utara/
 
                    Pintu yang berengsel ini merupakan penutup pintu masuk ke sapo (gudang yang digunakan orang Karo untuk menyimpan beras di ladang) pada zaman dahulu. Semua pintu terdapat ukiran cicak kecil. Dalam mitos, cicak biasanya dihubungkan dengan dewa ( Beraspati Juma ), tapi ada juga yang menghungkannya dengan penjaga rumah. Dewa lain yang juga sering dihubungkan adalah Beraspati Taneh yang melambangkan kesuburan.
 
                     
            Lampet atau lappet adalah makanan tradisional Tapanuli yang sering dihidangkan sebagai makanan sampingan dalam berbagai acara adat batak. Bahan-bahan yang dibutuhkan: 1. 150 gr tepung beras 2. 50 gr tepung ketan 3. 8 sm air 4. 50 gr gula pasir 5. 1 st garam 6. 150 gr kelapa yang muda, kupas lalu di parut kasar 7. Daun pisang untuk membungkus Cara membuatnya: Aduk tepung beras, tepung ketan, air, gula pasir dan garam sambil diuleni. Tambahkan kelapa, remas-remas hingga lemas. Bentuk contong dari daun pisang, letakkan adonan lalu bungkus bentuk limas. Kukus sampai matang dan siap untuk dihidangkan hangat.
 
                     
            Kulcapi adalah salah satu alat musik tradisional Suku Karo. Kulcapi hanya mempunyai 2 senar yaitu senar 1 dan senar 2. Kulcapi dibuat dari bahan dasar kayu yang di bentuk dan di ukir dengan ornamen khas karo. Kulcapi digunakan sebagai alat musik tunggal atau dimainkan bersandingen bersama beberapa alat musik lainya seperti keteng-keteng, gendang karo, belobat dan alat musik lainnya. biasanya alat2 musik tradisional Karo digunakan untuk mengiringi tarian adat maupun nyanyian /lagu2 tradisional Karo.
 
                     
            Alkisah, hiduplah seorang peladang di kampung tersebut. Dia biasa dipanggil Opung (kakek) Ketaren. Sebagai seorang peladang, Opung mau membuka hutan yang masih berada tidak jauh dari kawasan perkampungan untuk dijadikan lahan bercocok tanam. Dalam perjalanan menuju lokasi tersebut, Opung bertemu dengan sesosok mahkluk bertubuh kecil dengan kakinya terbalik. Tumitnya menghadap ke depan dan jari kakinya ke belakang. Orang-orang menyebutnya Umang. “Mau kemana?” Umang bertanya pada Opung. Opung menjelaskan bahwa dia mau membuka hutan untuk berladang padi. Umang pun menawarkan bantuan kepada Opung, dengan syarat Opung tidak boleh membawa perempuan dan anak kecil ke ladangnya. Opung menyanggupinya, walaupun dia sendiri punya seorang istri yang baru saja melahirkan. Akhir kata, Umang dan kawan-kawannya membantu Opung membuka hutan. Dalam satu hari, lahan seluas tiga hektar selesai dibersihkan dan siap untuk ditanam. Sebelum senja, Opung kembali...
