Penginangan berbentuk persegi panjang berwarna coklat tua dilengkapi pengunci peralatan terdiri atas tempat kapur, daun sirih, pinang, tembakau, serta alat pemotong pinang. berfungsi sebagai alat menginag Raja pada saat upacara adat.
Pappangajaiyyang berbentuk bundar persegi delapan dan lesung serta memkai pegangan pada bagian penutup. peralatan tersebut terdiri atas wadah sirih, pinang (2buah), tempat kapur dan tembakau susur, bermotif buah delima pada bagian penutup. fungsinya sebagai tempat menginag pada upacara adat perkawinan.
Bajo berbentuk lonjong dan bagian bawah dudukan diberi hiasan motif pita. bagian penutupnya agak masuk kedalam tidak menonjol keluar berfungsi sebagai wadah menginang permaisuri pada upacara adat khususnya perkawinan.
Epu berebntuk segi empat dan berbentuk perahu pada bagian penutupnya. bagian dalamnya diberi sekat dan bagian pinggirnya dihias dengan motif tumpal bertitik dan bergaris. berfungsi sebagai menginang raja-raja pada upacara adat.
Ota otang berbentuk oval, buah manggis, dan corong pipih berkaki empat. Pada bagian dindning Ota-Otang terdapat motif kerawang, berlobang dan motif vertikal. Fungsinnya adalah untuk menaruh alat-alat menginag seperti kapur, sirih, buah pinang, gambir yang dikinang pada upacara adat perkawinan.
Upacara Ma'nene dilakukan dalam rangka mengganti pakaian mayat para leluhur.Ritual ini dilakukan khusus oleh masyarakat Baruppu, di pedalaman Toraja Utara. Ritual Ma'nene dilakukan setiap tiga tahun sekali dan biasanya dilakukan pada bulan Agustus. Hal tersebut mengingat upacara Ma' Nene hanya boleh dilaksanakan setelah musim panen yakni yang jatuh pada bulan Agustus. Masyarakat adat Toraja percaya jika ritual Ma' Nene tidak dilakukan sebelum masa panen, maka akan sawah-sawah dan ladang mereka akan mengalami kerusakan dengan banyaknya tikus dan ulat yang datang tiba-tiba. Sejarah ritual Ma'nene ini berawal dari seorang pemburu binatang bernama Pong Rumasek, yang datang ke hutan pegunungan Balla. Saat itu, Pong menemukan sebuah jasad manusia yang telah meninggal dunia dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Oleh Pong, jasad itu dibawanya dan dikenakan pakaian yang layak untuk dikuburkan di tempat aman. Semenjak d...
Berasal dari Bahasa Toraja, yaitu Barre: Bulatan atau Bundaran dan Allo: Matahari. Pa’Barre Allo berarti ukiran yang menyerupai matahari yang bersinar terang, memberi kehidupan kepada seluruh mahluk penghuni alam semesta. Ukiran ini diletakkan pada bagian rumah adat yang berbentuk segitiga dan mencuat condong keatas yang dalam bahasa Toraja disebut Para Longa,dan di letakkan di bagian belakang dan depan Rumah adat. Ukiran ini biasa diletakkan diatas u kiran Pa’Manuk Londong
Alat musik ini digemari oleh anak-anak gembala menjelang menguningnya padi di sawah. Alat musiknya terbuat dari batang padi dan disambung sehingga mirip terompet dengan daun enau yang besar. Pa'barrung ini merupakan musik khusus pada upacara pentahbisan rumah adat (Tongkonan) seperti Ma'bua', Merok, Mangara dan sejenisnya
Pa'ulu Karua berasal dari dua kata (Toraja) yaitu Ulu: Kepala, dan Karua:Delapan. Menurut mitos, Toraja dahulu kala ada delapan orang Toraja yang masing-masing menurunkan ilmu pengetahuan menyangkut kehidupan ini. Kehidupan orang ini diciptakan olehPuang Anggemaritik (Puang Matua atau Tuhan) dalam sebuah puputan kembar ajaib dan masing-masing di karunia Ilmu pengetahuan yang berbeda-beda. Makna ukiran ini adalah orang Toraja mengharapkan dalam rumpun keluarga mereka, muncul orang yang memiliki ilmu yang tinggi dan berguna untuk kepentingan masyarakat. Untuk mengukir ukiran Toraja tersebut menggunakan warna yang terdiri warna alam yang mengandung arti dan makna tersendiri bagi masyarakat Toraja, yaitu sesuai dengan falsafah hidup dan perkembangan hidup manusia Toraja. Oleh karena itu penggunaan warna pada ukiran tersebut tidak boleh diganti /dirubah dalam pemakaian. Bahan warna Passura’ (ukiran) disebut Litak yang merupakan warna dasar bagi masyaraka...