Di kawasan situs Batujaya terdapat peninggalan dari masa klasik. Kawasan Batujaya mencakup wilayah yang cukup luas yaitu sekitar 5 km2, terbentang pada koordinat 06°02’52,10” - 06°03’34,17” Lintang Selatan dan 107°09’01,00” - 107°09’05,91” Bujur Timur. Secara administratif kawasan ini termasuk di wilayah Desa Segaran Kecamatan Batujaya dan desa Telagajaya Kecamatan Pakisjaya. Situs berada tidak jauh dari dari garis pantai utara Laut Jawa, pada areal persawahan dan sebagian pada areal pemukiman penduduk. Di sebelah selatan situs terdapat aliran Sungai Citarum. Sungai dan persawahan tidak pernah mengalami masa kering. Sepanjang tahun basah oleh genangan dan air resapan. Penelitian di kawasan situs Batujaya dimulai tahun 1975-1976 berupa penelitian penjajagan. Selanjutnya pada 1984 dilakukan penelitian (ekskavasi) oleh Jurusan Arkeologi, Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI). Sejak itu kemudian dilakukan...
Pasanggarahan merupakan tempat menginap bagi pengunjung yang datang ke desa ciptagelar. Pasanggarahan terdiri dari dua bangunan. Bangunan yang satu dimiliki oleh budaya pariwisata dan yang satu lagi dimiliki oleh taman nasional halimun. Bentuk bangunan ini memiliki ciri-ciri fisik berbentuk panggung yang memiliki kolong, dindingnya dilapisi bambu, lantainya terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari ijuk. Pasanggarahan digunakan ketika tamu yang datang tidak bisa ditampung di Imah Gede karena imah gede juga digunakan sebagai tempat menginap pengunjung.
Ajeng Jipeng memiliki arti Ajeng = Panggung dan Jipeng = Tanji dan Topeng, Ajeng Jipeng merupakan tempat untuk pertunjukan kesenian Jipeng di desa ciptagelar. Bangunanya seperti saung yang terbuat dari kayu, lantainya beralaskan bambu dan atapnya terbuat dari ijuk.
Bale sasepuh merupakan bangunan tempat berkumpulnya para sesepuh untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan kasepuhan. Bangunan ini memiliki ciri-ciri fisik berbentuk panggung yang memiliki kolong, dindingnya terbuat dari bambu, lantainya terbuat dari kayu dan atapnya terbuat dari ijuk. Bale sesepuh ini juga digunakan untuk bermusyawarah dan kegiatan lainnya.
Leuit warga adalah tempat penyimpanan padi kering atau pocong (sebutan padi kering yang telah diikat) milik warga. Bangunan ini memiliki ciri-ciri fisik berbentuk panggung yang memiliki kolong. Bangunan ini juga berbentuk segi lima. Bangunan ini terbuat dari kayu, dengan dinding yang dilapisi bambu dan beratapkan ijuk. Pada bagian atap depan terdapat sebuat pintu kecil yang berguna untuk memasukkan dan mengeluarkan pocong. Leuit di desa ciptagelar rata-rata memilik tiga hingga empat kaki. Jumlah kaki leuit berdasarkan besar atau kecilnya leuit tersebut. Bangunan ini tidak ditemukan paku, baut dll seperti halnya bangunan di kota biasanya. Bangunan ini hanya mengkolaborasikan kayu, bambu dan ijuk saja dalam pembuatannya. Setiap warga di desa ciptagelar wajib memiliki leuit. Satu keluarga bisa memiliki 2, 3 atau lebih leuit. Hal tersebut berdasarkan dari kondisi ekonomi dari warga tersebut. leuit warga terletak dalam suatu kawasan sehingga tidak berdampingan dengan rumah mereka...
Rumah emah sepuh merupakan tempat tinggal dari orang tua Abah Ugi.
Rumah masyarakat desa ciptagelar berbentuk panggung, dinding dilapisi bambu, lantai terbuat dari kayu, dan atapnya terbuat dari ijuk. Setiap bangunan di desa ciptagelar wajib berbentuk panggung dan beratapkan ijuk. Hal tersebut sudah menjadi tradisi di desa ciptagelar.
Saung merupakan tempat untuk menumbuk padi. Pada saung terdapat satu hingga tiga lisung. Banyak lisung tergantung besar atau kecilnya saung tersebut. letak saung dan lisung selalu bersebelahan dengan kawasan leuit. Setiap kawasan leuit terdapat saung dan lisung disampingnya. Bangunan lisung terbuat dari kayu, dindingnya juga terbuat dari kayu , atapnya terbuat dari ijuk dan lantainya beralaskan tanah. Lisung yang terdapat disana terbuat dari kayu, berbentuk persegi panjang. Pada sisi kiri dan kanan terdapat bolongan yang berbentuk lingkaran. Tongkat untuk menumbuk padi juga terbuat dari kayu.
Kasepuhan Adat Banten Kidul berpusat di Kampung Ciptagelar. Warga kukuh menjaga adat istiadat. Namun, mereka juga menyambut setiap tamu dengan ramah dan dengan tangan terbuka. Hampir setiap hari ada saja tamu yang datang ke Ciptagelar. Setiap hari, istri Pimpinan Adat Abah Ugi, Emak Alit, dan beberapa perempuan lain memasak nasi di perapian kayu dalam porsi besar. Warga yang bekerja di ladang komunal selalu bersantap pagi, siang, dan malam di Imah Gede yang menyatu dengan rumah pimpinan adat itu. Imah Gede merupakan rumah yang setiap harinya menampung tamu. Bangunan kayu, dindingnya terbuat dari bilik bambu (awi), atapnya terbuat dari injuk dan tiamgmya terbuat dari kayu ini juga menyatu dengan bangunan lain yang lebih kecil, tempat kediaman Abah Ugi. Imah Gede tidak pernah sepi dari tamu. Selalu ada yang datang dan pergi, apakah itu pelancong, para pendaki yang hendak menjelajah Halimun, mahasiswa peneliti atau rombongan studi tour, pintu Imah Gede senant...