Karena ingin agar anaknya menjadi Raja, Sakuntala rela pergi ke ibu kota. Setelah sampai di ibu kota, Sakuntala menghadap Sang Raja yang sedang bersidang di istana kerajaan. Di depan umum, Sakuntala menjelaskan maksud kedatangannya bahwa ia hendak menyerahkan puteranya, Sarwadamana, sebagai putera mahkota karena janji Sang Raja. Mendengar pengakuan tersebut, Raja Duswanta menolak kebenaran perkataan Sakuntala. Bahkan ia menolak telah menikah dan memiliki anak dari Sakuntala. Ia juga menghina dan mencela Sakuntala di muka umum. Sakuntala menangis karena dipermalukan. Bagaimanapun penjelasannya agar Sang Raja mau mengakui Sarwadamana sebagai putera, Sang Raja selalu mengelak. Tiba-tiba terdengar suara dari langit yang membenarkan perkataan Sakuntala. Raja tak bisa mengelak lagi lalu ia menyongsong dan memeluk Sakuntala beserta anaknya. Kemudian ia menagis karena bahagia sambil berkata, "Duhai Sakuntala, sebenarnya aku sangat gembira akan kedatanganmu. Namun aku terhalang karena k...
Ratok adalah logat Rokan untuk "ratap". Dinamakan demikian karena kesenian ini berupa syair yang didendangkan seperti "ratapan". Lazimnya, kesenian ini dilakukan oleh seorang perempuan yang memang berprofesi sebagai tukang ratok bayaran. Ratok tidak ditampilkan kepada khalayak sebagai seni hiburan, akan tetapi hanya ketika ada yang meninggal. Keluarga orang yang meninggal akan memanggil orang yang dikenal bisa moratok (membawakan ratok). Ratok disertai dengan ekspresi tubuh yang menggambarkan kepedihan seperti yang tertuang dalam syairnya, misalnya dengan menggoyang-goyangkan tubuh, menepuk-nepuk paha dan dada, atau menepuk lantai sambil menyebut-nyebut kata-kata pilu untuk orang yang ditinggalkan dan menyebut kebaikan-kebaikan orang yang telah pergi. Ada beberapa jenis ratok di Rokan, antara lain: 1) Ratok banja tingga, 2) Ratok kampong tingga/nagori tingga, 3) Ratok lalageh, 4) Ratok si Bonsu/ ratok sicuriang, syair tentang rindu dendam percintaan yang dinya...
Tari Legong Sri Sedana dipentaskan sebagai bentuk pemujaan kepada Bethari Sri & Betara Sedana dalam manifestasinya sebagai dewi kesuburan & pembawa kemakmuran berkah bagi masyarakat. Tarian ini khusus ditarikan pada upacara tersebut saja Semeton, selain itu tidak dipentaskan. Jadi tarian ini sangat-sangat sakral yang merupakan bentuk persembahan kepada Tuhan dalam manifestasinya. https://twitter.com/BudayaIraga
Tari Baris Jangkang Pelilit adalah tarian heroik yang sakral dan memiliki nilai magis ini memiliki koreografi dengan cerita perjuangan pada masa dahulu di alam. https://twitter.com/BudayaIraga
Tradisi Megoak-goakan adalah bukti masa kejayaan Raja Ki Barak dalam memerintah Kerajaan Den Bukit yang membentuk pasukan tangguh dengan strategi dan perhitungan lawan musuh untuk dapat menaklukan Kerajaan Blambangan. https://twitter.com/BudayaIraga
Berdasarkan catatan historisnya, bahwa Tari Sanghyang Dedari pernah ditarikan hampir diseluruh Desa di Bali. Namun dalam perkembangannya karena kesulitan siapa yang menarikan dan gamelan yang dihasilkan dari tutur menjadikan tarian ini semakin langka dijumpai di Bali. Padahal dahulu Tari Sanghyang Dedari diyakini untuk menjemput Sang Bidadari dan wujud syukur kepada Dewi Sri untuk memohon terhindar dari bencana alam & hama yang dapat merusak pertanian. Namun saat ini, keberadaan tarian ini sudah langka. Jejak terakhir dari Tari Sanghyang Dedari ditemukan di Desa Geriana Kauh, Karangasem dan dibangunkan Museum Sanghyang Dedari untuk mengingatkan dan mengedukasi masyarakat mengenai warisan Budaya dari leluhur ini. https://twitter.com/BudayaIraga
Ari-ari atau plasenta yang biasanya di daerah Bali lainnya akan dikubur dihalaman pekarangan rumah, namun di Desa Bayung Gede, plasenta tersebut digantungkan disatu tempat khusus. Hal ini diyakini untuk tetap menjaga kesucian Ibu Pertiwi (tanah), sehingga sangat dihindari untuk mengubur Ari-ari (plasenta) tersebut. Bukti sembah bakti kepada Ibu Pertiwi oleh Masyarakat Bayung Gede ditunjukan dengan menjaga pekarangan dari menanam hal yang dianggap kotor agar tidak leteh (mengotori halaman). Sebagai desa Bali Aga, Desa Bayung Gede dengan tradisi ini juga diyakini karena memang merupakan warisan budaya dari leluhur sebelumnya yang memang memiliki aturan Uluapad dan tidak terkena pengaruh orang-orang Majapahit pada masa lalu. Selain dari nilai Budaya, ternyata keberadaan Ari-ari megantung memberikan nilai ekonomi bagi Desa Bayung Gede yang menjadi desa wisata. https://twitter.com/BudayaIraga
Joged Bumbung adalah salah satu tari pergaulan yang populer di Bali. Sebagai tari pergaulan yang tujuannya untuk menghibur, Tari ini memiliki kebebasan ekspresi dan gerakan yang dinamis untuk mengajak penonton menari. Namun, dalam perkembangannya banyak dijumpai Tari Joged Bumbung yang sudah terlalu bebas dalam berekpresi sehingga muncul citra erotis dan pornografi. Padahal sebenarnya tarian ini ditarikan dengan penuh kebahagiaan tanpa adanya unsur erotis. https://twitter.com/BudayaIraga
Aling-Aling adalah pembatas antara angkul - angkul (gapura/pintu masuk) dengan pekarangan rumah maupun tempat suci yang berfungsi sebagai penetralisir dari gangguan negatif baik secara sekala maupun niskala. Dahulu di Bali, sebuah aling - aling oleh masyarakat umum, biasanya dibuat menggunakan kelangsah (anyaman daun kelapa kering) atau kelabang mantri sebagai sarana proteksi dari kekuatan negatif dimana sulaman atau ulat-ulatan dari daun kelapa tersebut diletakkan pada aling-aling. Namun kini, aling-aling juga digunakan untuk mempercantik rumah dengan menambahkan sebuah patung sehingga menambah kesan estetika. Seperti yang dikutip dari Bali Bangol News kalau memang Aling-Aling adalah bagian dari rumah yang berdasarkan aturan Asta Kosala Kosali yang dipercaya akan dapat menetralisir pengaruh negatif baik secara sekala maupun niskala nih Semeton. Hal senada juga Bale Bengong bahwa fungsi Aling-Aling salah satunya adalah menjadi batas hal-hal negatif agar tidak masuk ke pekarangan (ha...