Nanggroe Aceh Darussalam termasuk salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di ujung paling Barat Pulau Sumatera. Selain terkenal sebagai "Serambi Mekah", provinsi ini juga terkenal dengan kanekaragaman suku-bangsanya. Salah satu di antaranya adalah suku-bangsa Alas, yang bermukim di Kabupaten Aceh Tenggara. Menurut sejarah, suku-bangsa Alas merupakan pecahan dari suku-bangsa Gayo, karena nenek moyang mereka berasal dari Kabupaten Gayo Lues. Oleh karena itu, kedua suku-bangsa ini seringkali disatukan menjadi suku-bangsa Gayo-Alas. Menurut pendapat sebagian ahli, kata "Alas" berasal dari bahasa Gayo yang berarti "tikar". Pemberian nama ini dikaitkan dengan keadaan wilayah pemukiman orang Alas yang terbentang luas seperti tikar terkembang di sela-sela Bukit Barisan. Pendapat lain mengatakan bahwa orang Alas berasal dari daerah Singkil, Kabupaten Aceh Selatan, yang ditandai dengan adanya tari Alas di daerah itu. Dalam bahasa Singkil, "Alas" diartikan sebagai "muqaddimah" atau "p...
Banta Berensyah adalah seorang anak laki-laki yatim dan miskin. Ia sangat rajin bekerja dan selalu bersabar dalam menghadapi berbagai hinaan dari pamannya yang bernama Jakub. Berkat kerja keras dan kesabarannya menerima hinaan tersebut, ia berhasil menikah dengan seorang putri raja yang cantik jelita dan dinobatkan menjadi raja. Bagaimana kisahnya? Ikuti cerita Banta Berensyah berikut ini! * * * Alkisah, di sebuah dusun terpencil di daerah Nanggro Aceh Darussalam , hiduplah seorang janda bersama seorang anak laki-lakinya yang bernama Banta Berensyah. Banta Berensyah seorang anak yang rajin dan mahir bermain suling. Kedua ibu dan anak itu tinggal di sebuah gubuk bambu yang beratapkan ilalang dan beralaskan dedaunan kering dengan kondisi hampir roboh. Kala hujan turun, air dengan leluasa masuk ke dalamnya. Bangunan gubuk itu benar-benar tidak layak huni lagi. Namun apa hendak dibuat, jangankan biaya untuk memperbaiki gubuk itu, untuk makan sehari-hari pun mereka kesulitan....
Produk arsitekur anjungan Kabupaten Aceh Tengah, Nanggroe Aceh Darussalam di Taman Shultanah Shafiatuddin, Banda Aceh, yang menggambarkan ciri khas bentuk arsitekural rumah tradisional di Kabupaten Aceh Tengah.
Batee dalam bahasa Aceh berarti batu dalam bahasa Indonesia. Lada dalam bahasa Aceh berarti lada atau merica dalam bahasa Indonesia. Dikatakan batee lada karena di antara salah satu jenis rempah yang dihancur lumatkan dengan batu ini adalah lada. Batee lada adalah sejenis batu gilingan yang dapat menghancur lumatkan segala jenis bumbu masak seperti lombok, bawang merah, bawang putih, ketumbar dan lain sebagainya. Batee lada terbuat dari sejenis batu yang dipahat sedemikian rupa dengan menambah sebuah batu bulat panjang sebagaipenggilingnya. Batu bulatpanjang ini disebut aneuk batee lada. Panjang sebuah batee lada kira-kira 30 cm dengan lebar kira-kira 20 cm dan tingginya 10 cm. Sedangkan aneuk batee lada bergaris tengah 7 cm dengan panjangnya selebar batee lada.
Leusong/ Lesung di Aceh dikenal ada beberapa jenis, seperti leusong pade (lesung pada jeungki penumbuk padi), leusong jaroe (lesung tangan), leusong ranub (pelumat sirih) Yang dimaksudkan di sini adalah lesung tangan yang berukuran kecil yang dipergunakan di dapur. Hal ini perlu ditegaskan oleh karena leusong jaroe ada dua ukuran, besar dan kecil. Yang besar tidak merupakan alat yang berhubungan dengan dapur, karena lesung ini ditempatkan di kolong rumah yang berfungsi untuk menumbuk tepung, padi, emping beras dan lain-lain. Leusong jaroe bentuknya ada yang bundar dan ada yang empat segi. Ukuran lesung berbentuk bundar mempunyai garis tengah sekitar 20 cm dengan ketinggian 15-20 cm. Lesung yang berbentuk empat persegi mempunyai ukuran lebar tiap sisi pada bagian permukaan berkisar 20 cm dan di bagian kaki antara 12-15 cm, dengan ketinggian antara 15-20 cm. Lesung dibuat dari tiga jenis bahan baku, ada yang dibuat dari kayu, ada yang dipahat dari batu dan ada pula yang dibuat dari...
Dandang digunakan untuk memasak nasi. Selain mempergunakan kanet sebagai wadahnya, dalam kehidupan sehari-hari di dapur rumah tangga masih dipakai pula dandang atau disebut juga kanet dangdang atau sangku tanoh. Perkataan yang sama di dalam masyarakat Gayo disebut kukusen, sedangkan di masyarakat Aneuk Jamee disebut dandang. Dangdang dalam bahasa Indonesia disebut dandang atau kukusan. Bentuknya pada bagian bawah bundar, pada bagian tengah genting serta di bagian atas berbentuk terbuka serta tutup sebagai penutupnya. Pada bagian tengah yang genting tadi terdapat penyekat yang diberi berlubang-lubang kecil yang berfungsi sebagai tempat penguapan pada saat beras dikukus untuk dimasak menjadi nasi. Dandang sebagaimana halnya kanet dan blangong dibuat dari tanah liat dengan mempergunakan teknik putar. Dandang dipergunakan untuk memasak nasi, baik nasi biasa maupun nasi ketan. Beras yang sudah dicuci dimasukkan ke dalam dandang di bagian atas, menurut ukuran yang telah ditentukan. Pada...
Permainan gasing sudah merupakan kebudayaan masyarakat Aceh sejak kurang lebih 150 tahun yang lalu. Siapa yang pertama kali membawa permainan ke Aceh (catatan di Simelue) tidak ada referensi yang jelas. Biasanya Gasing terbuat dari tiga jenis kayu yang sering digunakan, sesuai dengan jenis permainan gasing itu sendiri, yaitu : Pohon Waru (awak balu), Pohon jambu Kelutuk (piawe), pohon jeruk nipis (alimao). Bahan tambahan lainnya adalah besi yang dit]runcingkan untuk bagian bawahnya. Cara memainkan Gasing Pada gasing putar, arena permainan berbentuk lingkaran. Lingkaran ini dibentuk oleh para penonton. Sedangkan para pemain berada pada lingkaran tersebut. Di tengah-tengah di buat lingkaran kurang lebih berdiameter 30 cm. Kemudian di tengah lingkaran kecil di buat satu titik biasanya titik itu ditandai oleh sobekan kecil daun kering. Apabila dari satu permainan seorang peserta melemparkan gasingnya persis pada sobekan kecil daun kering di tengah lingkaran kecil tersebut dengan mengel...
Samalanga merupakan salah satu kecataman yang terdapat di kabupaten Bireuen. Keunikan rujak Aceh pada umumnya memiliki keistimewaannya yang terletak pada cita rasanya yang asam, manis dan pedas. Bahan-bahan yang digunakan memang relatif sama seperti pembuatan rujak pada umumnya, yang terdiri dari buah mangga, pepaya, kedondong, bengkuang, jambu air, nenas, dan timun, namun bumbu-bumbu yang digunakan, memiliki ciri khas tersendiri seperti garam, cabe rawet, asam jawa, gula aren (merah) yang cair, kacang tanah dan pisang monyet (pisang batu) atau rumbia (salak Aceh). Yang menarik dari rujak Aceh Samalanga ini, di atas tempat ulekan yang besar terbuat dari batu itu bisa menampung untuk 50 porsi rujak, ada juga ulekan yang digunakan biasanya yang terbuat dari kayu jati. Cara penyajiannya rujak biasanya memang ddilakukan dengan dua cara, yaitu pertama ditaruh di dalam piring dan yang kedua ditaruh di atas daun pisang. Pembeli yang makan di warung, biasanya disediakan di da...
Tari Likok Pulo adalah sebuah tarian tradisional yang berasal dari Aceh."Likok" berarti gerak tari, sementara "Pulo" berarti pulau. Pulo di sini merujuk pada sebuah pulau kecil di ujung utara Pulau Sumatera yang juga disebut Pulau Breuh, atau Pulau Beras. Tarian ini lahir sekitar tahun 1849. diciptakan oleh seorang ulama tua berasal dari Arab yang hanyut di laut dan terdampar di Pulo Aceh. Tari ini diadakan sesudah menanam padi atau sesudah panen padi, biasanya pertunjukan dilangsungkan pada malam hari bahkan jika tarian dipertandingkan dapat berjalan semalam suntuk sampai pagi. Tarian dimainkan dengan posisi duduk bersimpuh, berbanjar, atau bahu membahu. Seorang pemain utama yang disebut cèh berada di tengah-tengah pemain. Dua orang penabuh rapa'i berada di belakang atau sisi kiri dan kanan pemain. Sedangkan gerak tari hanya memfungsikan anggota tubuh bagian atas, badan, tangan, dan kepala. Gerakan tari pada prinsipnya ialah gerakan oleh tubuh, keterampilan, ke...