Ebook Integrasi Budaya Tionghoa Ke Dalam Budaya Bali Sumber: https://profsuli.files.wordpress.com/2011/07/buku-integrasi-budaya-tionghoa.pdf
Sumber: munas.kemdikbud.go.id Halaman Utama This page contains changes which are not marked for translation. Other languages: العربية • English • Bahasa Indonesia • 日本語 • Basa Jawa • Basa Sunda • 中文(中国大陆) • 中文(台灣) PUSTAKA in MUSEUM NASIONAL Of INDONESIA + Wikimedia maps beta | Map data © OpenStreetMap contributors Ensiklopedia ini adalah produk dari kegiatan mandiri yang ada di Seksi Perpustakaan, Bidang Registrasi dan Dokumentasi, Museum Nasional di Indonesia. Platform ini digunakan dan dikembangbangkan oleh Alfa Noranda dibantu oleh tenaga siswa/i Praktek Kerja Lapangan serta mahasiswa/i Magang yang ditempatkan di Pustaka Museum Nasional, menggunakan source code Mediawiki yang bersifat Open Source. Ensiklopedia ini bertujuan dalam menyampaikan informasi yang ada di perpustakaan dari bahan pustaka mengenai Benda Budaya sebagaimana diatur oleh Undang Undang Nomor 5 Tahun 2017 Tentang Pemajuan Kebudayaan[1] serta benda benda koleksi Cagar Budaya atau did...
Istilah Macingklak berasal dari kata Cangklak mengandung pengertian: menahan dengan tapak tangan sesuatu yang jatuh dari atas (jambu, mangga, mata uang logam, bola kecil dan sebagainya yang dilontarkan ke atas). Dan untuk daerah lain sering disebut "mencet". Menurut penuturan orang-orang yang sudah lanjut usia, permainan ini sudah begitu saja mereka temui di di tengah-tengah masyarakat. Jangankan mereka, angkatan yang lebih dulupun tidak mengetahui siapa penciptanya. Untuk melangsungkan permainan macingklak ini memerlukan peserta minimum 2 (dua) pemain, namun pada umumnya tidak lebih dari 4 (empat) atau lima orang. Apabila kebetulan berkumpul anak-anak pada suatu tempat, mereka akan menyelenggarakan sendiri di tempat lain yang berdekatan. Dengan demikian dalam suatu halaman atau lantai rumah kita saksikan sampai tiga atau empat kelompok bertanding. Maksud memisahkan diri membuat kelompok lain hanya mempercepat giliran sesuai dengan salah satu sifat anak-anak untuk secepat...
Dahulu kala, hidup seorang penguasa tertinggi kerajaan langit bernama Batara Guru. Suatu hari ia memerintahkan para dewa dan dewi untuk melakukan kerja bakti guna membangun sebuah istana baru yang lebih megah di Kahyangan. Ia pun mengancam akan memotong tangan dan kaki siapa saja yang malas mengerjakan perintahnya. Dialah Antaboga, seorang dewa ular yang merasa cemas dengan ancaman yang dibuat oleh Batara Guru. Mengetahui kondisi tubuhnya yang tidak memiliki tangan dan kaki, tentu ia akan merasa kesulitan untuk bekerja. Namun, jika ia tidak bekerja, lehernya akan dipenggal. Dihantui rasa takut, ia pun pergi meminta nasihat kepada Batara Narada, yang merupakan saudara Batara Guru. Sesampainya di kediaman milik Batara Narada, ia menyampaikan tentang apa yang membuatnya risau. Mendengar curahan hati Antaboga, Batara Narada justru kebingungan dan tidak memiliki solusi. Kemudian Antaboga menangis meratapi nasib buruk yang harus menimpa dirinya. Tak disangka, tetesan air matanya berubah...
Tari Legong Sri Sedana dipentaskan sebagai bentuk pemujaan kepada Bethari Sri & Betara Sedana dalam manifestasinya sebagai dewi kesuburan & pembawa kemakmuran berkah bagi masyarakat. Tarian ini khusus ditarikan pada upacara tersebut saja Semeton, selain itu tidak dipentaskan. Jadi tarian ini sangat-sangat sakral yang merupakan bentuk persembahan kepada Tuhan dalam manifestasinya. https://twitter.com/BudayaIraga
Tari Baris Jangkang Pelilit adalah tarian heroik yang sakral dan memiliki nilai magis ini memiliki koreografi dengan cerita perjuangan pada masa dahulu di alam. https://twitter.com/BudayaIraga
Tradisi Megoak-goakan adalah bukti masa kejayaan Raja Ki Barak dalam memerintah Kerajaan Den Bukit yang membentuk pasukan tangguh dengan strategi dan perhitungan lawan musuh untuk dapat menaklukan Kerajaan Blambangan. https://twitter.com/BudayaIraga
Berdasarkan catatan historisnya, bahwa Tari Sanghyang Dedari pernah ditarikan hampir diseluruh Desa di Bali. Namun dalam perkembangannya karena kesulitan siapa yang menarikan dan gamelan yang dihasilkan dari tutur menjadikan tarian ini semakin langka dijumpai di Bali. Padahal dahulu Tari Sanghyang Dedari diyakini untuk menjemput Sang Bidadari dan wujud syukur kepada Dewi Sri untuk memohon terhindar dari bencana alam & hama yang dapat merusak pertanian. Namun saat ini, keberadaan tarian ini sudah langka. Jejak terakhir dari Tari Sanghyang Dedari ditemukan di Desa Geriana Kauh, Karangasem dan dibangunkan Museum Sanghyang Dedari untuk mengingatkan dan mengedukasi masyarakat mengenai warisan Budaya dari leluhur ini. https://twitter.com/BudayaIraga
Ari-ari atau plasenta yang biasanya di daerah Bali lainnya akan dikubur dihalaman pekarangan rumah, namun di Desa Bayung Gede, plasenta tersebut digantungkan disatu tempat khusus. Hal ini diyakini untuk tetap menjaga kesucian Ibu Pertiwi (tanah), sehingga sangat dihindari untuk mengubur Ari-ari (plasenta) tersebut. Bukti sembah bakti kepada Ibu Pertiwi oleh Masyarakat Bayung Gede ditunjukan dengan menjaga pekarangan dari menanam hal yang dianggap kotor agar tidak leteh (mengotori halaman). Sebagai desa Bali Aga, Desa Bayung Gede dengan tradisi ini juga diyakini karena memang merupakan warisan budaya dari leluhur sebelumnya yang memang memiliki aturan Uluapad dan tidak terkena pengaruh orang-orang Majapahit pada masa lalu. Selain dari nilai Budaya, ternyata keberadaan Ari-ari megantung memberikan nilai ekonomi bagi Desa Bayung Gede yang menjadi desa wisata. https://twitter.com/BudayaIraga