Konon khabarnya dahulu kala disalah satu rantauan sungai Mahakam, terdapat sebuah dusun yang didiami oleh beberapa pasang keluarga tani. Kehidupan mereka, disamping berladang, juga membuat kebun dan ada pula yang berusaha sebagai nelayan. Setiap tahun sehabis musim panen, ramailah penduduk dusun itu mengadakan pesta upacara adat memelas tahun, yang diisi dengan berbagai pertunjukan keahlian dan kesenian yang mereka miliki. Pihak lelaki mengadu kepandaian dengan cara mereka sendiri, seperti main pencak silat, adu bintih, adu besut, adu gasing dan logo. Pihak perempuan pun tidak mau ketinggalan. Disamping turut menari secara adat, ada pula yang turut dalam pertandingan-pertandingan yang sifatnya ringan. Sudah barang tentu dalam hal ini yang merupakan acara pokok adalah memelas tahun, yang dilaksanakan oleh seorang dukun beserta orang-orang tua berpengalaman. Biasanya upacara iini berlangsung sampai berbulan-bulan lamanya. Disaat inilah kesempatan bagi para muda mudi untuk saling mengena...
Begasing merupakan jenis permainan tradisional Kalimantan Timur, baik masyarakat pedalaman maupun masyarakat pesisir pantai. Dalam permainan ini sangat mencerminkan lapisan atau stratifikasi dalam masyarakat. Hal ini dapat kita lihat dalam pengunaan kata haluan (pesuruh), Mentri dan Raja (Meruhum dalam bahasa Kutai). Permainan ini sangat memerlukan kecepatan dan kecermatan serta konsentrasi dari pemain. Permainan ini dilakukan tidak mengenal musim. Peralatan. 1. Gasing. Bahan dari kayu keras (ulin atau Benggeris) dengan bentuk : bahagian atas disebut kepala bentuk bulat dengan diameter 1,5 cm, tinggi 2 cm pada bagian puncak dibuatagak miring. Pada bagian tenagah berbentuk bulat dimana semakin ke bawah semakin runcing. Titik pertemuan ini harus pada pertengahan sehingga gasing ini seimbang. Tinggi gaing 10-15 cm. Yang paling penting diperhatikan dalam pembuatan gasing ini adalah keseimbangan antara kepala, badan dan lain-lain. 2. Tali. Bahan dari kulit kayu Jomok yang di...
Pakaian adat tradisional Indonesia merupakan salah satu kekayaan budaya yang dimiliki oleh negara Indonesia dan banyak di puji oleh negara lain, dengan banyaknya suku - suku dan Provinsi yang ada di wilayah negara indonesia, maka bisa dipastikan banyak sekali baju - baju adat oleh masing - masing suku di seluruh Provinsi Indonesia. Dalam hal ini Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura kekayaan budaya diantaranya terlihat dari beragam baju adat yang dimilikinya yang kali ini memperkenalkan salah satu pakaian adatnya berupa pakaian Pengantin yaitu Baju Antakusuma. Baju Antakusuma yang lebih di kenal dengan Kutai Kuning adalah baju pengantin kebesaran Kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura, baju ini pada jaman dahulu hanya boleh di kenakan oleh kalangan bangsawan saja, sedangkan kalangan rakyat biasa tidak di perbolehkan memakainya. Baju Pengantin Antakusuma ini di pakai saat pelaksanaan resepsi pernikahan atau lebih dikenal dengan...
Kerajaan Kutai Kartanegara memiliki Baju Kebesaran Pengantinny yaitu baju Anta kusuma lebih di kenal dengan Kutai Kuning yang dulu hanya boleh di kenakan oleh kalangan bangsawan, sedangkan kalangan rakyat biasa tidak di perbolehkan memakainya. Baju Anta Kusuma tersebut biasanya di dampingi dengan Baju Pengapit yang hanya untuk mendampingi atau menggampit pengantin yg telah memakai Baju Anta Kusuma dalam kegiatan adat perkawinan naik pengantin atau resepsi pernikahan. Dengan membawa peralatan adat yang sesuai dengan adat upacaranya, biasanya mereka yang memakai Baju Penggapit duduk di samping pengantin yng memakai baju Anta Kusuma. Penggapit Perempuaan dan penggampit laki - laki memiliki tempat kedudukannya yang telah di tentukan, untuk penggampit perempuan berada di samping pengantin perempaun sedangkan penggapit yang laki - laki berada di samping penganti laki - laki.
Kesultanan Kutai Kartanegara Ing Martadipura memiliki Baju Adat yang hanya di pakai oleh kalangan bangsawan Kutai yaitu Takwo Setempik. Baju Takwo Setempik ini adalah merukan baju Adat Kutai yang di pakai oleh Bangsawan Kutai. Baju Takwo Setempik ini berfungsi atau biasa di gunakan untuk menghadiri upacara Bepacar dalam adat Perkawinan Kutai. Khusus untuk laki - lakinya Baju Takwo Setempik di sebut juga Jas Kutai, dan seiring perkembangannya Baju Takwo Setempik ini sering di pasangkan dengan baju Takwo penuh perempuan.
Dalam acara adat perkawinan memiliki acara khusus naek mentuha, dalam acara ini pengantin mengenakan Baju Kutai Setengah. Baju kutai Setengah atau disebut juga Tenun Kutai Setengah adalah baju pengantin kebesaran Kutai Kartanegara juga, tetapi di pakai dalam acara khusus Naek Mentuha . Di dalam adat perkawinan Kutai Kartanegara di kenal juga istilah naik Mintuha yang mana kedua pengantin mendatangi rumah orang tua pengantin pihak laki - laki yang di temani orang tua pengantin pihak wanita. Kedatangan kedua mempelai beserta rombongannya disambut dengan ritual adat naik mintuha, yang mana semua di tandai mengharap restu kedua orang tua dan ridho Allah SWT sehingga menjadi rumah tangga yang sakinah, mawadah, warohmah. Baju Kutai Setengah ini memakai riasan kepala dari Baju Antakusuma tetapi memakai busana dari Kustim atau Kutai Hitam dan untuk bawahannya memakai Tapeh Alang, tetapi tidak memakai Tapeh Pasak.
Pengertian Upacara NAIK AYUN merupakan rangkaian tradisi adat KUTAI dalam menyambut kehadiran anak bayi yang baru lahir. Dimana pada hari pertama dari kelahiran tersebut si anak bayi telah diadzankan dan di iqamahkan di telinga kiri dan kanan si bayi. Ada acara kecil pula terhadap proses pembersihan, pengisian dan penguburan (penanaman) tembuni serta diberi penerangan berupa lampu / obor / pelita / listrik. Kira-kira 5 - 7 hari, terjadi lagi pemutusan tali pusar (Pusat) si bayi yang ditangani secara khusus pula oleh seorang bidan. Pertimbangan faktor kesehatan sang ibu, ekonomi keluarga yang menunjang, maka usia anak antara 15 hari hingga 1 bulan, upacara adat NAIK AYUN ini baru dilaksanakan. Asal Muasal NAIK AYUN Menurut Syariat Agama Islam * Hadist yang diriwayatkan oleh ABU DAUD dari ABU BURAIDAH, artinya : “Kami dimasa jahilliah jika ada salah seorang diantara kami melahirkan seorang...
Anjat, tas punggung yang terbuat dari rotan yang dibelah-belah ini merupakan hasil kerajinan anyam Suku Dayak Kenyah Bakung di Kalimantan Timur. Berbentuk seperti tabung, Anjat memiliki tinggi sekitar 70 cm dengan garis lingkaran sekitar 50 cm. Selain dipakai untuk membawa barang-barang ketika berpergian, bagi kaum pria suku Dayak, Anjat dijadikan sebagai wadah untuk perbekalan saat berburu ke hutan. Sementara itu, para wanita menggunakan anjat untuk menyimpan baju atau makanan bila pergi berkebun. Proses pembuatan Anjat tidak mudah, pertama-tama rotan harus dibelah dan dihaluskan kemudian dirangkai menjadi bentuk Anjat. Setelah itu dimulailah proses penganyaman Anjat yang dilakukan berputar dari kiri ke kanan. Dilanjutkan dengan memberi lapisan penutup dari kain, lalu diperindah dengan hiasan manik-manik yang dirangkai menjadi berbagai macam motif. Meskipun Anjat telah berkembang menjadi barang cinderamata yang sangat indah dan bernilai ekonomi tinggi, kerajinan khas suku...
Manik-manik bagi orang Dayak sebagia hiasan sejak zaman logam masuk ke Kalimantan. Manik-manik dari tulang, batu atau damar dari zaman purba banyak ditemukan pada situs-situs penggalian. Orang Dayak membedakan manik-manik besar dari kaca warna-warni dan manik-manik halus, yang biasanya dianyam pada benang. Manik-manik besar berbeda bentuk dan warnanya satu dan lainnya. Manik-manik ini bernilai tinggi dan disimpan sebagai benda pusaka, biasanya dijadikan kalung dan digunakan ketika upacara adat berlangsung. Pada orang Kenyah di Lung Anai, dikenal manik-manik yang dinamakan Lukuk Sakalak dan Bowang, lukuk sakalak merupakan manik-manik yang berbentuk bulat dan berwarna hijau berbintik dengan diameter sekitar 2,5-3cm. biasanya manik ini digunakan oleh Raja-Raja Kenyah.