Suku Mentawai adalah suku yang mendiami daerah di Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat. Orang-orang di suku Mentawai memiliki tradisi mentato tubuhnya sendiri dengan motif-motif khusus dan tidak sembarangan yang disebut dengan istilah “Titi”. Sedangkan orang yang pandai mentato disebut dengan nama “Sipatiti” atau “Sipaniti.” Tato yang terlihat di tubuh orang-orang Suku Mentawai menyimbolkan keseimbangan alam dan keindahan serta sebagai bentuk balas jasa yang diberikan kepada Sipatiti. Rata-rata motif tato Suku Mentawai adalah batu, hewan, tumbuhan, busur, panas, mata kail, duri rotan, tempat sagu sampai dengan binatang ternak. Konon tato Suku Mentawai ini adalah seni rajah tubuh tertua di dunia dan lebih tua dari tato Mesir. https://www.boombastis.com/suku-tradisi-tato/61590
Dahulu kala, ada seorang pemuda tampan dan gagah bernama Datu Awang Sukma. Suatu hari, Datu Awang Sukma melihat ada 7 bidadari cantik sedang mandi di telaga. Para bidadari itu tidak tahu jika Awang Sukma sedang mengintip mereka dan membiarkan selendang mereka yang digunakan untuk terbang, bertebaran di sekitar telaga. Awang Sukma lalu mencuri salah satu selendang terbang milik bidadari itu. Selesai mandi para bidadari itu kemudian mengenakan selendangnya masing-masing dan bersiap-siap terbang pulang ke kayangan. Namun sayang, selendang milik Putri Bungsu sudah dicuri Awang Sukma, sehingga ia tak bisa terbang kembali ke kayangan. Dengan sedihnya keenam kakaknya pergi meninggalkannya sendirian di bumi. Datu Awang Sukma pun segera keluar menemui Putri Bungsu dan mengajaknya tinggal bersamanya. Karena tidak ada pilihan lain, maka Putri Bungsu akhrinya terpaksa menerima pertolongan Awang Sukma. Kemudian Putri Bungsu dinikahi Awang Sukma dan melahirkan seorang bayi...
Di sebuah desa nelayan. Hidup seorang ibu dengan seorang anak lelakinya bernama Malin Kundang. Hidup mereka sangat miskin. Ayah Malin sudah lama meninggal dunia. Ketika kecil, Malin senang mengejar dan suka memukul ayam-ayam tetangga. Suatu hari, ia jatuh terpeleset ketika mengejar-ngejar ayam. Lengannya luka dan meninggalkan bekas yang tidak dapat hilang. Ketika dewasa, Malin Kundang pergi bekerja ke negeri seberang. Setelah berhasil menjadi pedagan kaya, suatu hari Malin Kundang singgah di kampung halamannya. Dengan penuh suka cita, ibunya segera pergi ke pelabuhan menyambut Malin Kundang. Sampai di pelabuhan, ia melihat Malin keluar dari kapal besar dan mewah dengan pakaian yang sangat indah. “Ya Tuhan… Itu Malin...” serunya bangga dan bahagia. Tapi tidak disangka. Malin tiba-tiba mendorong ibunya sampai tersungkur ke tanah. Ibunya kaget, “Aku ibumu Malin. Biar kulihat apakah kau Malin anakku atau bukan,” si ibu segera menyingkap pak...
Dulu, ada seorang ketua kampung yang tinggal di tepi sungai bernama Lebai. Ia sangat dikenal di seluruh kampung yang berada di hulu sampai hilir sungai tersebut. Suatu hari, Pak Lebai mendapat dua undangan pesta pernikahan yang bersamaan waktunya. Undangan pertama, rumahnya ada di hulu sungai, sedangkan undangan kedua, rumahnya di hilir sungai. Pesta di hulu akan memotong dua ekor kerbau, dan ia akan mendapat bagian dua kepala kerbau. Tapi, masakannya kurang enak dan ia kurang akrab dengan tuan rumahnya. Sedangkan pesta di hilir, hanya akan menyembelih satu ekor kerbau dan ia akan mendapat satu kepala kerbau saja. Namun masakannya sangat enak dan ia juga kenal baik dengan tuan rumahnya. Pak Lebai masih bingung. Ia pun pergi ke sungai mengayuh perahunya ke arah hulu. Pak Lebai masih berpikir, bahwa di sana ia akan mendapat dua kepala kerbau. Tapi di tengah jalan, ia berbalik arah menuju pesta di hilir. Tapi, setibanya di hilir, pesta telah usai. Kepala kerbau dan makanan...
Dalam adat Minang, terdapat tradisi membawa hantaran berisi beras yang dibungkus dengan kain bermotif dan warna-warni. Hantaran beras ini berisikan beras seberat 2 Kilogram dan diberikan pada pemilik hajatan. Seperti hajatan pengangkatan gelar Datuk Tunaro di Bukittinggi, Sumatera Barat. Uniknya, hantaran beras ini diletakkan di kepala kaum ibu sepanjang perjalanan dari rumah hingga lokasi hajatan.
Makan Bajamba merupakan makan bersama dalam adat Minang. Dalam 1 pinggan besar berisikan nasi dengan porsi banyak serta 7 varian lauk-pauk. Ketujuh lauk diantaranya gulai ayam nanas, samba padeh, rendang, karupuak lado, gulai buncih, perkedel dan pangeh ikan. Saat proses makan Bajamba berlangsung, kaum wanita harus dipisah dengan kaum lelaki. Sosok yang dituakan lah yang diperkenankan untuk menuangkan beberapa lauk ke dalam pinggan besar. 1 porsi makan Bajamba ini diperuntukkan bagi 6 orang. Dalam sekali makan, nasi beserta menu dalam pinggan harus dihabiskan dan tidak boleh tersisa.
Batik tanah liat atau tanah liek menjadi salah satu kerajinan unik dari tanah Sumatera Barat. Tidak hanya menggunakan lilin atau malam, pewarnaan pada kain primisima (kain dasar batik) juga menggunakan bubuk tanah liat. Bubuk tanah liat dicampur dengan sejumlah bahan pendukung guna mendapatkan warna-warna yang cantik. Ragam motif pun bisa digambar di atas kain, seperti motif batangan, motif burung, dan motif rangkiang. Namun, motif itik pulo batang lah yang menjadi ciri khas dari batik tanah liat ini. Motif itik pulo batang pun sarat akan filosofi, yakni kekompakan dan juga kebersamaan. Sejak tahun 2000 lalu, batik tanah liat mulai berdenyut di tanah kabupaten Dharmasraya, Sumatera Barat. Kain batik tanah liat ini kerap digunakan kaum ibu dalam sejumlah prosesi adat minang.
Kerajinan perak selama ini identik dengan satu daerah bernama Kotagede di Yogyakarta. Namun, di Sumatera Barat ada satu daerah yang juga dikenal dengan keindahan kerajinan peraknya. Daerah ini bernama Koto Gadang Agam, kawasan pusat seni yang terkenal sebagai sentra kerajinan perak. Koto Gadang Agam merupakan kawasan setingkat desa di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sejak pendudukan Belanda di desa ini, masyarakat di desa ini sudah mulai membuat aneka kerajinan perak. Hasil kerajinan perak ini tidak saja diminati masyarakat yang tinggal di sekitar Agam, namun juga oleh orang-orang Belanda yang berada di sana. Aneka jenis kerajinan perak berupa kalung, gelang, dan cincin saat itu banyak diminati wanita-wanita Belanda. Seiring berjalannya waktu, nama Koto Gadang Agam pun semakin dikenal sebagai pembuat kerajinan perak di Sumatera Barat. Bahkan sekitar tahun 1911, kerajinan perak desa ini sudah dikenal bangsa-bangsa di Eropa. Satu yang menjadi ciri khas kera...
Kerajinan perak selama ini identik dengan satu daerah bernama Kotagede di Yogyakarta. Namun, di Sumatera Barat ada satu daerah yang juga dikenal dengan keindahan kerajinan peraknya. Daerah ini bernama Koto Gadang Agam, kawasan pusat seni yang terkenal sebagai sentra kerajinan perak. Koto Gadang Agam merupakan kawasan setingkat desa di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Sejak pendudukan Belanda di desa ini, masyarakat di desa ini sudah mulai membuat aneka kerajinan perak. Hasil kerajinan perak ini tidak saja diminati masyarakat yang tinggal di sekitar Agam, namun juga oleh orang-orang Belanda yang berada di sana. Aneka jenis kerajinan perak berupa kalung, gelang, dan cincin saat itu banyak diminati wanita-wanita Belanda. Seiring berjalannya waktu, nama Koto Gadang Agam pun semakin dikenal sebagai pembuat kerajinan perak di Sumatera Barat. Bahkan sekitar tahun 1911, kerajinan perak desa ini sudah dikenal bangsa-bangsa di Eropa. Satu yang menjadi ciri khas kera...