Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu dan dibunyikan dengan cara digoyangkan. Alat musik ini berasal dari Tanah Sunda. Kata Angklung berasal dari Bahasa Sunda “angkleung-angkleungan” yaitu gerakan pemain Angklung dan suara “klung” yang dihasilkannya. Secara etimologis, Angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. Jadi Angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap. Setiap angklung akan menghasilkan nada yang berbeda, sehingga setiap penampilan membutuhkan lebih dari satu angklung. Sedikitnya delapan nada dihasilkan oleh angklung. Angklung telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia pada tahun 2010.
Angklung adalah alat musik tradisional Indonesia yang terbuat dari bambu dan dibunyikan dengan cara digoyangkan. Alat musik ini berasal dari Tanah Sunda. Kata Angklung berasal dari Bahasa Sunda “angkleung-angkleungan” yaitu gerakan pemain Angklung dan suara “klung” yang dihasilkannya. Secara etimologis, Angklung berasal dari kata “angka” yang berarti nada dan “lung” yang berarti pecah. Jadi Angklung merujuk nada yang pecah atau nada yang tidak lengkap. Setiap angklung akan menghasilkan nada yang berbeda, sehingga setiap penampilan membutuhkan lebih dari satu angklung. Sedikitnya delapan nada dihasilkan oleh angklung. Angklung telah diakui oleh UNESCO sebagai Warisan Budaya Takbenda dari Indonesia pada tahun 2010.
Ronggeng gunung adalah salah satu jenis kesenian tradisional yang terdapat di Kabupaten Ciamis tepatnya berasal dari Kecamatan Banjarsari. Dari namanya, ronggeng gunung menunjukkan kesenian dengan peran utamanya ronggeng atau penari perempuan. Kesenian tersebut muncul dan berkembang di wilayah pegunungan. Sebagai tarian rakyat, ronggeng gunung memilki daya tarik tersendiri bagi penontonnya. Meskipun kini berkembang sebagai kegiatan hiburan, keberadaannya masih pada posisi statis di antara perkembangan kesenian lain. Padahal, ronggeng gunung merupakan salah satu identitas budaya masyarakat Ciamis.
Lahirnya kesenian Sisingaan terkait erat dengan situasi sosial politik pada masa kolonial, yaitu ketika wilayah Subang dijajah dan diduduki oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda, dan selanjutnya ketika wilayah Subang menjadi daerah perkebunan yang dikuasai secara bergantian oleh para penguasa tuan tanah berbangsa Belanda dan Inggris. Kesenian sisingaan ini dipersepsikan oleh banyak kalangan sebagai suatu bentuk kesenian yang mengekspresikan perlawanan dan pemberontakan, serta rasa ketidakpuasan terhadap penguasa (tuan tanah dan pemerintah Hindia Belanda).
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
Pada masa awal penyebaran Islam, seni calung sering dipadu dengan lengger (le = thole = sebutan untuk anak laki-laki, dan ngger = angger = sebutan untuk anak perempuan). Seni calung digunakan sebagai alat untuk memanggil atau mengumpulkan anak-anak untuk diberikan pengetahuan baru yaitu tentang ajaran Islam. Seni calung berkembang di wilayah Banyumas. Wilayah Banyumas adalah wilayah budaya kulonan yang memiliki karakteristik cenderung apa adanya (blaka suta), lugu dan aksen ngapak. Ciri khas ini tercermin pada syair-syair lagu yang dipadu dengan irama musik calung serta senggakan-senggakan yang terkesan vulgar.
Bagi orang sunda, lesung dan alu bukan hanya sekadar media untuk menumbuk padi. Ternyata alu dan lesung juga dijadikan alat musik, mereka menyebutnya musik gondang. Konon, nenek moyang orang sunda bermain gondang untuk bersyukur atas panen padi yang berlimpah dan merupakan bagian dari upacara untuk menghormati Dewi Padi yaitu Nyi Pohaci Sanghyang Sri. Musik gondang ini menjadi doa agar ladang orang sunda tetap subur. Gondang juga dilakukan oleh wanita yang dianggap suci atau sudah tidak menstruasi lagi. Sekarang gondang dijadikan seni pertunjukan yang menggambarkan romansa percintaan orang desa, yaitu wanita yang memainkan alu dan lesung yang membentuk suara indah, lalu laki-laki desa mendekati para wanita dan menggodanya sehingga terjadilah nyanyian-nyanyian sunda yang di nyanyikan secara berpasangan namun ada satu orang laki-laki yang tidak mendapatkan pasangan. Biasanya gondang di pertunjukan di acara pesta pernikahan, khitanan, dan pesta-pesta lainnya.
Ternyata, pembuatan satu set angklung cukup lama bisa mencapai 1-6 tahun. Bambu yang digunakan pun bambu khusus bukan bambu sembarangan. Bambunya harus tumbuh di dataran tinggi yang berkapur. Bambunya harus ditebang pada musim kemarau dan ditebang minimal 2 jengkal dari atas tanah. Setelah dipotong bambu tidak boleh ditidurkan tapi harus diberdirikan sampai daunnya rontok sendiri.
Seren Taun adalah upacara panen padi yang dilaksanakan sebagai ungkapan rasa syukur atas keberhasilan dalam bidang pertanian selama setahun yang telah berlalu dan harapan untuk setahun yang akan datang. Lebih spesifik lagi, upacara seren taun merupakan acara penyerahan hasil bumi berupa padi yang dihasilkan dalam kurun waktu satu tahun untuk disimpan ke dalam lumbung . Ada dua lumbung ; yaitu lumbung utama(leuit indung) ; serta lumbung pangiring atau leuit leutik (lumbung kecil). Leuit indung digunakan sebagai sebagai tempat menyimpan padi ibu yang ditutupi kain putih dan pare bapak yang ditutupi kain hitam. Padi di kedua lumbung itu untuk dijadikan bibit atau benih pada musim tanam yang akan datang. Leuit pangiring menjadi tempat menyimpan padi yang tidak tertampung di leuit indung . Dalam Upacara Seren Taun inilah dituturkan kisah klasik pantun serta sastra sunda yang menceritakan te...