Raja Banjar tercenung dengan wajah murung di anjungan perahu kerajaan yang tengah berlayar. Matanya menatap ombak lautan dan burung camar yang beterbangan di kejauhan. Hatinya risau. Pekan lalu, nakhoda perahu dagang asal Hindustan bersama anak buahnya datang ke istana. Gugup dan terbata-bata, nakhoda keling itu melapor. Di perairan muara Kerajaan Banjar, tanpa sebab yang jelas, perahu yang dikemudikannya kandas. Itu adalah laporan yang sudah kesekian kalinya ia terima, baik yang langsung datang dari korban maupun yang dari laporan aparat kerajaan. Kejadian aneh itu juga sering didengarnya dari nelayan dan pelaut dari kerajaan lain. Dalam selimut kabut, sampan dan perahu mereka tiba-tiba kandas. Kejadian aneh itu biasanya malam hari. Saat diperiksa, di bawah sampan atau per...
Guriding atau jaws harp merupakan jenis alat musik lemolofon yang terbuat dari sejenis tumbuhan hutan yang dalam bahasa Dayaknya disebut Belang atau Pohon Jako atau juga bambu yang diambil pelepah yang telah tua kemudian dikeringkan. Setelah kering kemudian dipotong kira-kira sejengkal dan berlidah pada bagian tengahnya dengan ujung yang runcing dan berbunyi bila dipukul. Alat musik ini digunakan selain untuk hiburan juga dipercaya sebagai alat mengusir macan agar tidak mengganggu pada saat berada di ladang atau di tengah hutan. Berikut nama alat musik ini dalam beberapa bahasa Dayak: Dayak Ngaju : Ketong Banjar : Kuriding Dayak Kenayatn : Genggong Dayak Kenyah : Tung Dayak Lun Dayeh : Ruding Dayak Dusun : Turiding Dayak Kadazan : Bungkau Dayak Iranun : Tobung Kutai : Geridikng Untuk melestarikan ini komunitas Banjar akan melakukan pementasan “ Maalun Kuriding Menjemput Zaman” Galeri Indonesia Kaya...
Kaharingan adalah kepercayaan tradisional suku Dayak di Kalimantan Pemerintah Indonesia mewajibkan penduduk dan warganegara untuk menganut salah satu agama yang diakui oleh pemerintah Republik Indonesia. Oleh sebab itu, kepercayaan Kaharingan dan religi suku yang lainnya seperti Tollotang (Hindu Tollotang) pada suku Bugis, dimasukkan dalam kategori agama Hindu sejak 20 April 1980. Kaharingan ini pertama kali diperkenalkan oleh Tjilik Riwut tahun 1944, saat ia menjabat Residen Sampit yang berkedudukan di Banjarmasin. Tahun 1945, pendudukan Jepang mengajukan Kaharingan sebagai penyebutan agama Dayak. Sementara pada masa Orde Baru, para penganutnya berintegrasi dengan Hindu, menjadi Hindu Kaharingan. Pemilihan integrasi ke Hindu ini bukan karena kesamaan ritualnya. Tapi dikarenakan Hindu adalah agama tertua di Kalimantan. Sumber: https://infokamu12345.blogspot.com/2013/11/agama-agama-asli-indonesia.html
Warna makanan ini sangat indah, seindah makanan-makanan penutup di hotel bintang lima. Putri Selat adalah makanan khas Indonesia yang berasal dari daerah Sumatera. Kue basah ini memiliki warna hijau cerah yang berasal dari daun Pandan dan rasa manis serta gurih yang berasal dari perpaduan santan dan gula pasir. Seperti kue tradisional Indonesia lainnya yang terbuat dari tepung beras, Putri Selat memiliki tekstur kenyal, agak lengket, namun tetap sangat nikmat untuk disantap sebagai snack. Sumber: https://www.top10indo.com/2013/05/10-kue-tradisional-indonesia-terlezat.html
Sari Penganten (sumber: E-book Mahakarya 5000 Resep Makanan dan Minuman di Indonesia)
Batapung tawar adalah salah satu tradisi masyarakat Banjar, Kalimantan Selatan, yang sampai saat ini tetap dilestarikan. Apa itu batapung tawar? Batapung tawar bersal dari kata “tapung” (bahasa Indonesia: tepung) dan “tawar”. Kata “tapung” diambil dari bahan yang digunakan dalam tradisi batapung tawar, yakni tepung beras yang dicampur dengan air, sedangkan “tawar” diambil dari nama daun setawar. “Tawar” dalam bahasa Banjar bisa juga diartikan sebagai proses pengobatan. Contohnya dalam bahasa Banjar, “Sudah ditawari apa sakit gigitnya?” Maksudnya, “Sudah diobati apa sakit giginya?” Ternyata istilah “tepung tawar” ada di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lho. Alat dan bahan batapung tawar adalah air yang dicampur dengan minyak likat baboreh. Minyak ini punya wangi yang khas. Alat lainnya adalah potongan daun pisang, daun kelapa, atau daun pandan, yang gunanya untuk memercikkan air ke...
Malabuh merupakan tradisi Masyarakat Banjar yang percaya bahwa Datu, Kakek atau turunannya memiliki hubungan dengan makhluk gaib “Buaya Kuning, Buaya Putih atau Naga Laki dan Naga Bini” . Tradisi ini sangat sulit untuk kita temukan di Banjarmasin , saat berkeliling untuk dalam rangkaian menuju Festival Kolaborasi Nyawa Sungai Banjarmasin Masa Depan saya dan kawan kawan bertemu dengan sosok Ibu Mastiah yang sedang menyiapkan bahan atau sesaji untuk tradisi Melabuh dalam rangka persiapan upacara Mandi Mandi Hamil 7 Bulanan dan Malabuh Tahunan untuk Keluarga yang memiliki ikatan dengan makhluk gaib tersebut. Dalam Tradisi Malabuh ini sesaji di peruntukkan untuk makhluk gaib “Buaya Kuning” isi dari sesaji ini adalah Upung (Mayang Kandung dari Pohon Pinang) melambangkan Badan , Bogam (Rangkaian Bunga Melati Kenanga dan Mawar) yg melambangkan Telinga, Pisang Mahuli yang melambangkan gigi, Ketan Kuning dan Telur Ayam Kampung yang melambangkan Perut dan Pusar...
Meniti tali berbentuk pita atau slackline kini jadi tren. Tren dari luar negeri itu kini merambah ke Indonesia. Namun ternyata Suku Bajau lebih dulu melakukannya. Bahkan mereka melakukannya benar-benar di atas tali. Ini bahkan menjadi bagian dari pekerjaan mereka, yang mayoritas nelayan. Titi tali bahkan menjadi budaya, termasuk di masyarakat Bajau Kotabaru. Namun tak semua anggota masyarakat Bajau di pesisir selatan Kalimantan Selatan kini piawai melakukannya. Galib adalah salah satu dari beberapa warga Suku Bajau yang mahir meniti tali. Kendati usianya lebih dari setengah abad, dia masih mahir melakukan atraksi meniti tali yang diameternya tidak lebih dari 12 milimeter atau sebesar ibu jari. Atraksi titi tali sepanjang lima meter dipertontonkan Galib di area Siringlaut dalam rangka memeriahkan Hari Jadi ke-67 Kabupaten Kotabaru. Atraksi Galib membuat kagum masyarakat Kotabaru yang menyaksikannya. Iringan musik tradisional khas Suku Bajau membuat atraksi titi tali makin menarik...
Cara Membuat: Siangi udang, belang punggung dan buang kotoran berwarna hitam. Cuci bersih dan tiriskan. Cuci kulit dan kepala udang, sangrai atau tumis kulit udang dengan sedikit minyak sampai berubah warna. Tuangi 500 ml air, masak dengan api sedang selama 15 menit. Saring kaldu udang. Sisihkan. Haluskan bahan bumbu halus dengan cobek atau blender (jika perlu tambahkan sedikit minyak ke dalam blender untuk mempermudah proses penghancuran). Tumis bawang merah dan bawang putih iris sampai warnanya berubah transparan. Tambahkan bumbu halus dan daun jeruk purut, aduk-aduk hingga bumbu benar-benar matang dan berbau harum (kurang lebih 3 menit). Tambahkan kaldu udang, masak sampai kuah mendidih. Masukkan udang kupas dan air asam. Cicipi, tambahkan garam dan gula sesuai selera. Masak sampai udang berubah warna dan benar-benar matang. Sajikan panas. Sumber : http://www.lestariweb.com/Indonesia/UdangKuahAsam.php