Serat Lokapala (157-285). Silsilah dari Nabi Adam sampai Brawijaya IV. Diteruskan sejarah Lokapala, Ngalengka dengan Dasamuka. Akhirnya dewa wisnu menjelma pada Dasarata raja Ayodya. Melihat kalimat pertama tiap pupuh, maka teks naskah ini sama dengan edisi yang diuraikan pada Pretelan I:475-478, Pupuh 1-21, yaitu karangan R.Ng. Sindusastra, Surakarta atas prakarsa K.P.A. Purubaya. Tentang Serat Lokapala ini lihat keterangan korpusnya MSB/L32. Tahun penyalinan kedua teks ini tidak disebut sebut. Namun dengan melihat jenis kertasnya dapat diperkirakan naskah disalin sekitar permulaan abad ke-20. Tempat penyalinan tidak diketahui. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1656
Sastra roman siklus Panji menceritakan Raden Panji di Jenggala yang telah menganti nama menjadi Suryawisesa, mempunyai kegemaran mencari ikan dengan tuba ( sejenis tumbuhan yang dapat memabukkan ikan ). Suryawisesa berhasil mendapatkan ikan bermahkita yang ternyata adalah besannya. Cerita selanjutnya tentang ikan bermahkota yang kemudian mati setelah dibawa ke istana. Ringkasan lebih lengkap dapat dibaca pada keterangan bibliografis MSB/L330. Teks naskah ini sama dengan teks naskah tersebut, pupiuh 1-10, kemudian putus. Naskah dilengkapi dengan ringkasan yang dibuat pada jaman Panti Boedja oleh M. Sinoe Moendisoera, sebanyak 6 halaman tulisan tangan. Pupuh 1, pada tiap bait baru memuat sandiasma :” Rahadyan Panji Ranawarsita pun sutanira Rahadyan Hangabei Ranggawarsita, pujangga ing Surakarta”. Informasi yang sama diulangi dalam kolofon depan (h.1), yang menyatakan teks asli ditulis oleh R. Panji Ranawarsita atas perintah ayahnya R.Ng. Ranggawarsita pada tahun 1791,...
Teks membagahs tatacara pakaulan yang berlaku di kampung kampungdalam keraton Surakarta. Dilengkapi contoh dengan suatu cerita yang jelas. Naskah dilengkapi dengan ringkasan yang dibuat pada jaman Panti Boedja oleh R. Tanojo sebanyak 1 halam ketikan. Teks ini ditulis/digubah oleh Ki Hajar Panitra, Panumping, Surakarat, tahun 1853 (1922). Pemrakarasa penyalinan tidak disebutkan didalam teks, tetapi melihat kertas yang digunakan rupanya masih semasa dengan penulisnya. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1655
Menceritakan kehidupan sepasang burung kemladeyan, dari mencari makan, membuat sarang,sengsara, bertelur, mengerami telurnya, menetas, mencari bahan makanan untuk persediaan hidup kluwarganya pada masa yang akan datang, persahabatan yang akrab dengan burung yang lain, dsb. Cerita ini semula berbentuk lisan dan diceritakan oleh seorang “ juru gotek ing jaman kina “ yang bernama Kaki Asmarandanm. Cerita kemudian dibangun oleh Ki Hajar Panitra, diklaten tahun 1930. Naskah ini dibeli oleh Panti Boedja dari Raden Mas Mangunprawira, juga di Klaten Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1650
Kisah sejarah tertumpasnya pemberontakan Ki Ageng Mangir Wanabaya terhadap panembahan senopati di Mataram. Naskah ini telah dibuat transliterasi oleh Yacobus Mulyadi, BA, Pada september 1982 (MSB/S55a). Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1572#prettyPhoto
Lakon wayang madya disadur dalam bentuk tembang macapat, Ceritera Prabu Meru Supadma, raja dinegri para ditya, yang melamar Dyah Pramesti. Setelah ditolak, maka terjadi peperangan antara Merusupadma dari Ngima-imantaka dengan Kediri/Malang, Meru Supadma dikalahkan oleh Anging Darma dari Malwapati. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1622#prettyPhoto
Naskah ini berisi piwulang tentang kesulitan hidup seseorang karena 9 macam prilaku yang kesemuanya itu mulai dengan huruf “m”, yaitu : meneng, mantu, mangan, minum, madat, madon, main, maling dan mati. Naskah sejenis dengan teks ini ialah MSB/P205, yaitu serat Manising Min. Bandingkan juga serat Ma- Lima dari kraton Surakarta, SMP/KS-387 Naskah tidak dilengkapi dengan kolofon atau informasi tekstuil lain mengenai asalmulanya. Namun melihat kertas yang digunakan,maka dapat diperkirakan bahwa naskah disalin sekitar awal abad ke-20. Nama penyalin dan tepat tidak diketahui. Pada h.18 naskah terdapat catatan berbunyi “Mas Ngabei Dutapanukma, Gandekan Kiwa.” Barangkali Dutapanukma itu pernah memiliki naskah ini. Gandekan Kiwa adalah nama kampung di Surakarta. Pada halaman yang sama terdapat catatan lagi, ialah sebuah surat kepada ‘’Mas Lurah Jayamesa’’, menerangkan bahwa yang menulis surat (namanya tidak disebutkan) terpaksa p...
Buki ini melaporkan tentang R.T. Sastradiningrat, bupati carik dari Surakarta, yang memerintahkan kepada M.Ng. Jayapranata supaya mengadakan penelitian terhadap kali-kali yang kemungkinan dapat dibendung untuk pengairan sawan-ladang. Mulai h.68r sampai tamat ada beberapa catatan tambahan dari seseorang yang bernama Marsana, anak M. Jayataruna di timuran, Solo. Nama penyalin teks pokok ( h.1-67) tidak disebutkan,tetapi mungkin juga di Solo, pada awal abad ke-20. Menurut keterangan pada h. Xv, teks dikarang di Palur pada tahun 1838 (=1908). Pengarang bernama M.Ng. Jayapranata (yaitu sperti yang dijelaskan dalam jalan cerita teks sendiri), Yng menyusun laporan mengenai keadaan kali-kali di daerah Surakarta atas permintaan dari R.T. Sastradiningrat, abdidalem carik Kraton Surakarta. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1647
Wayang kulit Cina - Jawa atau yang lebih dikenal dengan sebutan Wayang Thithi mulai dikenal di Yogyakarta pada tahun 1925 hingga sekitar tahun 1967. Istilah thithi sendiri didapat dari suara alat musik yang terbuat dari kayu berlubang yang biasa mengiringi setiap pertunjukan wayang kulit China yang jika dipukul akan mengeluarkan suara thek…thek…thek.. Suatu bunyi yang terdengar di telinga orang Jawa sebagai thi… thi… thi… Untuk lakon sendiri, berbeda dengan wayang kulit Jawa yang selalu mengangkat lakon dari dua epos terkenal yakni Ramayana dan Mahabarata maka untuk wayang thithi ini lakon atau cerita yang dimainkan adalah mitos dan legenda negeri Tiongkok seperti San Pek Eng Tay, Sam Kok, Thig Jing Nga Ha Ping She, dan sebagainya. Dan karena wayang thithi merupakan sebuah kesenian budaya hasil akulturasi dari kebudayaan China dan Jawa maka tokoh-tokoh yang terdapat dalam lakon wayng thithi inipun perpaduan dari dua kebudayaan...