Alkisah, di sebuah daerah di Kabupaten Aceh Tenggara, hiduplah seorang janda bersama dengan seorang anak laki-lakinya yang bernama Si Kepar. Ayah dan ibu si Kepar bercerai sejak si Kepar masih berusia satu tahun, sehingga ia tidak mengenal sosok ayahnya. Sebagai anak yatim, Si Kepar sering diejek oleh teman-teman sepermainannya sebagai jazah (anak tak berayah). Oleh karena itu, Si Kepar ingin mengetahui siapa sebenarnya ayahnya. Pada suatu hari, Si Kepar pun menanyakan hal itu kepada ibunya. Pada awalnya, ibunya enggan menceritakan siapa dan di mana ayah Si Kepar. Namun, akhirnya diceritakan juga setelah Si Kepar mengancam akan bunuh diri jika tidak diceritakan. Setelah jelas siapa dan di mana ayahnya, Si Kepar pun berniat untuk menemui ayahnya di atas sebuah gunung yang sangat jauh. Setelah berpamitan pada ibunya, Si Kepar pun berangkat untuk menemui ayahnya dengan perbekalan secukupnya. Ia berjalan sendiri melawati hutan belantara, menyeberangi sungai dan mendaki gunung. A...
Pada zaman dahulu, tersebutlah seorang raja yang memimpin wilayah Aceh. Sang Raja memimpin negeri dengan adil dan bijaksana. Ia didampingi oleh permaisuri yang cantik jelita dan berhati mulia. Sang Raja dan Permaisuri hidup berbahagia. Apalagi Permaisuri sedang mengandung anak pertama mereka. Setelah sembilan bulan, sang Permaisuri melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan. Betapa bahagianya sang Raja. Calon penggantinya kelak telah lahir. Bayi tersebut kemudian dinamakan Banta Seudang. Belum genap satu bulan usia Banta, tiba-tiba sang Raja sakit. Badannya panas dan matanya menjadi buta. Cobaan itu amat menyedihkan sang Raja dan Permaisuri. Beberapa tabib telah dipanggil untuk mengobati sang Raja. Namun, semua usaha tabib tak membuahkan hasil. Sang Raja amat resah. Bila ia masih buta, tentu tidak leluasa memimpin rakyatnya, padahal putranya masih bayi. Ia khawatir rakyatnya akan telantar. Maka sang Raja menyerahkan tampuk kekuasaannya kepada adiknya sampai Banta dewasa....
Pada zaman dahulu kala, di sebuah negeri di Aceh, hidup dua orang kakak-beradik yang bernama Beungong Meulu dan Beungong Peukeun. Kedua orangtua mereka telah meninggal dunia. Tiap hari Beungong Peukeun mencari udang di danau. Suatu hari Beungong Peukun tidak mendapat seekor udang pun. Saat hendak pulang, dia melihat sebuah benda yang menarik hatinya. Ternyata benda itu sebutir telur. Sesampainya di rumah, direbusnya telur tadi dan dimakannya. Sungguh aneh, keesokan harinya Beungong Peukeun merasa sangat haus. Bukan hanya itu, tubuhnya pun semakin panjang dan bersisik. Akhirnya, suatu pagi saat bangun dari tidurnya Beungong Peukun telah berubah menjadi seekor naga. “Mengapa Kakak memakan telur itu? Kini kau menjadi seekor naga,” kata Beungong Meulu dengan terisak menyesali perbuatan kakaknya. Keesokan harinya Beungong Peukeun mengajak adiknya meninggalkan gubuk mereka. Sebelum berangkat, Beungong Peukeun menyuruh adiknya memetik tiga kuntum bunga di belakang gubuk m...
Konon, pada zaman dahulu di negeri Semeulue, tersebutlah seorang raja yang kaya-raya. Raja itu sangat disenangi oleh rakyatnya, karena kedermawanannya. Namun, ia tidak memiliki anak setelah sepuluh tahun menikah dengan permaisurinya. Oleh karena sudah tidak tahan lagi ingin punya keturunan, Raja itu pun pergi bersama permaisurinya ke hulu sungai yang airnya sangat dingin untuk berlimau dan bernazar, agar dikaruniai seorang anak yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan. Tempat yang akan dituju itu berada sangat jauh dari keramaian. Untuk menuju ke sana, mereka harus menyusuri hutan belantara, menyeberangi sungai-sungai, serta mendaki dan menuruni gunung. Mereka pun berangkat dengan membawa bekal secukupnya. Setiba kedua suami-istri di sana, mereka mulai melaksanakan maksud dari kedatangan mereka. Setelah sehari-semalam berlimau dan bernazar, mereka pun kembali ke istana. Setelah menunggu berhari-hari dan berminggu-minggu, akhirnya doa mereka terkabul. Permaisuri diketahui tela...
Alkisah, di Negeri Alas, Nanggroe Aceh Darussalam, ada sebuah kerajaan yang diperintah oleh seorang raja yang arif dan bijaksana. Seluruh rakyatnya selalu patuh dan setia kepadanya. Negeri Alas pun senantiasa aman dan damai. Namun satu hal yang membuat sang Raja selalu bersedih, karena belum dikaruniai seorang anak. Sang Raja ingin sekali seperti adiknya yang sudah memiliki seorang anak. Pada suatu hari, sang Raja duduk termenung seorang diri di serambi istana. Tanpa disadarinya, tiba-tiba permaisurinya telah duduk di sampingnya. “Apa yang sedang Kanda pikirkan?” tanya permaisuri pelan. “Dindaku tercinta! Kita sudah tua, tapi sampai saat ini kita belum mempunyai seorang putra yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan ini,” ungkap sang Raja. “Dinda mengerti perasaan Kanda. Dinda juga sangat merindukan seorang buah hati belaian jiwa. Kita telah mendatangkan tabib dari berbagai negeri dan mencoba segala macam obat, namun belum juga membuahkan h...
Alkisah, di sebuah kampung di daerah Nanggroe Aceh Darussalam, ada sepasang suami-istri yang mempunyai tujuh orang anak laki-laki yang masih kecil. Anak yang paling tua berumur sepuluh tahun, sedangkan yang paling bungsu berumur dua tahun. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, sepasang suami-istri itu menanam sayur-sayuran untuk dimakan sehari-hari dan sisanya dijual ke pasar. Meskipun serba pas-pasan, kehidupan mereka senantiasa rukun, damai, dan tenteram. Pada suatu waktu, kampung mereka dilanda musim kemarau yang berkepanjangan. Semua tumbuhan mati karena kekeringan. Penduduk kampung pun mulai kekurangan makanan. Persediaan makanan mereka semakin hari semakin menipis, sementara musim kemarau tak kunjung usai. Akhirnya, seluruh penduduk kampung menderita kelaparan, termasuk keluarga sepasang suami-istri bersama tujuh orang anaknya itu. Melihat keadaan tersebut, sepasang suami-istri tersebut menjadi panik. Tanaman sayuran yang selama ini menjadi sumber penghidupan mereka t...
Rumah adat Aceh dinamakan Rumoh Aceh. Rumah adat Aceh dibuat dari kayu meranti dan berbentuk panggung. Mempunyai 3 serambi yaitu Seuramoe Keu (serambi depan), Seuramoe Inong (serambi tengah) dan Seuramoe Likot (serambi belakang). Selain itu ada pula rumah adat berupa lumbung padi yang dinamakan Krong Pade atau Berandang
Asal usul tari likok pulo Asal usul tari likok pulo diciptakan oleh seorang Ulama tua berasal dari Arab tarian ini lahir sekitar tahun 1849, yang hanyut di laut dan terdampar di Pulo Aceh atau sering juga disebut Pulau (beras). Diadakan sesudah menanam padi atau sesudah, biasanya pertunjukan dilangsungkan pada malam hari bahkan jika tarian dipertandingkan berjalan semalam suntuk sampai pagi. Tarian dimainkan dengan posisi duduk bersimpuh, berbanjar bahu membahu. Asal usul tari likok pulo dari arti nya. Likok artinya gerak tari sedang Pulo artinya Pulau, sesuai dengan nama tariannya yang berasal dari Pulo Aceh (Pulau Aceh) yaitu sebuah pulau kecil yang terletak di ujung sebelah Utara Pulau Sumatera yang dinamakan juga pulau Breuh atau Pulau Beras. Likok Pulo dimainkan dalam posisi duduk bersimpuh, berbanjar bahu-membahu. Asal usul tari likok pulo dan cara menarikan nya Asal usul tari likok pulo di kisahkan seo...
Aceh telah mewariskan pusaka khazanah berharga berupa naskah-naskah tulisan tangan (manuscripts) sejak beberapa abad yang lalu, negeri Serambi Mekkah bagi para ilmuwan filolog dikenal juga sebagai "Lumbung Naskah" tersimpan puluhan, atau bahkan ratusan ribu naskah dipastikan terdapat di nanggroe Rencong, yang sebagiannya kini sulit terjamah di negerinya sendiri, sedangkan sebagian lainnya tersimpan di sejumlah perpustakaan di luar Aceh, seperti Perpustakaan Nasional RI di Jakarta, Perpustakaan Universitas Leiden dan Universiteitsbibliotheek di Belanda, Perpustakaan Negara Malaysia (PNM) di Kuala Lumpur. Â Banyaknya karya ulama-ulama Aceh terkemuka terutama pada abad ke-16 sampai abad ke-18 seperti Hamzah Fansuri, Syamsuddin as-Sumatra'i, Nuruddin al-Raniri, Abdurauf ibn Ali al-Jawi al-Fansuri, Fakih Jalaludin, Teungku Khatib Langgien, Muhammad Zein, Abbas Kuta Karang, Teungku Chik di Leupe (Daud Rumi), Jalaluddin Tursany, Jamaluddin ibn Kamaluddin, Zainuddin,...