Permainan lojo ini menggunakan alat yang terbuat dari tempurung kelapa yang dilubangi. Permainan lojo ini biasa dimainkan oleh anak laki-laki. Dan untuk perempuan biasa disebut dengan pebudo. Sumber: https://www.jatikom.com/2018/11/34-provinsi-permainan-tradisional.html#ixzz5XxRPpFjK
Kaghati dari Sulawesi Tenggara ( https://lppks.org ) Sewaktu kita kecil mungkin pernah bermain dengan layang-layang baik di pekarangan rumah, di pematang sawah, dan lain sebagainya. Layang-layang pertama di Indonesia itu bernama Kaghati, sebuah layang-layang khas suku Raha, Pulau Muna, Sulawesi Tenggara. Hal itu dibuktikan dengan adanya lukisan tangan manusia di dalam sebuah gua. Kaghati di Gua Ceruk Sugi, Desa Liang Kobori Lukisan tersebut berada di Gua Ceruk Sugi Patani, Desa Liang Kobori, Kecamatan Lohia, Kabupaten Muna, Propinsi Sulawesi Tenggara, lukisan itu menggambarkan seseorang yang sedang bermain layang-layang. Lukisan dalam gua itu terbuat dari oker. Itu merupakan campuran antara tanah liat dengan getah pohon. Permainan layang-layang (Kaghati) oleh nenek moyang masyarakat Muna telah dilakukan sejak 4 ribu tahun lalu. Hal ini berdasarkan penelitian Wolfgong Bick tahun 1997 di Muna....
Kenangan masa kanak kanak, sering kali membuat kita terasa ingin mengulang kembali saat saat indah penuh keceriaan bermain bersama teman teman waktu kecil dulu, dunia anak anak dunia penuh ekspresi, persahabatan dan hanya keceriaan tanpabatas batas golongan atau kelas strata sosial. Begitulah kami dulu anak anak dari kota kecil di Kendari yang menikmati dunia kanak kanak kami dengan permainan permainan “tradisional”, maklum permainan yang berbau teknologi seperti game on line atau Play Station sekarang ini di jaman kami dulu itu belum ada, kalaupun ada jenis jenis permainan yang “berteknologi” namun itu hanya terbatas pada teman teman anak orang mampu saja namun secara umum kami semua dan termasuk anak orang mampu lebih menikmati permainan tradisional seperti main enggo lari atau enggo sembunyi, main asin (gobak sodor), main cele (main benteng), main tar tar pakai sodokoro (senjata bambu dengan peluru bunga jambu air atau kertas yang dibasahi) main...
Pomafu adalah jenis permainan tradisional anak-anak di kabupaten Muna pada masa lalu. Istilah ini berasal dari bahasa Muna yang terdiri dari perkataan Po dan mafu. Mafu adalah nama jenis ubi yang dapat dimakan isi atau buahnya. Batangnya biasanya melilit pada pohon atau tiang yang sengaja dipanjangkan oleh orang yang menanamnya. Seperti duri yang menjaga ketat pohon yang dililitnya. Awalan po pada kata pomafu, menyatakan pekerjaan berbalasan atau berkompetisi dalam hal menjaga ketat tiang yang dipanjangkan di tengah garis lingkaran pertahanan. Dalam setiap kelompok pemain berjumlah antara 3 sampai 5 orang. Peralatan yang digunakan adalah sebatang tongkat dari kayu atau bambu yang panjangnya antara 1 sampai 1,5 meter. Sayangnya, pada masa sekarang permainan ini sudah tidak dilaksanakan lagi.
Permainan Pokibo lahir ditengah kehidupan para nelayan yang setiap harinya mengadu hidup ditengah laut. Pokibo dalam bahasa Buton berarti permainan telungkup-telungkupan. Waktu pelaksanaannya tidak terikat oleh waktu. Pesertanya 4-6 orang anak Alat permainan terdiri beberapa kulit kerang laut. Lapangan permainan di halaman rumah atau dilapangan terbuka. Proses permainan masing-masing pemain meletakan kulit kerang mereka diatas kepalan atau genggaman tangan mereka kemudian didempetkan satu sama lain. Mereka bersiap-siap secara serentak, apabila kulit kerangnya menengadah keatas maka dia dianggap sebagai pihak yang kalah. Menurut Djohan Mekuo bahwa sejak beberapa abad yang lalu permainan ini telah dikenal oleh sebagian masyarakat di daerah Buton. Diperkirakan permainan ini berasal dari Desa Melai kecamatan Polia. Kemudian menyebar keseluruh wilayah kabupaten Buton. Permainan ini lahir ditengah kehidupan para nelayan yang setiapharinya mengadu hidup ditengah laut.
Permainan Posangkaulele biasa dilakukan oleh anak-anak petani atau nelayan di Kabupaten Muna. Pongsakaulele adalah nama suatu permainan anak-anak yang dalam penampilannya mereka saling menepuk lawan dengan tangan, sambil melarikan diri lewat suatu batas daerah tertentu. Dulu pada tahun 1970-an permainan ini masih ramai dilakukan oelh anak-anak di Kabupaten Muna, namun sayang seiring berkembangnya jaman permainan ini sudah tidak dimainkan lagi.
Permainan Posede-sede Bhadu berasal dari bahasa Muna, yang terdiri dari awalan po, kata berulang sede-sede, dan kata dasar bhadhu. Sede berarti meloncat-loncat dengan satu kaki diatas kolom garis yang telah ditentukan. Bhadhu berarti baju karena gambar atau kolom yang dibuat tempat meloncat berbentuk baju, sedangkan awalan po, dalam bahasa daerah Muna mengandung pengertian melakukan suatu pekerjaan yang berbalasan. Dalam permainan, istilah posede-sede bhadhu diartikan sebagai suatu permainan meloncat-loncat satu kaki diatas lapangan yang berbentuk baju. Permainan dilakukan dengan cara berkompetisi antara pemain yang satu dengan pemain yang lain. Jumlah pemainnya tidak terlalu banyak terdiri dari 2-3 orang pemain.
Posoy adalah nama salah satu permainan anak di daerah Kabupaten Muna. Istilah ini berasal dari bahasa daerah Muna yang terdiri dari dua suku kata yaitu: Po sebagai suatu awalan yang mengandung arti sebagai suatu pekerjaan yang berbalasan atau berkompetisi dalam suatu permainan. Soy berarti anyaman/sirat dan berarti pula sulit atau sukar. Jadi istilah Posoy mengandung pengertian suatu permainan/perlombaan membentuk anyaman yang sulit untuk dibuka lawan. Seorang anak yang akan memasuki masa kedewasaannya, harus sudah memiliki keterampilan mengayam. Mereka diajar oleh orang tua mereka sebagai suatu pewarisan pengetahuan leluhur kepada generasi keturunannya. Permainan posoy dahulunya hanya dimainkan pada waktu ada kematian, dan ini menandakan bahwa permainan ini sudah lama berkembang sebab tradisi memperingati malam-malam pertama sampai malam ketujuh kematian dari salah seorang keluarga mereka telah ada jauh sebelum masuknya agama Islam di daerah itu Peserta: berusia 9 - 15 tahun. Namu...
Permainan Tadi-tadi diperkiran muncul sekitar abad ke-16 di kampong Lembo Benua kecamatan Lasolo sekarang Kabuaten Konawe Utara. Menurut sumber bahwa permainan tadi-tadi ini telah ada sebelum orang mengenal permainan memanu dan Mousu di Kabupaten kendari dan Kolaka. Permainan Tadi-tadi merupakan pengulangan dari perkataan tadi, yaitu suatu istilah dalam bahasa daerah Tolaki, yang berarti taji yaitu suatu alat yang diruncing dari bambu. Bentuknya seperti mata pena. Memainkan permainan ini disebut Metadi-tadi (bertaji-tajian). Permainan ini dimainkan oleh anak-anak di pedesaan masyarakat petani yang sedang menjaga adik atau menjaga padi yang sedang dijemur. Peserta permainan 2 orang, boleh saja kelompoknya ditambah. Usia pemainnya rata-rata sekitar 7-13 tahun. Jenis kelamin pesertanya baik laki-laki maupun perempuan. Biasanya permainan ini ramai dipentaskan pada saat tiba panen hasil dipadi diladang.Dalam beradu menggunakan terung yang dipasangkan taji, kemudian diputar, sambil berputar...