Begasingan adalah sebuah permianan yang bertumpu pada satu titik poros yang seimbang saat di mainkan. Begasingan memiliki dua suku kata yaitu gang dan sing , yang artinya gang adalah lokasi sedangkan sing adalah suara ( source:interview masyarakat setempat ) . Permainan tradisional ini tersebar hampir diseluruh wilayah Indonesia, bedanya setiap daerah memiliki istilah dan bentuk yang berbeda beda, di Jawa Barat masyarakat setempat menyebutnya gangsing atau panggal, apiong sebutan lain gasing bagi masyarakat maluku, begasingan adalah sebutan bagi masyarakat Nusa Tenggara Barat dan masih banyak penyebutan istilah pada permainan ini. Di Lombok, Nusa Tenggara Barat, permianan tradisional ini menjadi permainan wajib saat di bulan ramadhan, terutama saat menantikan waktu berbuka puasa. Biasanya begasingan dimainkan oleh semua kelompok umur dengan jumlah pemain lebih dari satu orang. Ukuran dan Bentuk Begasingan khas dari Lombok Nusa Tenggara Barat ini ber...
Lelejang adalah satu permainan tradisional yang terbuat dari dua batang bambu dengan ukuran tinggi 1 hingga 2 meter. Permainan ini masih bertahan sampai sekarang di Lombok, Nusa Tenggara Barat, terutama saat menjelang berbuka puasa. Meski di berbagai daerah di kenal dengan nama yang berbeda beda, seperti egrang di hampir seluruh pulau Jawa, tengkak tengkak di Sumatera Barat, dan masih banyak istilah yang disematkan pada permainan tradisional ini. Permainan legendaris ini sangat membutuhkan keseimbangan tumbuh dan kosentrasi, biasanya dimainkan secara lawan dua hingga empat orang. Siapa yang paling cepat sampai di garis finish tandanya dialah sebagai pemenangnya. Permianan Lelejang ini tidak membutuhkan tempat khusus, dapat dimainkan dimana saja, asalkan diatas tanah. Unsur budaya yang terkandung dalam permainan lelejang ini adalah, kerja keras, ketangguhan, dan sportivitas. (source dari liputan dan interview pribadi saat di NTB)
ukuran kayu yang digunakan ada yang panjang ada ada yang kecil yang disebut anak kayu, atau bisa disebut main kayu. Ada tiga tehnik yang dipakai dalam permainan ini; disungkit, dipantok , dan dikandik . Tiga tehnik ini dimainkan oleh yang punya giliran, sedang yang lainnya harus menjaga. Ada point yang didapatkan dalam permainan ini. O ya, saat disungkit , penjaga harus bergegas menangkap dan melempar ke arah ibu kayu, dan berusaha dikenai. Jika dikenai, maka permainan akan disetop dan digantikan oleh yang jaga. Dan... apalagi, ya? Yang sudah main ini pasti sudah paham. sumber : budaya.kampung-media.com/2018/03/06/sudah-pupuskah-permainan-tradisional-lombok-23220
Permainan tradisional khas Lombok ini menggunakan tim. Tim yang kalah harus menggendong yang menang. Ini dilakukan dua arah. Yang menang akan melmpar kain yang sudah dililit sedemikian rupa. Saat dilempar, yang lain harus menangkapnya. Saat sudah tertangkap, maka perpindahan tempat akan terjadi, dan tentunya yang main masih digendong. Dan itu terus menerus. Jika, kain tidak bisa ditangkap, maka pergantian permainan terjadi.
Beldokan adalah sebuah alat permainan tradisional yang terbuat dari batang bambu kering yang dipotong kedua ujungnya untuk dimaksudkan membuat lubang ditengahnya dan memiliki kayu khusus untuk mendorong peluru yang kegunaannya untuk bermain perang perangan bagi anak anak kecil di lombok yang pelurunya bisa menggunakan kertas yang dibasahi air atau dari bunga jambu air yang jika terkena badan anda makan akan sakit dan pedas.
Cipuci-puci adalah permainan anak-anak yang berumur 5-11 tahun. Permainan ini dilakukan minimal tiga orang yang salah satunya akan diundi untuk memimpin jalannya permainan. Peserta mengulurkan tangan kedepan kemudian pemimpin memulai ketempat dimulainya permainan dan anggota kelompok yang lain tidak tertangkap permainan berakhir atau siloa’. Demikian sebaliknya apabila ada salah seorang anggota yang tertangkap maka kelompok yang dijaga mengganti kelompok yang permainan dengan menunjuk tangan peserta sambil menyanyikan cipuci-puci enjang-enjang bidaderi, njelele-njelepong kamu minta kembang apa( jika kata apa jatuh ditangan salah seorang anak maka anak itu harus meminta atau menyebutkan nama salah satu bunga, misalnya melati) maka pemimpin menjawab dan melanjutkan kata-kata melati tersebut menjadi selama-lama lakinya pulang sudah mati.
Permainan ini biasa dilakukan oleh lima orang anak yang diawali dengan ompimpang (salah satu cara mengundi). Yang kalah harus telungkup sambil menutup mata ditanah. Sedangkan yang menang akan memimpin permainan. Dengan membawa kerikil pemimpin memulai permainan dengan jalan menepuk-nepuk tangan peserta lainnya yang berada diatas punggung yang kalah sambil menyanyikan jumpring cet-ecet ketibu dondong, aji pira teloq sopoqÂ, begitu kalimat ini diselesaikan batu yng tadi dipegang diletakkan dalam genggaman salah seorang peserta, kemudian semuanya mengucapkan aleem-aleem secara berulag-ulang.
Keduk Keke adalah salah satu permainan anak-anak yang dilakukan pada siang hari. Permainan dilakukan dengan cara satu lawan satu. Peserta minimal dua orang, maksimal 4 orang. Lidi/kayu kecil ditancapkan pada gundukan tanah atau pasir yang berda ditengan-tengah pemain. Dengan menggunakan alat bantu berupa kayu atau lidi ataupun dengan jari tangan sendiri setiap pemain mengeruk tumpukan tersebut sambil menyanyikan “keduk keke lendang bajo, sai ngepe ie kadoa’. Apabila salah seorang pemain menjatuhkan lidi/kayu maka dia dianggap kalah.
Dalam Bahasa Indonesia Mpa’a Kawongga dikenal dengan nama “Main Gasing” (Kawongga = Gasing). Bentuk dan ukuran Kawongga dengan gasing dari daerah lain agak berbeda. Dibuat dari kayu yang keras dan kuat. Tidak mudah retak dan pecah. Dibagian kepalanya tidak dipasang paku atau kawat seperti gasing yang banyak beredar sekarang.Mpa’a Kawongga bisa dimainkan secara perorangan atau beregu. Dimainkan oleh anak-anak laki-laki umur 9 tahun sampai usia remaja. Menurut perannya, pemain Kawongga dapat dibagi dua kelompok, yang pertama disebut “Ma boe” (yang memukul) Kawongga lawan. Kelompok kedua berfungsi sebagai “Ma Te’e” (yang memasang) Kawongganya untuk dipukul atau lebih tepat dilempar oleh regu pemukul dengan menggunakan Kawongga pula. Ompu Sedo, salah seorang warga Sadia yang ditemui Sarangge pertengahan Maret 2013 menuturkan, Kawongga harus di Te’e (dipasang) dalam keadaan “Kabiri” (berputar) dengan p...