Di dalam acara adat perkawinan Kutai, ada salah satu prosesi yang yang di sebut dengan acara Bealis Pengantin. Dalam upacara bealis, pengantin adat Kutai yaitu Baju Sakai. Baju Sakai mempunyai keunikan dan keanggunannya tersendiri, khususnya untuk busana yang di kenakan oleh perempuannya. Dengan model desain kebaya lengan panjang dan pada bagian bawahannya memakai Tapeh Badong, ciri khas batik Celup Kutai, memakai kalung tiga susun dan memakai kembang goyang tiga cabang, di atas sanggul yang bernama Tapak Langit yang dililit bunga melati dan juga memakai Tajok mawar. Untuk menyeimbangkan dalam perkembangannya, maka di buatlah busana Sakai laki - laki juga, yang mana dulunya hanya ada busana Sakai untuk perempuan saja.
Baju Cina adalah baju yang di pakai sehari - hari di kalangan orang biasa maupun di kalangan Bangsawan Kutai Kartanegara pada waktu dulu. Baju Cina berfungsi sebagai baju dalam kegiatan adat biasanya di pakai pada waktu menghadiri Upacara adat mandi - mandi atau ngulur naga pada waktu Erau. Baju Cina ini terlihat sederhana sekali tanpa aksesoris, tetapi memiliki keunikan tersendiri dengan lengan baju yang turun kebawah persis baju - baju yang di pakai di kalangan orang Cina. Sedangkan untuk perempuannya memakai sanggul Kutai dan Tajok berupa bunga mawar, serta bawahan memakai ampik caul, dan untuk lelaki memakai hiasan kepala menyerupai topi yang terbuat dari sehelai kain yang di namakan sesapu, untuk bawahannya memakai celana panjang terbuat dari kain batik dan tajong yang di lingkarkan di pinggang yang di sebut singkik.
Baju Kampret biasanya dipakai orang Sunda tempo dulu. Selama in yang terlihat mengenakan baju ini adalah para penduduk "Pancer pangawinan" atau kampung adat, di antaranya di Kampung Urug, Bogor, meski yang memakai hanya sesepuhnya. Sementara di Kampung Kanekes, Banten, hampir seluruh penduduknya menggunakan pakaian ini. Diyakini mereka inilah yang masih menjaga dengan kuat adat tradisi para leluhurnya mulai dari pakaian, tata cara kehidupan sehari-hari maupun agamanya. Menurut para sejarawan, sebagai penerus Kerajaan Pajajaran, mengenakan pakaian kampret berwarna hitam khusus bagi Baduy luar, dan baju warna putih untuk Baduy dalam. Asal muasal nama kampret diberikan kepada pakaian tradisional masyarakat Sunda tersebut karena baju tersebut memiliki warna hitam, di mana kampret itu berarti kalong atau hitam. sumber: informasi-bogor.com beritasatu.com
Bagajah Gamuling Baular Lulut , yaitu suatu jenis busana pengantin klasik yang berkembang sejak zaman kerajaan Hindu yang ada di Kalimantan Selatan. Pengantin wanita hanya memakai kemben yang disebut udat .
Pakaian adat pengantin Kota Pangkalpinang untuk perempuan adalah baju kurung merah yang biasanya terbuat dari bahan sutra atau beludru yang jaman dulu disebut baju Seting dan kain yang dipakai adalah kain bersusur atau kain lasem atau disebut juga kain cual yang merupakan kain tenun asli dari Mentok. Pada kepalanya memakai mahkota yang dinamakan "Paksian". Bagi mempelai laki-laki memakai "Sorban" atau disebut "Sungkon". Kain cual merupakan kain adat Belitung, menyerupai songket dengan motif yang khas. Bahan pakaiannya buasanya terbuat dari sutra ataupun bahan beludru, yang pada masa lampau sering disebut dengan kain Seting .
Pakaian (bagian atas) untuk pengantin pria di Kerek, Jawa Timur, disebut juga "Kelambi Rasukan"
Celana yang biasa dikenakan oleh pengantin tradisional di Kerek, Tuban. DIsebut juga sebagai Celana Gringsing.
Kain sarung yang biasa dikenakan perempuan di desa Kerek, Tuban. Menggunakan tenunan sutra.
Pakaian Tradisional Kepala Desa di Kerek, Tuban, Jawa Timur.