Kisah sejarah ( tercampur dongeng) tentang kerajaan Mataram di bawah pemerintahan Panembahan Seda Ing Krapyak dan Sultan Agung. Untuk keterangan lebih lanjut tentang isi dan perbandingannya dengan naskah naskah yang laen, lihat keterangan bibliografis MSB/59. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1690
Buku ini memuat dua ceritera, ialah Serat Hendramurti serta Serat Yudangkara. Teks pertama (h. 1-40) menceritakan Raja Hengseputra dari negri Maksendabumi pergi ke hutan untuk berburu hewan. Ia bertemu dengan seekor naga. Naga dipanah oleh Hangseputra, tidak mati tetapi berubah menjadi seoarang, bernama Hengganawati, anak dari Pandita Bepatma dari gunung Sunyayuri. Hengganawati terbang melarikan diri, dikejar oleh Hengseputra. Di dukuh Bangunlaya tingal seorang janda, Dresawati, dengan anaknya, Hendramurti. Hendramurti mendapat wangsit dari Dewa untuk pergi ke Suryaruri. Di Suryaruri ia bertemu dengan Prabu Hagniputra yang sedang mengejar ngejar Hangganawati. Terjadilah peperangan antara Hendramurti dan Prabu Hangniputra, yang dimenangkan oleh Hendramurti dan Prabu Hangniputra mati. Cerita ditutup dengan perkawinan antara Hendramurti dan Hangganawati. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1686
Cerita alegori yang mengambarkan keadaan kraton Yogyakarta pada paro kedua abad ke -18. Teks pada naskah ini rupanya seredaksi dengan teks YKM/ W18a-b. Buku pusaka K.K. Suryarajayang disimpan di Prabayeksa, Kraton Yogyakarta, juga memuat redaksi yang sama. Naskah lain dengan judul Suryaraja, tetapi belum dapat dibandingkan dengan teks-teks ini terdapat di Museum Nasional, ialah BG 164. Ricklefs-lah yang menyelidiki Serat Suryaraja ini paling tuntas. Menurut kajiannya, pengarang teks ini adalah HB II, pada tahun 1774, yaitu pada masih Putra Mahkota (Pangeran Pali) di bawah sang ayah Sri Sultan yang pertama. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1685
Kitab Takbir ini berisi kutipan Hadist ditujukan untuk uraian tentang masalah-masalah fiqih. Naskah ini rupanya beredar dikalangan pesantren. Teksnya dalam bahasa Arab semua, kemudian sebagian dilengkapi ddengan terjemahan kata per kata dalam bahasa jawa, tulisan pegon. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1677
Teks menceritakan riwayat hidup Nabi Muhammad diselinigi ajaran- ajarannya.Bersama naskah ini juga terdapat dua pucuk surat dari MN VII kepada H. Kreamer, ditektur Panti Boedja yang menerangkan bahwa naskah diperoleh dari R.Dirjawardana, penghuni kota Wanagiri. Dirjawardaya sendiri membeli naskah beberapa tahun sebelumnya dari seorang Tiong Hoa dari Kediri. Keterangan lagi dari penulisan teks maupun penyalinan teks tidak ada. Namun melihat gaya tulisannya, naskah rupanya disalin di daerah Jawa Timur atau bahkan Madura, serta kerta menunjukkan usia yang cukup tua, sehingga dapat diperkirakan naskah disalin sekitar tahun 1850-an atau sebelumnya.
Sstra roman mengenai Seh Melaya, seorang “santri lelena” yang bertahun tahun mengembara dari tempat ketempat lain mencari ilmu dari para pandhita dan ulama sampai akhirnya bertemu dengan Nabi Kilir dari dasar laut dan disanalah diberi ajarannya Dewa Ruci kepada Werkudara. Kemudian ia bertemu juga dengan sunan Bonang. Menerima wejangan, pergi ke Mekah secaara ajaib, dan kembali duntuk membangun Masjid Demak, yaitu dengan berganti nama menjadi Sunan Kalijaga. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1670
Naskah ini berisi piwulang untuk para putri dalam menempuh hidup berumahtangga. Diberikan contoh waktu Kanjeng Nabi Muhammad memberikan nasehat kepada putrinya bernama Siti Fatimah. Teks ini merupakan hasil alihaksara dari koleksi Museum Sonobudoyo, nomor MSB/P70. Alih aksara dibuat oleh Yacobus Mulyadi, BA, tahun 1983, dibawah naungan proyek pembangunan Permuseuman Daerah Istimewa Yogyakarta. Sumber: http://navigasi-budaya.jogjaprov.go.id/heritage/naskah-kuno/1664
Berisi bermacam macam catatan tentang keris, meliputi : 1. Daftar nama keris menurut abjad jawa, dengan penjelasan jumlah luknya, dan beberapa disertai ricikannya (h.1-9) 2. Dftar nama keris menurut jumlah luknya, sampai luk 13 (h.9-18) 3. Nama pamor yang terdapat pada keris dan watak serta asalnya (h. 18-23) Diambil dari Serat Primbon Tarekat, Karangan Kyai Kasan Abutara dari Sembuyan pada tahun 1799 AJ (=1870 AD). 4. Nama pamor dengan wataknya yang terdapat pada keris (h. 24-25), Karangan Mangunprawira dari Surakarta pada tahun 1796 AJ (=1768 AD). 5. Makna dan arti racikan keris, menurut tafsiran Empu Supa Mandrengi (h. 25-28), dilanjutkan dengan penjelasan tentang makna dan arti dari perabot keris seperti warangka, pendhok, dll. Begitu juga makna keselu...
Seh Mardan (Serat Endraraja) (1-157). Menurut sinopsis Tanojo, teks ini “anyariosaken lelampahipun raja putro ing negri Darulkastana, anama Sekh Mardam inggih Sekh Endrajaja, wiwit maguru ngelmi kikmat,tuwin ngangenipun lelena ajajah purung, ngantos saged dhaup kaliyan para putrinipun Nata ing pundi-piundi nagari. Dalah piwulang lan pamejengenipun Sekh Endrajaya dhateng para garwa inggih kawrat ing dalem cariyos puniko.” Teks naskah ini seredaksi dengan edisi cetak (semarang ; van Dorp 1868, 1873), genap 23 pupuh, bahkan persis sama, sehingga kemungkinan naskah ini turunan dari edisi cetak. Uraian ceritanya serta daftar pupuh dapat dibaca pada Pretelan I:161-164. Menurut kolofon (h.1),teks ini digubah oleh R. Panji Astranegara, di Kudus, bulan Mei 1866. Bandingkan dengan naskah MSB/L320. Naskah lain dengan judul Serat Endrajaya juga ada, ialah Lor 2296, tetapi teks itu merupakan versi yang berbeda dengan MSB/L319. Redaksi Lor 2296 itu lebih panjang dengan jumla...