Bataha Santiago adalah Raja ke - 3 Kerajaan Manganitu. Makam Raja Santiago Berada di Kampung Nento Kecamatan Makam Manganitu, Makam ini adalah Bukti Kepahlawanan dari suku Sangihe melawan penjajahan kolonial Belanda. Ukuran makam memiliki Panjang : 2,50 M/ Lebar : 1,50 M dengan Luas Bangunan Situs : 243 M2 . Akes menuju Makam ini dari kota Tahuna kita dapat menuju ke Manganitu dari manganitu dapat menggunakan ojek/kendaraan sewa dgn jarak 5 Km atau dengan menggunakan angkutan umum dengan tarif Rp.5.000,- Source: http://wisatasangihe.blogspot.co.id/2014/09/makam-raja-santiago.html
Pulau Sura terletak di Kecamatan Tabukan Selatan Tengah, tepatnya di Kampung Salurang, Pulau Sura memiliki vegetasi tumbuhan batu / karang dan letaknya sangat dekat dengan Daratan Pulau Sangihe (Kampung Salurang). Untuk mencapai pulau ini dapat ditempuh dengan menggunakan perahu dari Kampung Salurang (Ibukota Kec. Tabukan Selatan Tengah) atau berjalan kaki menyebrangi Sungai Pintareng. Source:http://wisatasangihe.blogspot.co.id/2014/08/pulau-sura.html
Serat Darmagandul ditulis oleh seorang pujangga bernama Ki Kalamwadi, dengan waktu penulisan hari Sabtu Legi, 23 Ruwah 1830 Jawa dengan sangkala Wuk Guneng Ngesthi Nata (16 Desember 1900). Dialog diawali dengan pertanyaan yang diajukan oleh Darmagandul kepada gurunya mengenai kapan terjadinya perubahan agama di Jawa. Disebutkan bahwa Ki Kalamwadi kemudian memberikan keterangan-keterangan berdasarkan penjelasan dari gurunya, yang bernama Raden Budi. Cerita dan ajaran yang diuraikan oleh Ki Kalamwadi memuat berbagai hal; antara lain jatuhnya kerajaan Majapahit, berbagai peranan Walisongo dan tokoh-tokoh lainnya pada awal masa peralihan Majapahit-Demak, topik-topik dalam ajaran agama Islam, serta terjadinya benturan berbagai kebudayaan baru dengan kepercayaan lokal masyarakat Jawa saat itu. Hampir seluruh isi Serat Darmagandul merupakan bentuk turunan dari cerita babad yang telah ada sebelumnya, yaitu Babad Kadiri yang ditulis oleh Mas Ngabehi Purbawijaya dan Mas Ngabehi Mang...
Serat Dewaruci menceritakan kisah Werkudoro untuk mencari sumber air kehidupan yang disebut tirta amerta atas titah gurunya, Resi Durna. Namun ternyata tirta amerta hanyalah akal-akalan Resi Durna yang bersekongkol dengan para Kurawa dan Sengkuni. Sebelum perang Baratayudha digelar, pihak Kurawa berniat menyingkirkan seorang anggota Pandawa yang dikenal paling kuat dan tidak terkalahkan, yakni Werkudoro atau Bima. Di dalam serat Dewaruci tersirat ajaran-ajaran kehidupan. Serat ini memiliki makna yang kompleks, dapat dilihat dari aspek didaktif, filosofis, religius, dan estetika. Susunan alur cerita dalam serat ini mampu menggugah kesadaran manusia mengenai "siapa dirinya" (jati diri) dan tanggung jawabnya. Sumber: http://www.sufipedia.id/2018/01/makna-rahasia-serat-dewa-ruci.html http://laskarhizbullahcyber.blogspot.co.id/2016/03/kisah-serat-dewaruci.html
Kerajaan Bima memiliki tradisi penulisan literatur yang kuat dalam mencatat kejadian dan hal ini dilakukan terus-menerus dalam kurun waktu berabad-abad. Naskah terakhir yang berasal dari kerajaan ini diketahui ditulis dalam bahasa Arab Melayu, setelah adanya pengaruh Islam yang masuk ke Bima. Naskah yang berbentuk kitab tersebut mengisahkan tentang kelahiran kerajaan-kerajaan yang ada di pulau Sumba, Nusa Tenggara Barat. Diceritakan pula kisah-kisah legenda Sumbawa, susunan pemerintahan kerajaan Sumbawa, dan hubungan antara raja Bima dengan raja-raja Jawa, serta perjanjian-perjanjian antara sultan-sultan kerajaan Bima dengan bangsa Belanda. Bo Sangaji Kai menceritakan sejarah kerajaan Bima yang dimulai sejak abad ke-14, yaitu saat Sumbawa diperintah oleh kepala suku atau yang disebut Ncuhi. Pada saat itu, wilayah Bima terbagi menjadi lima wilayah, yaitu: timur, utara, barat, selatan, dan tengah. Salinan naskah kitab Bo Sangaji Kai terdapat di Perpustakaan Nasional dan di Museum Bel...
Di daerah Lampung tidak pernah ditemukan suatu indikator sebagai pusat pemerintahan pada tingkat kerajaan dari masa Hindu-Buddha (Klasik). Beberapa tinggalan dari masa klasik menunjukkan bahwa masyarakat pendukungnya bukan dari pusat kerajaan namun merupakan masyarakat yang berada di bawah satu kerajaan. Salah satu prasasti yang terdapat di Lampung adalah Prasasti Batu Bedil yang terletak di Dusun Batu Bedil, Desa Gunung Meraksa, Kecamatan Pulau Panggung, Kabupaten Tanggamus. Di daerah Lampung, selain Prasasti Batu Bedil, terdapat beberapa tinggalan prasasti, yaitu Prasasti Palas Pasemah diduga berasal dari akhir abad ke-7 M, Prasasti Bungkuk (Jabung) yang berasal dari akhir abad ke-7 M, Prasasti Hujung Langit (Bawang) dari akhir abad ke-10 M, Prasasti Tanjung Raya I dari sekitar abad ke-10 M, Prasasti Tanjung Raya II (Batu Pahat) dari sekitar abad ke-14 M, Prasasti Ulu Belu dari abad ke-14 M, Prasasti angka tahun (1247 Saka) dari Pugung Raharjo, Prasasti Batu Bedil dari sekitar...
Batu Trong Trong atau masyarakat sekitar menyebutnya sebagai batu kentongan, sekilas nampak seperti bentuk sebuah “kentongan”. Fungsi sebenarnya dari batu ini tidak diketahui secara pasti karena sudah tidak berada lagi dalam kontek budaya masyarakat pendukungnya. Namun ada banyak kemungkinan mengenai fungsi batu ini, bisa sebagai peti kubur batu atau sebagai lambang kesuburan serta bentuknya yang menyerupai alat kemaluan wanita. Batu ini terbuat dari batuan beku andesit dengan tinggi ±42 cm dan lebar ±22 cm. Batu Trong Trong ini terdapat di Kampung Batu Ranjang, Desa Batu Ranjang, Kecamatan Cimanuk, kurang lebih 57 km dari Ibu Kota Provinsi Banten atau sekitar 22 km dari Ibu Kota Kabupaten Pandeglang. Peti kubur batu merupakan bagian dari tradisi megalitik pada masa bercocok tanam. Pada masa ini dikenal budaya adanya tradisi penguburan sekunder, yakni ketika jasad si mati telah tinggal tulang belulang, kemudian dipindahkan ke dalam wadah berupa peti kub...
Tidak jauh dari lokasi Arca Sang Hyang Dengdek, tepatnya di Kampung Cisata, Desa Sang Hyang Dengdek, Kecamatan Cisata terdapat beberapa buah batu dengan bentukan yang unik menyerupai bentuk cakram dengan satu buah batu kecil yang menonjol pada bagian atasnya. Masyarakat sekitar menamakan batu ini dengan sebutan Batu Sorban, mungkin karena bentuknya yang menyerupai sorban. Batu-batu tersebut tersebar tidak beraturan di lokasi ini. Ukuran batu sorban ini rata-rata berdiameter ±30 cm dengan ketebalan berkisar ±10,5 cm dan tersebar di areal seluas ±2 m 2 . Keadaan batu ini relative baik tetapi kurang terurus. Kondisi jalan berbatu dengan ukuran jalan setapak harus dilalui untuk sampai di lokasi Batu Sorban. Jarak dari Ibu Kota Provinsi Banten sekitar 62 km atau 39 km kea rah selatan ibu kota Pandeglang. Sumber: Dalam buku “Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten Tahun 2011, cetakan III”, Dinas Budaya dan Par...
Di lereng Gunung Pulosari, tepatnya di Kecamatan Cisata, Desa Sang Hyang Dengdek, Kecamatan Saketi, ditemukan peninggalan megalitik dalam bentuk komplek menhir terkonsentrasi yang disebut Sanghyang Heuleut, didekatnya berdiri menhir-menhir kecil. Ada satu buah menhir berukuran paling besar dengan tinggi ± 130 cm. Belum dapat dipastikan apakah batu ini telah mengalami modifikasi oleh masyarakat pendukung kebudayaan megalitik ini, atau batu alam yang ditata sedemikian rupa untuk pemujaan. Jarak dari Ibu Kota Provinsi Banten sekitar 62 km atau 39 km dari kota Pandeglang. Sumber: Dalam buku “Dokumentasi Benda Cagar Budaya dan Kepurbakalaan Provinsi Banten Tahun 2011, cetakan III”, Dinas Budaya dan Pariwisata Provinsi Banten, halaman 9.