Prasasti ini diperkirakan berasal dari masa Kesultanan Banten yang dibuat pada masa pemerintahan Sultan Muhammad Syifa Zaenal Arifin (1733-1750). Prasasti Muruy terbuat dari batu andesit dengan tinggi sekitar 140 cm dan lebar kurang lebih 200 cm. Pada salah satu sisinya terdapat ajsara arab dalam bentuk tulisan kaligrafi. Prasasti ini memuat aksara arab yang diduga sebagai candra sangkala (penanggalan) yang tetulis sebagai berikut : “ Athal haman khomsatun anabu sahra al-sanatun(1661 H) â€Â tertera dibatu tersebut. Berdasarkan aksara arab yang menunjukkan penanggalan Hijriyah, apabila dihitung ke dalam tahunan Masehi maka diperkirakan sekitar tahun 1741 Masehi, kurang lebih semasa dengan pemerintahan Sultan Muhammad Syifa Zaenal Arifin. Untuk sampai ke lokasi, yakni di Kampung Muruy, Desa Muruy Kecamatan Menes harus melewati jalan desa dan prasasti ini terletak di pinggir sebuah sungai. Lokasi Prasasti Muruy berjarak 58 Km...
Prasasti Kebonkopi I (dinamakan demikian untuk dibedakan dari Prasasti Kebonkopi II ) atau Prasasti Tapak Gajah (karena terdapat pahatan tapak kaki gajah ) merupakan salah satu peninggalan kerajaan Tarumanagara . Prasasti Kebonkopi I kini diberi naungan pelindung Prasasti Kebonkopi I ditemukan di Kampung Muara (kini termasuk wilayah Desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor ) pada abad ke-19, ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi . Oleh karena itu prasasti ini disebut Prasasti Kebonkopi I. Hingga saat ini prasasti tersebut masih berada di tempatnya ditemukan ( in situ ). Prasasti Kebonkopi dipahatkan pada salah satu bidang permukaan batu yang berukuran cukup besar. Prasasti ini ditulis dengan aksara Pallawa dan bahasa Sanskerta yang disusun ke dalam bentuk seloka metrum Anustubh yang diapit sepasang pahatan gambar telapak kaki...
Prasasti Kebonkopi II atau Prasasti Pasir Muara ditemukan tidak jauh dari Prasasti Kebonkopi I dan dinamakan demikian untuk dibedakan dari prasasti pertama. Namun sayang sekali prasasti ini sudah hilang dicuri sekitar tahun 1940-an. Pakar F. D. K. Bosch , yang sempat mempelajarinya, menulis bahwa prasasti ini ditulis dalam bahasa sansekerta , menyatakan seorang "Raja Sunda menduduki kembali tahtanya" dan menafsirkan angka tahun peristiwa ini bertarikh 932 Masehi. Prasasti Kebonkopi II ditemukan di Kampung Pasir Muara, desa Ciaruteun Ilir, Cibungbulang, Bogor , Kabupaten Bogor , Jawa Barat , pada abad ke-19 ketika dilakukan penebangan hutan untuk lahan perkebunan kopi . Prasasti ini terletak kira-kira 1 km dari batu prasasti Prasasti Kebonkopi I (Prasasti Tapak Gajah). Teks: “ Ini sabdakalanda rakryang juru pengambat I kawihaji...
Pernah mendengar istilah aksara Jawa? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa aksara Jawa adalah "aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa, berjumlah dua puluh huruf, bermula dengan ha dan berakhir dengan nga ;". Aksara Jawa dikenal juga sebagai Hanacaraka dan Carakan, adalah salah satu aksara tradisional Nusantara yang digunakan untuk menulis bahasa Jawa dan sejumlah bahasa daerah di Indonesia lainnya seperti bahasa Sunda dan bahasa Sasak. Tulisan ini berkerabat dekat dengan aksara Bali. Aksara Jawa adalah sistem tulisan Abugida yang ditulis dari kiri ke kanan. Setiap aksara di dalamnya melambangkan suatu suku kata dengan vokal / a / atau / É" / , yang dapat ditentukan dari posisi aksara di dalam kata tersebut. Penulisan aksara Jawa dilakukan tanpa spasi ( scriptio continua ). Dibandingkan dengan alfabet Latin , aksara Jawa juga kekurangan tanda baca dasar, seperi titik dua, ta...
Suku Batak memiliki aksara yang bernama Surat Batak. Aksara ini digunakan untuk menulis bahasa Batak. Surat Batak masih berkerabat dengan aksara Nusantara lainnya. Aksara ini memiliki beberapa varian bentuk, tergantung bahasa dan wilayah. Secara garis besar, ada lima varian surat Batak di Sumatra Utara yaitu Karo, Toba, Dairi, Simalungun, dan Mandailing. Namun, varian-varian ini tidaklah terlalu berbeda satu sama lain. Aksara Batak mula-mula ada di Mandailing. Dari Mandailing aksara Batak menyebar ke kawasan Toba Timur (perbatasan dengan Simalungun), lalu ke Simalungun dan ke Toba Timur. Dari Toba Timur aksara Batak menyebar lagi ke Pakpak Dairi. Sedangkan dari Toba Barat ke Simalungun. Aksara Karo menunjukkan pengaruh, baik dari Pakpak-Dairi maupun dari Simalungun. Aksara ini wajib diketahui oleh para datu, yaitu orang yang dihormati oleh masyarakat Batak karena menguasai ilmu sihir, ramal, dan penanggalan. Jenis aksara Batak merupakan bagian dari...
Daftar Raja-Raja Luwu 1. Batara Guru 2. Batara Lattuk 3. Simpurusiang (Putera We Tenriabeng yang merupakan saudara kembar Sawerigading) 4. Anakaji (Putera Simpurusiang) 5. Tanpa Balusu 6. Tanra Balusu 7. Toappanange 8. Batara Guru 2 (Putera Toappanange) 9. Lamariawa (Putera Tanpa Balusu) 10. Datu Risaung Le'bi (Putera Batara Guru 2) 11. Maninggoe Ri Bajo 12. Tosangkawana (Kemenakan Maninggoe Ri Wajo) 13. Datu Maoge (Kemenakan Tosangkawana) 14. We Tenriawe (Sepupu Datu Maoge) 15. Patiarase ditahun 1580-1615 yang merupakan Raja Luwu pertama yang memeluk agama Islam 16. Pati Passaung Sultan Abdullah Matinroe ri Patimang Putera Pariase ditahun 1615-1637 17. Petta Matinroe ri Gowa 18. Settiaraja 19. Mattinroe ri Pilka (Sepupu Settiaraja) 20. Settiaraja yang menjabat kedua kalinya 21. To Palaguna Mattinroe ri Langkanana Putera Settiaraja 22. Batari Tungke Sultanat Fatimah Matinroe ri Patturu 23. Batari Toja Sultanat Sitti Sainab Matinroe ri Timpuluna (sepupu Batari Tungke. Dia adalah istr...
Nama anak Datu Patotoe dan Datu Palinge di Bottilangi 1. Batara Guru Manurunge ri Aleluwuk 2. La Megaaji 3. Aji Palallo 4. Aji Tellino 5. Sangiyangkapang 6. Detiyaunru 7. Aji Pawewang 8. Batara Unru Aji Mangkau 9. Lasadawero Batara Megga 10. Tellutusompa (lahir setelah Batara Guru turun di Bumi)
Nama anak Guru Riselleng dan Sinaung Toja di Todattoja 1. We Nyiliktimo dengan daerah kekuasaan di Todattoja 2. Lintungtalaga dengan daerah kekuasaan di Urilinyu 3. Sangiyamparek dengan daerah kekuasaan di Ujung Perettiwi 4. La Weroilek dengan daerah kekuasaan di Todassolok 5. Dettialangi dengan daerah kekuasaan di Wuluwongeng 6. La Werountun dengan daerah kekuasaan di Pinggir Langit 7. I La Samudda dengan daerah kekuasaan di Marawennang 8. I La Sanedda yang mengawasi Wuluwongeng 9. (Maaf yang ini ngak tau) daerah kekuasaannya di Lappitana
Sebuah dasar falsafah hidup yang menjiwai dan menjadi pegangan masyarakat Bugis-Makassar untuk senantiasa hidup baik di negeri sendiri atau negeri orang lain adalah menjadi manusia yang perkasa dalam menjalani kehidupan. Setiap manusia keturunan Bugis-Makassar dituntut harus memiliki keberanian, pantang menyerah menghadapi tantanganataupun ujian hidup. Itulah sebabnya maka setiap orang yang mengaku sebagai masyarakat Bugis-Makassar memiliki orientasi yang mampu menghadapi apapun (Moein, 1990: 12). Jika nilai ini kemudian dilihat dari sudut pandang filsafat sejarah, maka akan ditemukan bahwa hakekat prinsip tersebut bersumber pada leluhur masyarakat Bugis-Makassar yang tersimpul dengan “duai temmallaiseng, tellui temmasarang”(dua bagian yang tak terpisahkan dan tiga bagian yang tak terceraikan). Artinya bahwa nilai ini sejatinya telah dirumuskan di masa lalu oleh para tetua dan kaum adat masyarakat Bugis-Makassar. Suku Bugis dan Makassar mempunyai falsafah kehidupan a...