Parahyangan atau Priangan (Bahasa Belanda: Preanger) adalah daerah kebudayaan Sunda di Jawa Barat yang luasnya mencakup wilayah Ciamis, Tasikmalaya, Garut, Sumedang, Cimahi, Bandung, Cianjur, Sukabumi dan Bogor.Priangan atau Parahyangan sering diartikan sebagai tempat para rahyang atau hyang. Masyarakat Sunda kuna percaya bahwa roh leluhur atau para dewa menghuni tempat-tempat yang luhur dan tinggi, maka wilayah pegunungan dianggap sebagai tempat hyang bersemayam. Berasal dari gabungan kata para-hyang-an; para menunjukkan bentuk jamak, sedangkan akhiran -an menunjukkan tempat, jadi Parahyangan berarti tempat para hyang bersemayam. Sejak zaman Kerajaan Sunda, wilayah jajaran pengunungan di tengah Jawa Barat dianggap sebagai kawasan suci tempat hyang bersemayam. Menurut legenda Sunda, tanah Priangan tercipta ketika para dewa tersenyum dan mencurahkan semua berkah dan restunya. Kisah ini bermaksud untuk menunjukkan keindahan dan kemolekan alam Tatar Sunda yang subur dan makmur.
Nun dahulu kala, lembur Citamiang, Pasir Mukti, ada dalam kekuasaan Kerajaan Galuh. Di kampung ini tersebutlah seorang jejaka gagah bernama Kalamanda yang merupakan cucu dari Raja Kerajaan Tengah atau Galuh. Suatu waktu, Kalamanda bertemu seorang mojang jelita yang seketika itu membuatnya jatuh cinta. Gadis itu bernama Sekarwati. Kalamanda mencari cara untuk mendekati Sekarwati, yang konon telah membuat patah hati ratusan pemuda yang berniat mendekatinya. Beragam aksi berbalut ketampanan dan materi tak mampu meluluhkan sang gadis, mulai dari aksi jawara, menak, hingga santri, tidak ada yang bisa meluluhkan hati si jelita. Akhirnya setelah berkonsultasi dengan sang kakek, Kalamanda bertapa, memohon kepada Yang Maha Kuasa agar diberikan jalan. Setelah tirakat, akhirnya ia mendapat petunjuk untuk membuat sejenis alat musik yang suaranya mampu mencerminkan perasaan cintanya yang dalam bagi sang pujaan. Setelah membuat beragam alat musik, akhirnya ia menemukan alat yang mampu mew...
Pada suatu desa di Jawa Barat hidup seorang petani yang sangat rajin beribadah kepada Tuhannya. Namanya adalah Asep. Suatu hari dia merasa kehidupan dirinya dan keluarganya tidak ada peningkatan maupun penurunan sehingga dia ingin mencoba pergi ke pulau seberang. Akhirnya dia melancarkan rencananya untuk merantau dan tujuannya adalah pulau Madura karena mendengar kabar bahwa disana ada cara lain untuk hidup selain bercocok tanam, pada saat itu pulau Madura terkenal akan pasar perdagangannya. Asep hanya membawa bekal ubi dan uang sebesar 5 sen untuk berlayar ke pulau Madura. Dijalan dia bertemu dengan seorang wanita tua yang kelaparan sedang membawa 3 ekor kucing yang sangat kurus. Wanita tua tersebut menawarkan Asep ketiga kucingnya sebesar 8 sen namun asep hanya memiliki uang 5 sen. Karena merasa iba Asep akhirnya memberikan semua uangnya untuk ditukar dengan 3 kucing tersebut. Wanita tua tersebut langsung menerima penawaran Asep untuk bertahan hidup. Asep membawa ketiga kucing...
Bendungan walahar merupakan salah satu bendungan yang ada di daerah Karawang, bendungan yang di bangun pada tahun 1927 yang merupakan peninggalan Belanda, mampu mengairi 85.450 hektar sawah diwilayah Karawang dan sekitarnya.
Bupati Karawang ke-19 Raden Juarsa (1945-1948). Bergejolaknya revolusi di Indonesia menyebabkan pemerintahan Raden Juarsa memindahkan pusat pemerintahan kabupaten Karawang yang semula berada di Purwakarta ke Subang. Bupati Karawang ke 20 Raden Ateng Surapraja dan R. Marta (1948-1949). Merupakan bupati yang di tunjuk oleh dua pemerintahan yang berbeda. Yaitu : 1. Raden Ateng Surya Praja, adalah bupati Karawang yang ditunjuk oleh Negara Pasundan (Bentuk Recomban). 2 R. Matra adalah bupati Karawang jaman gerilya yang di tunjuk oleh Pimpinan Badan Pemerintahan Sipil Jawa Barat bulan oktober 1948.
Sungai Cibanten bukan sembarang sungai pada masa dahulu dimanfaatkan sebagai urat nadi perekonomian dan juga transportasi yang membentang memiliki mata air yang berasal dari Gunung Karang dan muaranya di Teluk Banten. Menurut arkeolog pada masa dulu sungai itu bisa dilayari sampai abad ke XVII menjadi jalur transportasi antara Banten Girang dengan Teluk Banten. Di kiri kanan sungai juga terdapat jala yang disebut dengan jalan sultan, fungsinya menjadi transportasi jalur darat ketika air sungai surut.
Pada masa pemerintahan Hasanudin ia giat menyebarkan Islam ke ploksok wilayah kekuasaannya. Hingga mebuat selir Prabu Siliwangi Jong dan Ju dua pendekar Banten yang dianggap sebagai tangan kanan dan kirinya Prabu Pucuk Umum, Adipati Kadipaten Pajajaran yang berkedudukan di Banten Girang. Setelah masuk islam keduanya di beri gelar Ki Mas Jong dan Ki Agus Jong. Hingga kini kedua makam mualaf pertama di Banten Girang sering diziarahi banyak orang.
Kegemilangan masa Kesultanan Banten salah satunya saat masa Sultan Ageng Tirtayasa memimpin. Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai sultan yang arif, berwibawa, dan karismatik, ia juga dijuluki sebagai perncana kota yang ulung dan ahli strategi militer. Sultan Ageng Tirtayasa memiliki prestasi yang luar biasa, antara lain menguasai pemerintahan yang yang amat luas dengan sistem yang demokratis. Setiap orang memiliki hak dan jaminan hidup sehat, layak, aman dan sejahtera.
Sultan Hasanuddin, raja pertama di Banten yang dinobatkan tahun 1525 di beri gelar Maulana Hasanuddin Penembahan Surosowan. Tetapi rakyat Banten pada waktu itu lebuh senang menyebutnya dengan "Pangeran Saba Kingkin" yang berarti rindu akan kebijaksanaan. Raja yang memerintah dari tahun 1525 hingga 1570 itu wilayah kekuasaannya mencakup daerah yang sekarang telah menjadi Provinsi Banten. Kota Banten Lama di masa pemerintahannya meliputi areal luas 1.200.000 m2. Sebelah utara dekat pantai di bangun menara jaga terbuat dari kayu yang dilengkapi dengan persenjataan meriam. Raja pertama yang membangun keraton dan benteng Surosowan serta Mesjid Agung Banten. Beliau Wafat tahun 1570, dan dimakamkan di halaman Mesjid Agung bagian utara.