Tari Jurit Ampil Kridha Warastra adalah tarian yang berasal dari Kota Salatiga. Tarian tersebut menggambarkan tentang pasukan garwa ampil (selir) dari Mangkunegara I atau Raden Mas Said (Pangeran Samber Nyawa) dalam Perjanjian Salatiga. Tarian ini merupakan tarian lepas, artinya dapat ditampilkan secara beregu, berpasangan, dan tunggal. Unsur klasik tarian tersebut terdapat dalam gerakan, iringan lagu, busana, dan tata riasnya, tetapi saat ini telah dipadukan dengan unsur-unsur baru yang mengikuti perkembangan zaman. Arti tarian Tari Jurit Ampil Kridha Warastra memiliki arti, yaitu jurit yang berarti "prajurit", garwa ampil yang berarti "selir" – dari Mangkunegara I, dan warastra yang berarti "gendewa". Tarian ini menggambarkan tentang pasukan garwa ampil (selir) dari Mangkunegara I dalam Perjanjian Salatiga yang dilaksanakan tanggal 17 Maret 1757. Dalam perjanjian tersebut masing‑masing pihak (Hamengkubuwana I, Pakubuwana III, dan Mangkun...
Tari Luyung ini adalah tarian kreasi baru karya Tejo Sulistyo pada tahun 2010 di Klaten, Jawa Tengah, turut mempromosikan potensi daerah Klaten yakni lurik dan payung, hingga terbentuk kata “Luyung”. Payung dibuat oleh pengrajin di kecamatan Juwiring dan Lurik dibuat oleh pengrajin di kecamatan Pedan. Dalam tarian ini menggunakan properti Payung dan penarinya mengenakan pakaian Lurik, menggambarkan sekelompok remaja putri yang sedang belajar menenun kain. Hasil karya mereka berupa kain lurik yang indah dan elok yang dibuat pakaian tradisional yang sangat menawan, sambil bermain payung yang beraneka ragam warnanya, mereka memamerkan keindahan pakaian lurik tersebut kepada teman-temannya. Ge rakan tarian ini berupa gerak tari cara membuat kain lurik, seperti gerakan menenun, memintal benang, menjemur sampai melipat dan menyimpan kain lurik. Sedangkan busana yang di kenakan para penari berupa hiasan rambut, anting, kalung, kebaya lurik, kemben lurik, sabuk, da...
Tari Emprak merupakan jenis pengembangan kesenian rakyat Emprak, berupa seni peran yang mengangkat pesan moral, diiringi dengan musik yang biasanya berupa salawatan. Tari ini berasal dari Jepara, Jawa Tengah. Emprak tradisional dimainkan oleh 9-15 orang, semuanya lelaki. Pengiringnya adalah alat musik rebana besar, kecil, dan kentongan, pakaian dan rias wajah seadanya berupa kaos, sarung, dan topi bayi. Dan waktu pementasan semalam suntuk di atas lantai dengan gelaran tikar lesehan. Sementara emprak masa kini bisa dimainkan mulai dari 5 orang, beberapa di antaranya wanita, dengan diiringi rebana besar, kecil, kentongan, dan tambahan alat musik modern seperti orgen, gitar, dan suling. Kostum pemain diperbaharui dengan rompi dan sarung, rias wajah yang lebih baik, serta waktu pementasan yang bisa dibatasi lebih pendek dalam 1-2 jam. Pementasan dilakukan di panggung khusus. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2017/11/tarian-tradisional-jepara/
Tari Turonggo Sari mengisahkan konflik batin remaja di masa puber, dimana, mereka berkeinginan pacaran tetapi tidak diperbolehkan orang tuanya, sehingga hasratnya itu diekspresikan dalam bentuk gerakan prajurit berperang dengan menunggang kuda. Tari ini terinspirasi dari gerakan-gerakan dalam tarian kuda lumping. Karya dari Tri Roso dan Paramitha dengan penata iringannya adalah Didik Nuryanto. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2017/11/tarian-tradisional-temanggung/
Tari Topeng Ireng merupakan tarian rakyat kreasi baru yang merupakan metamorfosis dari kesenian Kubro Siswo, tarian ini mulai berkembang di tengah masyarakat lereng Merapi, Merbabu dan Sumbing pada tahun 1960-an, disebut juga sebagai Tari Dayakan. Tari Topeng Ireng mengisahkan tentang perjuangan seorang pertapa untuk membuka lahan hutan untuk dijadikan sebagai tempat pemukiman, dimana dihutan tersebut terdapat manusia rimba. Seorang pertapa tersebut melawan para manusia rimba dan mengajari mereka untuk hidup sebagai manusia biasa, mengajak mereka membuka hutan, membuka lahan pertanian, dan mengajari seni bela diri. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2017/11/tarian-tradisional-temanggung/
Kethek Ogleng berasal dari bahasa Jawa, ‘kethek’ adalah kera, sedangkan Ogleng diambil dari suara bunyi yang melatar-belakangi tarian ini yang seperti berbunyi Ogleeeng, Ogleeeng… Tarian ini menceritakan Raden Gunung Sari yang menjelma menjadi kera, dan berusaha mengelabui musuhnya, hingga para penarinya pun selalu bertopeng kera dan menirukan gerakan-gerakan kera, tidak ada gerakan khusus untuk tarian ini, penari hanya menikmati aluran musik dan menari layaknya seekor kera. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/03/tarian-tradisional-wonogiri-jawa-tengah/
Tari Lurik Asri menggambarkan seseorang yang nampak anggun, serasi, rapi, dan indah disaat mengenakan lurik. Terciptanya tari Lurik Asri terinspirasi oleh adanya potensi daerah Klaten yang ada di wilayah Kecamatan Pedan, Bayat, dan sekitarnya. Wilayah tersebut merupakan bagian wilayah Klaten penghasil kerajinan lurik. Tari Lurik Asri tidak lepas dari gagasan bapak Sumarsana selaku pendiri Sanggar Bandung Bondowoso, bekerja di Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta sebagai staf bagian Pranata Laboraturium Fakultas Seni Pertunjukan dan pengajar karawitan. Bapak Sumarsana kemudian memilih bapak Hartanto untuk menjadi koreografer tari Lurik Asri. Beliau adalah seniman yang bergelut di bidang tari. Ia lulusan dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan bekerja sebagai dosen seni tari di ISI Surakarta. Adapun unsur-unsur dalam tari Lurik Asri yang menonjolkan lurik : Gerak : terdapat ragam-ragam gerak meliputi njereng kain, rampak, narik benang, menenun, lamp...
Tari Tahu merupakan refleksi filosofi kehidupan manusia, bagaimana manusia dalam perjalanannya mengalami proses, seperti proses dalam pembuatan tahu robyong berupa pencucian, pemanasan, penggilingan, penyaringan, pencetakan dan penangan akhir; sehingga manusia bisa menuju kesempurnaan jiwa dan raga. Sumber: https://gpswisataindonesia.info/2018/03/tarian-tradisional-batang-jawa-tengah/
Nama tari rong tek mungkin masih terdengar asing di telinga masyarakat Jawa Tengah. Tapi jika ditelisik, tari rong tek merupakan tari kreasi yang berembrio dari tari lengger banyumasan . Secara etimologi, nama “rong tek” yang terdengar unik ini berasal dari dua kata. “Rong” diambil dari suku pertama kata “ronggeng”, yang dalam bahasa Banyumas bisa diartikan sebagai penari atau lengger . Sementara, “tek” diambil dari suara kentongan bambu yang menjadi properti pementasan. Dalam tradisi masyarakat Banyumas, bambu bukan sebatas tanaman. Tanaman berbatang panjang ini juga memiliki berbagai peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Bambu muda bisa dijadikan sebagai bahan panganan sementara bilah bambu yang sudah tua bisa dirajut menjadi berbagai benda kebutuhan rumah tangga, seperti bakul dan tampah. Fungsi yang lain dari bambu adalah bisa menjadi alat musik dan alat komunikasi darurat dalam kegi...