PRAHASTA Wayang golek Sunda versi Giri Harja Prahasta adalah putra mahkota prabu Sumali raja Alengka,akan tetapi ketika Rahwana dijadikan raja,Prahasta tidak kuasa berbuat apa2 karena takut dgn kesaktian luar biasa yg dimiliki Rahwana,Prahasta cukup hanya menjadi patih Alengka.Pd waktu perang besar Alengka,Prahasta memimpin pasukan raksasa melawan angkatan perang wanara/kera dari pihak Sri Rama.Dlm pertarungan hebat berhadapan dgn Anila sebagai panglima pasukan Rama,Anila dgn cerdiknya memainkan taktik menghindar,mundur dan balas menyerang yg akhirnya dapat membinasakan Prahasta.
BEROKAN Indramayu,Jabar. Dengan topeng singa/harimau yg seram;pakaian dari karung goni,sekarang sudah langka dimainkan.Dewasa ini paling se-kali2 dimainkan utk kepentingan penyambutan tamu sebagai sarana pengenalan akan kesenian daerah.Kadang dimainkan dari desa kedesa utk ngamen.Dulu ada juga yg dimainkan didepan rumah orang sakit dan masuk kekamarnya sambil diambilnya bantal sisakit yg kemudian dilemparkan keatap/genteng rumah sebagai tolak bala.Berokan biasa diiringi oleh 4 pemain terbang dan 1 orang pemain klenangan.
Peresean dahulu kala biasanya dilakukan oleh suku Sasak, yaitu olah raga saling pukul dengan menggunakan rotan yang diselenggarakan pada musim kemarau yang bertujuan untuk meminta hujan kepada sang Pencipta. Peresean artinya tameng (alat pelindung atau penangkis pukulan) lawan, alat pemukulnya tersebut dinamakan Penyalin yang biasanya terbuat dari rotan. Sedangkan alat penangkisnya disebut Ende yang terbuat dari kulit sapi. Para pemain yang bertanding disebut Pepadu, sedangkan sistem pertandingan yang dipimpin oleh seorang wasit yang disebut Pekembar dan di samping pekembar dikenal dengan tukang adu yang disebut Pengadok. Saat ini peresean sering ditampilkan untuk menyabut tamu-tamu atau wisatawan mancanegara yang bekunjung ke Lombok. Dalam peresean juga dikenal sportifitas tinggi, kalah maupun menang tetap saudara artinya tidak ada dendam sampai di luar arena. Nilai budaya yang terkadung dalam peresean adalah pantang menyerah, kerja keras, berani bersaing, kejujuran, dan berjiwa...
Atraksi Alu Katentong ini dimainkan oleh kaum wanita sebagai ekspresi kegembiraan kala menumbuk padi menggunakan alu di sebuah lesung dengan cara bergantian memukulkan alu tersebut ke lesung sehingga menghasilkan irama-irama tertentu yang bernuansa ceria. Diantara irama yang dihasilkan tersebut dikenal dengan istilah "alang babega" (elang melayang), "alang ka turun" (elang menukik) dan sebagainya. Pesona plus dari Alu katentong: 1. Dimainkan oleh para wanita dengan anggun. 2. Menggunakan penumbuk padi yang diiringi oleh variasi pukulan ritmis, sehingga menghasilkan irama yang teratur dan indah. 3. Dimainkan dengan sistem interloking dari 8 buah alu yang dimainkan oleh 8 orang perempuan, dengan masing-masingnya mempunyai motif pukulan tersendiri. 4. Menghasilkan rangkaian irama yang disebut "Alang Babega" (Elang Melayang), "alang ka turun" (Elang yang terbang menukik), dan sebagainya. http://www.tanahdatar.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1626&Itemid=...
Kesenian Debus (Atraksi kekebalan tubuh dari senjata tajam) tidak hanya eksis di Provinsi Banten. Debus juga eksis di Padangpariaman, Provinsi Sumatera Barat. Kesenian Debus di daerah ini biasa dikenal dengan nama Dabuih Piaman. Menurut sejarah, Dabuih merupakan warisan dari para pengikut Nabi Ibrahim AS. Dabuih merupakan permainan/atraksi religius yang digunakan para pengikut ajaran agama Islam tertentu dalam rangka menjalankan misi syi'ar ajaran di tengah-tengah masyarakat. Kesenian yang mengandalkan kekebalan tubuh ini dibawa ke nusantara oleh paa ulama dari kawasan Asia Barat. Kesenian Dabuih berkembang seiring penyebaran agama Islam di pesisir barat pulau Sumatera dan Jawa. Kesenian Dabuih masuk melalui Aceh, Minangkabau (Sumatera Barat) dan Banten, Jawa Barat. Dalam bahasa Arab, Dabuih (Debus) berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, berujung runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dabuih inilah yang dipakai para pemain Debus untuk melukai badan saat atraksi. D...
Salah satu suku yang hidup di jakarta adalah suku betawi. Kata Betawi berasal dari kata Batavia yang merupakan nama Jakarta terdahulu. Suku Betawi lahir pada tahun 1923 yang diawali dengan pendirian Perkoempoelan Kaoem Betawi. Hal ini diketahui karena semasa penjajahan, Belanda termasuk bangsa yang rajin melakukan sensus, namun pada saat itu keberadaan Suku Betawi masih belum terdaftar di dalam sensus. Ternyata sebenarnya Suku Betawi sudah ada sebelumnya, namun belum terorganisir. Maka dengan ada nya Perkoempoelan Kaoem Betawi, keberadaaan Suku Betawi mulai diakui. Sejak saat itu Kesenian Orkes Tanjidor mulai berkembang seiring dengan eksistensi Perkoempoelan Kaoem Betawi. Suku Betawi adalah perpaduan dari berbagai etnis seperti Jawa, Sunda, Melayu, Sumbawa, Ambon dan Tionghoa. Perpaduan tersebut terlihat jelas dalam dielek Betawi dan berbagai macam kesenian Betawi. Kesenian Betawi antara lain Gambang Kromong, Rebana, Keroncong Tugu dan Tanjidor. Gambang Kromo adalah seni musik yang ma...
Sebuah orkes tradisional Betawi yang merupakan orkes perpaduan antara gamelan, musik Barat dengan nada dasar pentatonis bercorak Cina. Orkes ini memang erat hubungannya dengan masyarakat Cina Betawi, terutama Cina peranakan dan populer di tahun 1930-an. Instrumen gamelan pada gambang kromong terdiri dari: gambang kayu, seperangkat bonang lima nada yang disebut kromong, dua buah alat gesek seperti rebab, dengan resonator terbuat dari tempurung kelapa mini disebut ohyan dan gihyan, suling laras diatonik yang ditiup melintang, kenong dan gendang. Sedangkan instrumen musik dari Barat meliputi terompet, gitar, biola, dan saksofon. Sekitar tahun 1937 orkes-orkes gambang kromong mencapai puncak popularitasnya, salah satu yang terkenal Gambang Kromong Ngo Hong Lao, dengan pemainnya terdiri dari orang-orang Cina semua. Alat-alat musik dalam orkestra tersebut dianggap paling lengkap, terdiri dari alat-alat seperti berikut: sebuah gambang kayu; seperangkat kromong; empat buah rebab Cina yang ber...
Wayang adalah salah satu khazanah budaya tanah air yang banyak ditemui di berbagai daerah, terutama di Jawa. Wayang yang amat dekat dengan masyarakatnya, kerap dimanfaatkan sebagai media penyebar berbagai informasi. Wayang, tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakatnya, ia mampu merubah bentuk dan tetap mendapat tempat, sekecil apapun itu Jakarta, sebagai pusat negara, juga memiliki seni tradisional wayang. Orang banyak menyebutnya dengan wayang kulit Betawi. Jenis kesenian di Betawi ini, konon lahir ketika Sultan Agung dari Kerajaan Mataram menginjakkan kakinya di tataran Sunda Kelapa. Selain membawa pasukan, turut pula rombongan kesenian wayang kulit. Ternyata tampilan wayang dari Mataram ini begitu memukau penduduk setempat, khususnya yang berdiam di kawasan Tambun, Bekasi. Kemudian muncullah satu bentuk baru dari wayang kulit Jawa, yaitu wayang yang berbahasa Melayu Betawi, Wayang Kulit Betawi. Seperti halnya seni wayang lain, wayang kulit Betawi memilik tokoh sentral, seor...
"Palapa Ghena" ini merupakan gabungan 10 kelompok musik tradisional, seperti musik mulut dhanggek, musik saronen, tari topeng gethak, tari rondhing, musik mulut samman dan tembang macapat. Musik "Palapa Ghena" atau bumbu lengkap ini untuk pertama kali dipentaskan dalam sebuah deklarasi Kebangkitan Seni Budaya Madura di salah satu rumah makan di Pamekasan belum lama ini. Ketiga kelompok musik yang melakukan pementasan hanya dari tiga jenis kesenian tradisional. Yakni musik saronen, tembang kejung dan sinden. Akan tetapi, seiring dengan perkembangan waktu, para penggagas kolaborasi musik tradisional itu terus melakukan penyempurnaan, hingga akhirnya tergabung sebanyak 10 kelompok musik dan kesenian tradisional. Kolaborasi 10 kelompok musik tradisional ini untuk pertema kali akan dipentaskan pada Minggu (26/8) pukul 19.00 WIB di lapangan eks PJKA Jalan Trunojoyo, Pamekasan.