Upacara Tingkeban adalah upacara yang diselenggarakan pada saat seorang ibu mengandung 7 bulan. Hal itu dilaksanakan agar bayi yang di dalam kandungan dan ibu yang melahirkan akan selamat. Tingkeban berasal dari kata tingkeb artinya tutup, maksudnya si ibu yang sedang mengandung tujuh bulan tidak boleh bercampur dengan suaminya sampai empat puluh hari sesudah persalinan, dan jangan bekerja terlalu berat karena bayi yang dikandung sudah besar, hal ini untuk menghindari dari sesuatu yang tidak diinginkan. Di dalam upacara ini biasa diadakan pengajian biasanya membaca ayat-ayat Al-Quran surat Yusuf, surat Lukman dan surat Maryam. Di samping itu dipersiapkan pula peralatan untuk upacara memandikan ibu hamil , dan yang utama adalah rujak kanistren yang terdiri dari 7 macam buah-buahan. Ibu yang sedang hamil tadi dimandikan oleh 7 orang keluarga dekat yang dipimpin seorang paraji secara bergantian dengan menggunakan 7 lembar kain batik yang dipakai bergantian setiap guyuran dan dimandikan d...
Upacara Reuneuh Mundingeun dilaksanakan apabila perempuan yang mengandung lebih dari sembilan bulan,bahkan ada yang sampai 12 bulan tetapi belum melahirkan juga, perempuan yang hamil itu disebut Reuneuh Mundingeun, seperti munding atau kerbau yang bunting. Upacara ini diselenggarakan agar perempuan yang hamil tua itu segera melahirkan jangan seperti kerbau, dan agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Pada pelaksanaannya leher perempuan itu dikalungi kolotok dan dituntun oleh indung beurang sambil membaca doa dibawa ke kandang kerbau. Kalau tidak ada kandang kerbau, cukup dengan mengelilingi rumah sebanyak tujuh kali. Perempuan yang hamil itu harus berbuat seperti kerbau dan menirukan bunyi kerbau sambil dituntun dan diiringkan oleh anak-anak yang memegang cambuk. Setelah mengelilingi kandang kerbau atau rumah, kemudian oleh indung beurang dimandikan dan disuruh masuk ke dalam rumah. Di kota pelaksanaan upacara ini sudah jarang dilaksanakan. Sumber : https://enyho04.wordpress...
Tembuni/placenta dipandang sebagai saudara bayi karena itu tidak boleh dibuang sembarangan, tetapi harus diadakan upacara waktu menguburnya atau menghanyutkannya ke sungai. Bersamaan dengan bayi dilahirkan, tembuni (placenta) yang keluar biasanya dirawat dibersihkan dan dimasukan ke dalam pendil dicampuri bumbu-bumbu garam, asam dan gula merah lalu ditutup memakai kain putih yang telah diberi udara melalui bambu kecil (elekan). Pendil diemban dengan kain panjang dan dipayungi, biasanya oleh seorang paraji untuk dikuburkan di halaman rumah atau dekat rumah. Ada juga yang dihanyutkan ke sungai secara adat. Upacara penguburan tembuni disertai pembacaan doa selamat dan menyampaikan hadiah atau tawasulan kepada Syeh Abdulkadir Jaelani dan ahli kubur. Di dekat kuburan tembuni itu dinyalakan cempor/pelita sampai tali pusat bayi lepas dari perutnya.. Upacara pemeliharaan tembuni dimaksudkan agar bayi itu selamat dan kelak menjadi orang yang berbahagia. Sumber : https://enyho04.wordpress.com/2...
Upacara ini ditandai dengan berziarahnya masyarakat setempat ke makam Sunan Kalijaga, yang dilaksanakan pada hari Rabu terakhir di bulan Shafar, karena waktu tersebut dianggap hari yang paling baik untuk menghilangkan bencana dan kemalangan dalam hidup manusia. Setelah upacara selesai, dilanjutkan dengan berbagai pertandingan seperti lomba mendayung dan sebagainya. Upacara ini biasa dilaksanakan di sungai Drajat, Kota Cirebon. Sumber : https://enyho04.wordpress.com/2010/02/25/kebudayaan-yang-berasal-dari-jawa-barat/
Ngaseuk adalah kegiatan prosesi menanam padi di huma yang dilaksanakan oleh warga Kasepuhan Ciptagelar setiap satu tahun sekali. Dalam prosesi ngaseuk, ada beberapa tahap yang dilaksanakan yaitu: Nyacar, Ngahuru, Ngaduruk, Ngagonan, Salamet Mantas Ngaduruk, Ngabura Binih, Menanam Padi di Huma (ladang), dan Salamet Haraka. Prosesi Ngaseuk kali ini akan dilaksanakan di Huma Rurukan yang berlokasi di Lebak Hariang. sumber : https://ciptagelar.info/events/ngaseuk-huma-rurukan-di-lebak-hariang/ngaseuk-2/
Tradisi nyaeut . Dalam Bahasa Sunda berasal dari kata nyandeutkeun , yang berarti mendekatkan atau merekatkan. Tradisi ini merupakan kebiasaan minum teh hijau khas Garut, teh kejek, yang masih dalam Bahasa Sunda artinya diinjak. Pada prosesnya, daun teh diolah manual, diinjak-injak. Tujuannya menyempurnaan pengeluaran getah sehingga hasil fermentasinya bagus. Nyaneut biasanya digelar sebelum berangkat ke huma (ladang) dan usai kerja. Ada aspek sosial pada tradisi ini. Nyaeut menjunjung tinggi adat istiadat Sunda, s ilih asah, silih asih, silih asuh atau saling tenggang rasa nyaneut tidak hanya bicara soal kenikmatan teh, tetapi juga sarana silaturahim. Mengenai sejarah teh kejek sendiri, belum ada kepastian data. Namun, diperkirakan pembuatannya muncul seiring berjalanya usaha perkebunan teh Waspada di Cigedug dan Cikajang sekitar 1900-an. Perkebunan teh Waspada dirintis oleh Karel Frederik Holle, seorang kebangsaan Belanda yang tertarik mengembangkan potensi pe...
Prah-prahan adalah istilah dari bentuk kegiatan Pajeg Sapar yang dilaksanakan pada setiap tanggal 4 bulan sapar dikasepuhan Ciptagelar. Menurut Baris Kolot , Prah artinya tidak dibeda-beda kan atau semuanya pajeg sapar ini dilaksanakan untuk keselamatan lahir batinnya warga kasepuhan. Prosesi Pajeg Sapar merupakan sebuah kegiatan ritual majeg Lembur, Majeg Imah, Majeg Cai. Ciri dan tanda yang ikut dalam kegiatan Pajeg Sapar ini adalah dengan peasangan sawen atas dipintu, menandakan bahwa telah dilakukannya prosesi Pamajegan Kegiatan Prosesi dilaksanakan pada sore hari menjelang Sande Kala atau sebelum waktu maghrib tiba, kegiatan utama di alun-alun Kasepuhan, dan setelahnya baru diikuti disetiap rumah dengan peasangan di atas pintu itu tadi. Pelaksana Kegiatan ini dipimpin oleh Rorokan Padukunan Kasepuhan, sejak mengumpulkan material bahan Sawen, hingga persiapan bahan utama dari kasepuhan untuk di distribusikan di 568 perkampungan lainnya, hingga selamatan besar nya...
Ruwatan Imah ini adalah sebuah prosesi selamatan telah selesainya proses pembuatan bangunan, seperti halnya kata ruwat – rawat, bahwa pentingnya process ini dilaksanakan bagi kami warga adat adalah imah ( Rumah -ind) adalah umah yang mewadahi kita sebagai sosok manusia yang akan tinggal dan hidup didalamnya supaya di rawat dan di ruwat. Prosesi yang akan berlangsung dimaksud adalah Ruwatan Imah Ki putri, bangunan baru pengganti Imah Tihang Kalapa (yang dibangun pada tahun 2000 – hingga akhir tahun 2017) sebelumnya di bangun di Era kepemimpinan abah Anom AE Sucipta, imah ini merupakan tempat penting di kasepuhan sebagai ruang bertemunya abah sebagai pimpinan kasepuhan dengan para incu putu dan pekerja kasepuhan. penyebutan istilah yang berbeda untuk bangunan ini adalah Tiang bangunan, kalaulah yang sebelumnya menggunakan bahan pohon kelapa sehingga imah ini disebut sebagai imah tihang kalapa, sedang bangunan yang baru di Era kepemimpinan kasepuhan saat ini A.U Sug...
Warga Kasepuhan Ciptagelar melaksanakan prosesi Nyimbur. Rangkaian kegiatan akan dimulai pada pagi hari sekitar pukul 07.00 WIB, yang dilanjutkan dengan acara selamatan di rumah Aki Karma selaku rorokan padukunan. Prosesi Nyimbur secara umum dapat dikatakan sebagai kegiatan pemberkatan untuk menjaga keselamatan jiwa, termasuk diantaranya jiwa segenap warga kasepuhan, hewan peliharaan, maupun kendaraan. Rangkaian prosesi Nyimbur biasanya telah dimulai 1 hari sebelum pelaksanaan. Salah satu persiapan yang dilakukan adalah menangkap hurang (udang air tawar), keyeup (kepiting air tawar), dan beberapa jenis ikan sungai. Aktivitas ini disebut juga dengan “ ngahkar “. Prosesi Nyimbur umumnya juga dilaksanakan bersamaan dengan prosesi Salamet Pare Beukah. Salah satu pertanda yang kerap digunakan sebagai patokan pelaksanaan acara Nyimbur adalah pada saat bunga Hiris berkembang di ladang ( huma ). sumber: https://ciptagelar.info/events/acara-adat-nyimbur/